Beberapa Ketentuan Makanan dalam Perspektif Empat Mazhab

Kebutuhan manusia seperti makanan diatur sedemikian rupa dalam syariat Islam agar bermanfaat untuk kesehatan tubuh dan jiwa.3 min


-1
1 share, -1 points
Sumber gambar: dakwatuna.com

Syariat Islam sangat memerhatikan tubuh dan jiwa. Oleh karena itu, Islam mewajibkan makan dan minum yang bersifat primer. Hal ini untuk menjaga kehidupan dan melindungi jiwa-raga agar tidak rusak serta kuat melaksanakan kewajiban agama seperti salat, puasa, dan sebagainya.

Adapun makan dan minum di luar kebutuhan primer adalah boleh selama tidak berlebihan (isrâf). Namun, apabila berlebihan, maka hal ini memudaratkan dan haram dilakukan. Dalam hal ini, Islam menghendaki pertengahan atau sedang (Syekh Wahbah az-Zuḥailî, al-Fiqh al-Islâmiyy wa Adillatuhû, 1985, III: 505).

Imam Ibn Rusyd membahas masalah makanan manusia secara garis besar menjadi dua kondisi, yaitu: normal dan darurat. Adapun jenis makanan manusia adalah tumbuhan dan binatang (Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtaṣid, 1415 H., II: 507 & 509).

Menurut Syekh Wahbah az-Zuḥailî, semua jenis tumbuhan adalah halal dimakan, kecuali tumbuhan yang najis atau terkena najis, atau memudaratkan, atau memabukkan (al-Fiqh al-Islâmiyy, hlm. 506).

Baca juga: Agenda di Balik Viralnya Klepon dan Kurma

Oleh karena itu, apabila tumbuhan itu najis atau terkena najis, atau memudaratkan, atau memabukkan, maka ia haram dimakan. Sesuatu yang najis haram dimakan karena termasuk khabâ’iś (sesuatu yang buruk), sebagaimana dipahami dari ketentuan al-A‘râf (07): 157.

Sedangkan sesuatu yang memudaratkan atau memabukkan haram dimakan berdasarkan pemahaman terhadap an-Nisâ’ (4): 29, al-Baqarah (2): 195, dan al-Mâ’idah (5): 9 (hlm. 506-507).

Jenis Hewan yang Haram Dimakan karena Sebab Tertentu

Dalam kondisi normal (bukan dalam keadaan darurat), tidak semua binatang boleh dimakan oleh umat Islam. Sebab, ada binatang yang halal dimakan dan ada pula binatang yang haram dimakan menurut syariat Islam, baik binatang darat maupun binatang laut.

Binatang yang haram dimakan menurut syariat Islam ini terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: pertama, haram karena zatnya (‘ainiyyah); dan kedua, haram karena memiliki sebab tertentu. Selain itu, binatang yang haram dimakan menurut syariat Islam tersebut ada yang disepakati oleh para ulama fikih dan ada pula yang masih diperselisihkan di antara mereka (Bidâyah al-Mujtahid, hlm. 509).

Binatang yang haram dimakan karena sebab tertentu ada sembilan macam, di antaranya: bangkai (binatang yang mati tanpa disembelih atau diburu secara syariat), al-munkhaniqah (binatang yang mati karena tercekik), al-mawqûdah (binatang yang mati karena dipukul), al-mutaraddiyah (binatang yang mati karena jatuh), an-naṭîḥah (binatang yang mati karena ditanduk),

wa mâ akala as-sabu‘u (binatang yang mati karena diterkam binatang buas), semua binatang yang harus disembelih dan disembelih tanpa memenuhi syarat, jallâlah (binatang yang hanya memakan barang najis), dan makanan halal yang bercampur dengan barang najis (Ibid,hlm. 509).

Para ulama fikih sepakat bahwa semua bangkai binatang darat adalah haram dimakan. Namun, mazhab asy-Syâfi‘î menganggap bangkai belalang halal dimakan berdasarkan hadis. Begitu pula dengan bangkai binatang laut, di mana para ulama fikih masih berbeda pendapat.

Mazhab Mâlikî dan mazhab asy-Syâfi‘î menghalalkan bangkai binatang laut secara mutlak. Sedangkan mazhab Ḥanafî mengharamkannya secara mutlak (Bidâyah al-Mujtahid, hlm. 509 & 511 dan Syekh Wahbah az-Zuḥailî, at-Tafsîr al-Munîr, 2009, III: 425).

Sementara binatang yang mati tercekik, atau dipukul, atau jatuh, atau ditanduk, atau diterkam binatang buas, dan semua binatang yang harus disembelih dan disembelih tanpa memenuhi syarat, maka para ulama fikih sepakat haram dimakan karena sama dengan bangkai (Bidâyah al-Mujtahid, hlm. 511).

Adapun apabila kelima jenis binatang tersebut disembelih secara syariat sebelum mati, maka halal dimakan (at-Tafsîr al-Munîr, hlm. 429-430 dan al-Fiqh al-Islâmiyy, hlm. 507).

Dalam hal ini, Allah berfirman: “diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala (al-Mâ’idah (05): 3).”

Baca juga: Hakikat Hukum Tuhan

Hukum Memakan Jallâlah dan Makanan yang Terkena Najis

Sedangkan mengenai binatang yang hanya memakan kotoran (jallâlah), maka mazhab asy-Syâf‘î mengharamkannya dan mazhab Mâlikî menghalalkannya. Adapun mengenai makanan halal yang terkena najis, maka jumhur ulama Fikih mengharamkannya meskipun makanan itu tidak berubah, baik warnanya, baunya, maupun rasanya.

Sementara mazhab aẓ-Ẓâhirî dan mazhab Mâlikî mengharamkan makanan halal yang terkena najis apabila makanan itu berubah, baik warnanya, baunya, maupun rasanya. Namun, apabila makanan yang terkena barang najis tersebut tidak berubah, maka ia tetap halal (Bidâyah al-Mujtahid, hlm. 511-512).

Imam Ibnu Rusyd sendiri memegangi hadis, yaitu: apabila makanan yang terkena najis itu keras (padat), maka buanglah bagian yang terkena najis dan ambil sisanya (bagian yang masih suci). Namun, apabila makanan itu cair, maka buanglah semuanya (hlm. 511-512). Wa Allâh A‘lam wa A‘lâ wa Aḥkam…

Editor: Sukma Wahyuni

_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

-1
1 share, -1 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
1
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
1
Suka
Ngakak Ngakak
1
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
1
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Nasrullah Ainul Yaqin
Alumni Pascasarjana Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Kajian Maqasid dan Analisis Strategik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals