Ziauddin Sardar pernah mengatakan “Different Civilizations have produced distinctively different sciences” bahwa peradaban yang berbeda telah menghasilkan ilmu pengetahuan yang berbeda.
Selama ini, diskursus terhadap kajian agama selalu berputar pada kajian normatif di mana agama diposisikan sebagai sebuah dogma yang mengajarkan bagaimana hubungan antara Tuhan dengan hamba-Nya, serta aspek pemaknaan ajaran agama dalam ruang lingkup masyarakat.
Kalau diamati, ada ruang yang sering dilupakan dalam pendefinisian agama, terutama Islam, yaitu spirit peradaban ilmiah yang justru menjadikan Islam sebagai pusat peradaban dunia.
Islam sebagai sebuah peradaban merupakan perwujudan dari keutuhan spritual dan material yang didasarkan pada nilai, norma, dan pandangan kosmologi dalam berbagai dimensi.
Apakah kita pernah mendengar istilah Islamic Golden Age?
Nah, istilah itu menandakan sebuah puncak masa keemasan kejayaan Islam yang terjadi di masa dinasti Abbasiyah, mulai dari pertengahan abad ke-8 hingga abad ke-13 yang ditandai dengan perkembangan intelektual yang tidak tertandingi di semua bidang seperti sains, ilmu pengetahuan, teknologi, linguistik, pendidikan dan kedokteran.
Dalam rekaman sejarah, pada masa dinasti Abbasiyah, budaya Islam menjadi campuran dari tradisi Arab, Persia, Mesir dan Eropa. Sikap keterbukaan Islam menjadi faktor penting lahirnya peradaban, akulturasi budaya serta semangat penterjemahan dari hasil karya pemikiran Yunani menambah khazanah yang menghasilkan prestasi intelektual dan budaya menakjubkan.
Tak heran jika kemajuan Barat hingga saat ini, pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. HAR. Gibb dalam bukunya Whitter Islam menyatakan, “Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, ia adalah sebuah peradaban yang sempurna”.
Al-Qur’an Sebagai Sumber Pengetahuan
Tampaknya umat Islam meyakini, pengetahuan pada dasarnya bersumber dari pesan Al-Qur’an sebagai pertanda Tuhan yang memungkinkan manusia untuk belajar dan memahami alam.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan dan menantang manusia dalam menciptakan teknologi maju, bahkan makna ayat diartikan sebagai pesan untuk memahami fenomena alam seperti hujan, angin, pergantian siang dan malam sebagai tanda-tanda Ilahi kepada manusia dalam mengamati serta merenungkan bukti kekuasaan-Nya.
Hasilnya, lahirlah berbagai disiplin ilmu seperti ilmu kedokteran, kimia, astronomi, psikologi dan cabang-cabang ilmu lainnya yang memiliki hubungan langsung dan tak langsung dengan kitab suci umat Islam. Jadi, tidak mengherankan jika pada masa keemasan Islam, para pemikir Muslim memiliki reputasi luar biasa, bahkan seorang dokter, di satu sisi, di sisi lain menjadi ahli metafisika dan filsuf.
Selain Al-Qur’an sebagai sumber rujukan pengetahuan umat Islam, sikap keterbukaan menjadi faktor penting berkembang pesatnya ilmu pengetahuan. Hal ini ditandai dengan didirikannya House of Wisdom yang dikenal dengan istilah “Baitul Hikmah”, para ilmuan, baik Muslim maupun non-Muslim berusaha mengumpulkan dan menerjemahkan berbagai disiplin ilmu ke dalam bahasa Arab kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Turki, Shindi, Persia, Ibrani dan Latin.
Sehingga pada saat itu, Islam telah berhasil menciptakan jaringan lintas budaya dengan menarik Muslim dan kalangan non-Muslim seperti Kristen dan Yahudi dalam rangka membangun peradaban ilmiah, sehingga Islam muncul sebagai peradaban universal.
Disentegrasi Peradaban
Setelah abad ke-13, Islam tengah mengalami kemunduran bahkan berlangsung hingga saat ini. Banyak sarjana Muslim kontemporer berusaha dan berupaya mencari celah agar peradaban Islam kembali, serta menjadi suatu alternatif atau penyeimbang dari dominasi peradaban Barat.
Agak berat untuk menjelaskan faktor kemunduran peradaban Islam, karena kita harus melihat dari berbagai dimensi. Namun ada beberapa hasil penelitian tentang sebab kemunduran peradaban Islam.
Seperti yang dikemukakan oleh David Lindberg bahwa ada beberapa faktor penyebab peradaban Islam mengalami masa kemunduran:
Pertama, munculnya konservatisme yang tidak mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Kedua, disebabkan oleh “Debilitating Warfare” atau peperangan yang melemahkan umat Islam, sehingga memicu adanya persaingan antarbangsa, kemerosotan ekonomi, konflik keagamaan serta ancaman dari luar.
Akibat dari faktor konservatisme yang tidak mendukung adanya perkembangan ilmu pengetahuan serta peperangan yang terjadi yang kerap kali melemahkan tubuh umat Islam sehingga mengakibatkan patronasi ilmiah peradaban Islam memudar dan akhirnya tidak mampu mempertahankan diri.
Kesadaran Kita
Peradaban Islam yang pernah tercatat dalam lembaran tinta emas, seyogianya menjadi spirit kita bersama untuk membangun kembali peradaban yang “hilang” dengan cara kita berusaha untuk membuka diri, mengingat seolah-seolah peradaban itu sekarang terlupakan oleh umat Islam sendiri.
Karena kenyataannya peradaban Islam menjadi peradaban universal disebabkan karena dapat menggandeng agama dan budaya lainnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, melakukan kajian komparatif serta didasari spirit Al-Qur’an dalam mengkaji pesan dan makna yang terkandung di dalamnya, sebagai sumber rujukan, pedoman hidup, dan inspirasi ilmu pengetahuan dalam menjawab tantangan zaman. Semoga ini bisa kembali terwujud. Amin. Wallahu a’lam bi al-shawab.
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
One Comment