Mohammad Adnan merupakan seorang ilmuwan dan mufasir yang lahir dari PTKIN Sunan Kalijaga. Selain itu, Mohammad Adnan adalah salah satu seorang mufasir dari darah Keraton yang pernah menjabat sebagai rektor pertama di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakata. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa rektor pertama IAIN Sunan Kalijaga juga mempunyai Kitab Tafsir Al-Qur’an Suci Bahasa Jawi yang ditulisnya dengan menggunakan bahasa Jawa.
Mohammad Adnan lahir pada tanggal 16 Mei Tahun 1889 atau 6 Ramadhan 1818 dalam tahun Jawa. Ia dilahirkan di sebuah rumah seorang penghulu yang terletak di daerah kampung Kauman yang berada di tengah-tengah kota Surakarta, Jawa Tengah. Mohammad Adnan lahir di lingkungan ulama. Ayahnya seorang ulama yang masyhur di Surakarta bernama Kiai Kanjeng Raden Tumenggung Pangulu Tafsiranom V. Selain itu, ayahnya seorang bangsawan yang sangat dihormati di lingkungannya.
Di bidang ilmu al-Quran, Mohammad Adnan belajar langsung dari ayahnya. Bersama ayahnya itulah ia mengenal huruf hijaiah atau al-Quran yang dibimbing langsung oleh Tafsiranom V. Hal tersebut disebabkan minimnya sekolah-sekolah yang mengajarkan baca dan tulis al-Quran seperti Volkschool (Sekolah Zaman Belanda).
Melihat minimnya pelajaran agama di sekolah, dan pada akhirnya tahun 1905, Tafsiranom V mendirikan sebuah madrasah yang diberi nama Mamba’ul Ulum. Mamba’ul Ulum memiliki arti, tenaga alim ulama. Awal mula berdirinya madrasah tersebut dimulai dari pengajian atau ngaji di mushola Pengulon. Pendidikan mengaji tersebut berkembang sangat pesat. Hingga banyak santri atau murid yang ingin belajar dengan beliau. Pada tanggal 23 Juli 1905 madrasah Mamba’ul Ulum diresmikan dan disertai peletakan batu pertama.
Selain belajar dengan ayahnya sendiri, Mohammad Adnan juga belajar di beberapa pondok pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di antaranya, Pondok Pesantren Mangunsari di bawah asuahan Kiai Imam Bukhari, Pondok Pesantren Mojosari asuhan Kiai Zainudin, dan Pondok Pesantren Jamsaren asuhan Kiai Idris. Di Pondok Pesantren Jamsaren, Mohammad Adnan mendapatkan apresiasi oleh Sri Susuhunan karena ketekunan dalam menuntut ilmu agama. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika Mohammad Adnan belajar di Pondok Pesantren Jamsaren, beliau telah menghafal beberapa kitab semisal kitab Alfiyah karya Ibnu Malik.
Dengan berbagai bekal ilmu agama yang didapatkan oleh Mohammad Adnan, beliau menulis sebuah kitab tafsir al-Quran dengan menggunakan bahasa Jawa. Penulisan kitab Tafsir al-Qur’an Bahasa Jawi karya Mohammad Adnan memiliki beberapa keistimewaan. Karena kitab tafsir tersebut tidak bisa dilepaskan dari kitab Tafsir Al-Quran al-Adzim karya Tafsir Anom V yaitu karya ayahnya sendiri.
Kitab Tafsir Al-Quran al-Adzim karya Tafsir Anom V diterbitkan di Surabaya, terdiri dari tiga jilid. Secara tidak langsung, hadirnya kitab Tafsir Al-Qur’an Suci Bahasa Jawi adalah kelanjutan dari kitab Tafsir Al-Qur’an al-Adzim. Lantas yang apa menjadi perbedaan di antara dua kitab tersebut? Penulis mempunyai pendapat bahwa yang menjadi perbedaan adalah tebal dan jumlah kitab tafsirnya. Namun secara bahasa kedua kitab tersebut menggunakan bahasa Jawa lokal khas Keraton yang cenderung lebih halus. Kemudian, dalam kitab Tafsir Al-Qur’an al-Adzim masih menggunakan bahasa Jawa Pegon yang terpisah setiap juznya
Cetakan pertama Tafsir Al-Qur’an Suci Bahasa Jawi diterbitkan pada tahun 1924 yang dicetak oleh Perkumpulan Mardikinto. Kemudian pada tahun 1953, Mohamamd Adnan menulis kitab tersebut kemudian Abdul Basit Adnan putra dari Mohammad Adnan mempunyai keyakinan bahwa kitab tafsir yang terdapat dalam rumahnya adalah karya Ayahnya, maka Abdul Basit kemudian mengumpulkan kitab tafsir tersebut dan kemudian pada tahun 1970 diterbitkan kembali oleh PT. Al-Ma’rif, Bandung. Berkat putranya, Tasfir Al-Qur’an Suci Bahasa Jawi menjadi terkenal dan dipelajari oleh khalayak publik.
Corak lokalitas dalam tafsir Mohammad Adnan sangat dapat dirasakan oleh pembaca. Terutama dari bahasa yang digunakan, bahasa Jawa halus. Bahasa Jawa tersebut sering digunakan oleh para Abdi Keraton sekaligus keturunan Keraton sebagai alat untuk berkomunikasi.
Semangat belajar dan keistiqamahan dalam menuntut ilmu. Pada akhirnya mampu mengantarkan Mohammad Adnan menjadi sosok mufasir sekaligus rektor pertama PTAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Selain menjadi seorang pejabat, kehadirannya di setiap forum seminar dan ketika mengajar sangat disegani oleh para mahasiswa dan masyarakat. Hal tersebut membuktikan bahwa Mohammad Adnan selain menjadi seorang akademisi, di sisi lain ia juga menjadi tokoh agama di masyarakat khususnya di lingkungan Keraton Surakarta.
0 Comments