Sejarah Penafsiran Al-Qur’an di Indonesia Menurut Howard M. Federspiel

2 min


Federspiel membagi sejarah penafsiran al-Qur’an di Indonesia menjadi tiga periode:

1. Tafsir Generasi Pertama 

Generasi pertama, ditandai dengan gerakan penerjemahan dan penafsiran yang masih terpisah-pisah, yaitu mulai dari permulaan abad ke-20 sampai awal tahun 1960-an. Federspiel tidak menyebutkan secara tegas karya-karya siapa saja yang dapat mewakili tafsir generasi pertama tersebut.

2. Tafsir Generasi Kedua 

Generasi kedua muncul sebagai penyempurna metodologis atas karya- karya generasi pertama. Penerjemahan generasi kedua yang muncul pada pertengahan tahun 1960-an ini, biasanya dibubuhi dengan catatan khusus, catatan kaki, terjemahan kata per kata, dan bahkan disertai dengan suatu indeks yang sederhana. Ada tiga karya yang cukup representatif untuk mewakili tafsir-tafsir generasi kedua, yaitu Al-Furqan karya Ahmad Hassan, Tafsir Al-Qur’an karya Hamidi, serta Tafsir Al-Qur’anul Karim karya Mahmud Yunus.

Tiga karya tersebut telah menunjukkan daya tahannya yang luar biasa. Ketiganya masih tetap digunakan sampai tiga puluh tahun dari peluncuran pertamanya. Popularitas masing-masing terlihat dari pencetakannya yang berulang-ulang. Tiga tafsir yang mewakili generasi kedua di atas dianggap memiliki format yang sama. Teks Arab ditulis di sebelah kanan halaman dan terjemahan di sebelah kiri, serta catatan yang merupakan tafsir.

Kesamaan karakter lainnya terlihat pada penggunaan istilah yang sulit dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia, sehingga ketiganya memberikan penjelasan khusus. Ketiganya juga sama-sama memberikan penjelasan tentang kandungan setiap surat dalam al-Qur’an.

Di tempat lain, dua dari tiga karya tersebut sama-sama membicarakan sejarah al-Qur’an. Mahmud Yunus dan Hamidi, juga sama-sama memberikan indeks sederhana dengan dibubuhi oleh angka-angka yang merujuk pada kalimat tertentu.

3. Tafsir Generasi Ketiga

Adanya terjemah atau tafsir lengkap, menandai munculnya generasi ketiga pada tahun 1970-an. Ada tiga karya yang dianggap mewakili generasi ketiga ini, yaitu Tafsir An-Nur atau Al-Bayan (1966) karya Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Azhar (1973) karya H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan Hamka, Tafsir Al-Qur’anul Karim (1955) karya Halim Hasan.

Tafsir generasi ini sebagai upaya untuk meningkatkan tafsir generasi kedua dan bertujuan untuk memahami kandungan al-Qur’an secara komperehensif. Oleh karena itu, tafsir generasi ketiga ini berisi materi tentang teks dan metodologi dalam menganalisis tafsir. Dalam beberapa hal tafsir-tafsir tersebut merupakan suatu kombinasi dari tafsir-tafsir generasi kedua dan merampingkan hal-hal yang bersifat primer tentang ilmu tafsir. karya-karya tersebut lebih menekankan pada arti al-Qur’an daripada ilmunya.

Tafsir generasi ketiga ini menekankan ajaran-ajaran al-Qur’an dan konteksnya dalam bidang keislaman. Masing-masing dari ketiga tafsir tersebut di atas mengandung teks al-Qur’an dalam bahasa Arab yang lengkap dengan terjemahan bahasa Indonesia dan catatan-catatan penjelasan. Masing-masing juga memiliki indeks, ringkasan, dan daftar istilah-istilah penting. Format ketiga karya tersebut masing-masing agak berbeda, namun demikian dalam banyak hal ketiga karya tersebut memiliki persamaan.

Penyajian tentang kandungan al-Qur’an agak berbeda di antara ketiga penulis. Ash-Shiddieqy dan Hamka menyajikan bagin-bagian pendek yang terdiri dari beberapa ayat, satu sampai dengan lima ayat, dengan terjemahan bahasa Indonesia bersamaan dengan teks Arabnya, kemudian diikuti dengan penjelasan panjang yang mungkin terdiri dari satu sampai lima belas halaman.

Dalam karya-karya tersebut tidak ada upaya untuk menyajikan ayat-ayat al-Qur’an untuk pembacaan yang tidak terputus, melainkan penekanannya pada penafsiran. Hanya Hasan yang menggunakan format seperti tafsir generasi kedua, di mana teks dan terjemahan Indonesianya ditempatkan secara berurutan dan catatan kaki diletakkan di bawah.

Bagian ringkasan merupakan bagian penting dari generasi ketiga. Biasanya ringkasan tersebut ditempatkan sebelum dimulainya teks suatu surat. Ringkasan tersebut menjelaskan tentang tema-tema, hukum-hukum, dan poin- poin penting yang terdapat dalam surat tertentu. Di samping itu ringkasan juga menyajikan suatu sinopsis dari teks, dan juga merupakan petunjuk bagi pembaca untuk memahami bagian-bagian yang penting dari surat tersebut.

Tafsir-tafsir generasi ketiga memperlihatkan peningkatan dari tafsir-tafsir generasi sebelumnya, khususnya terhadap penafsiran itu sendiri, yang menyajikan pengungkapan kembali teks dan penjelasan dalam istilah-istilah agama mengenai maksud bagian-bagian tertentu dari teks. Di samping itu ada materi-materi pendukung lainnya seperti ringkasan surat, yang membantu pembaca dalam memahami materi apa yang dibicarakan dalam surat-surat tertentu dalam al-Qur’an.


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
1
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Muhammad Rafi

Master

Nama saya Muhammad Rafi. Saya berasal dari Kalimantah selatan, lebih tepatny kota Amuntai, sebuah kota yang terkenal dengan itik panggang dan apamnya. Saya dilahirkan di sebuah desa kecil yang bernama Kaludan Besar, pada tanggal 19 Juli 1997 bertepatan dengan 11 Rabiul Awal. Saya adalah anak pertama dari 4 orang bersaudara dari pasangan Abdul Gani Majidi dan Maimunah. Dalam perjalanan pendidikan dan keilmuan, saya memiliki 2 basic, sekolah negeri dan pondok pesantren. Mulai dari MI dan SD, MTs, Aliyah dan Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidyah Amuntai. Saat ini say sedang berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Jurusan Ilmu al-Qur'an dan Tafsir sekaligus sebagai Mahas Santri di Pondok Pesantren LSQ ar-Rohmah Bantul.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals