Bahasa Arab adalah bahasa Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw, sumber pokok ajaran Islam. Setiap muslim niscaya mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa khazanah intelektual dunia Islam dengan cara apa pun, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal.
Kecakapan berbahasa, tidak terkecuali bahasa Arab, meliputi empat ketrampilan secara bertahap, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Skala prioritas masing-masing ketrampilan dalam praktik pembelajaran bahasa adalah sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan yang dimaksud.
Prinsip pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing secara elementer sama dengan pembelajaran bahasa ibu. Anak-anak yang sejak kecil mendengarkan ujaran dan diajak berbicara dengan bahasa Indonesia pada saatnya ia bisa berbicara dengan bahasa Indonesia, tanpa mengenal dan mempelajari tata bahasanya sekali pun. Begitu pula bila seseorang dibiasakan mendengarkan dan diajak berbicara dengan bahasa Arab.
Pembelajaran bahasa Arab di lembaga pendidikan idealnya adalah untuk membekali peserta didik agar mampu memahami Al-Quran dan sunnah serta kitab-kitab pendukung untuk memahami keduanya, yakni tafsir, syarah hadis maupun kitab-kitab ulama seputar kedua sumber pokok ajaran Islam tersebut.
Pelajar kelas satu sampai dengan tiga Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah diusahakan telah dapat membaca Al-Quran dengan lancar. Selanjutnya pelajar kelas empat sampai dengan enam diberi pengalaman membaca Al-Quran dan terjemahnya hingga khatam 30 juz. Kelas empat membaca Al-Quran dan Terjemahnya juz 1 sampai dengan 10, kelas lima membaca Al-Quran dan Terjemahnya juz 11 sampai dengan 20, dan kelas enam membaca Al-Quran dan Terjemahnya juz 21 sampai dengan 30.
Materi pembelajaran bahasa Arab pada jenjang SMP dan MTs adalah ayat-ayat Al-Quran mengenai struktur dan pola kalimat (tarkib), gaya bahasa (uslub), maupun kosakata (mufradat). Kepada para pelajar lebih dahulu diberikan pengantar tentang urgensi Bahasa Arab dan faedah mempelajarinya.
Salah satu kunci sukses pembelajaran bahasa Arab ialah bahwa peserta didik menggunakan bahasa tersebut dalam percakapan sehari-hari tanpa takut salah. Dengan cara demikian peserta didik cepat memperoleh pengayaan kosakata bahasa tersebut. Pada tahun kedua barulah mereka dikenalkan dengan kaidah nahwu atau gramatika bahasa Arab sederhana melalui buku semisal An-Nahwu al-Wadhih.
Terdapat adagium dalam tradisi pembelajaran bahasa Arab di Pondok Pesantren, “Al-‘Arabiyyatu bila nahwin kal-maraqati bila milhin – bahasa Arab tanpa nahwu ibarat sayur tanpa garam.” Tidak ada yang salah dengan adagium tersebut, akan tetapi apa jadinya bila santri lebih dahulu belajar nahwu sebelum ia memiliki perbendaharaan kosakata. Ibarat makan dengan garam tanpa sayur.
Buku ajar ialah buku pegangan siswa dan guru yang berisi materi pelajaran tertentu yang disusun sedemikian rupa untuk jangka waktu dan jenjang pendidikan tertentu guna mencapai tujuan pembelajaran yang berimbang antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa sesuai dengan kehendak institusi penyelenggara pendidikan. Buku ajar ibarat hidangan yang disajikan kepada peserta didik berisi makanan lezat, bergizi, dan menyehatkan sedangkan guru ibarat koki yang menyajikan hidangan itu kepada para peserta didik.
Asas pedagogis dan psikologis penyusunan buku ajar adalah sebagai berikut. Pertama, dimulai dengan materi yang mudah ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak, dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui. Kedua, disesuaikan dengan tingkat berpikir dan umur siswa. Ketiga, mempertimbangkan prinsip perbedaan individu. Keempat, disesuaikan dengan kesiapan dan kemampuan siswa.
Ciri-ciri buku ajar yang baik antara lain sebagai berikut. Pertama, dirancang dengan saksama sebagai buku pegangan siswa. Kedua, menimbulkan minat baca peserta didik. Ketiga, meningkatkan motivasi dan keingintahuan siswa. Keempat, terstruktur berdasarkan kebutuhan siswa dan kompetensi akhir yang akan dicapai. Kelima, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Keenam, mengantisipasi kesulitan belajar siswa. Ketujuh, meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Kegunaan buku ajar bagi guru, pertama, memudahkan tugas guru. Kedua, mengubah peran guru sebagai pengajar menjadi fasilitator. Ketiga, menjadikan proses belajar lebih efektif dan interaktif. Keempat, memandu aktivitas proses pembelajaran. Kelima, sarana evaluasi pencapaian hasil pembelajaran.
Adapun kegunaan buku ajar bagi siswa, pertama, sebagai sarana belajar di dalam dan luar kelas. Kedua, memudahkan belajar di dalam maupun di luar jam pelajaran. Ketiga, membantu belajar siswa sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing. Keempat, melatih siswa belajar mandiri. Kelima, menjadi pedoman belajar dalam kurun waktu tertentu.
Last but not least, bahwa kesuksesan pembelajaran apa pun berada di tangan guru. Kalimat popular di dunia pendidikan, “Ath-thariqah ahammu minal maddah, wal-mudarris ahammu minath-thariqah, wa ruhul-mudarris ahammu min nafsihi – metode adalah lebih penting daripada materi; guru lebih penting daripada metode; dan ruh kependidikan guru lebih penting daripada dirinya.”
0 Comments