Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf-Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan karakter tersebut Muhammadiyah menegaskan dirinya sebagai Gerakan Islam yang melaksanakan misi dakwah dan tajdid. Sedangkan maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah sejak awal berkomitmen dan berkiprah untuk memajukan kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal. Karenanya, Muhammadiyah sejak kelahirannya memiliki watak yang berkemajuan.
Pandangan Islam yang berkemajuan secara faktual melekat dengan kelahiran dan langkah-langkah Muhammadiyah dalam perjalanan sejarahnya. Dalam tulisan Solichin Salam (1962: 15) apa yang dilakukan Kyai Dahlan dan Muhammadiyah generasi awal ialah melawan kekolotan (konservatisme), taklid (fanatisme), dan mengerjakan apa saja apa yang dipusakainya dari nenek moyangnya meskipun itu sudah terang bukan dari ajaran Islam (tradisionalisme).
Secara umum, sebagaimana yang dideskripsikan oleh Salam, kondisi umat Islam ketika Muhammadiyah lahir dicirikan oleh hal-hal berikut (Salam, 1962: 35):
(a) Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak menjadi golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
(b) Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
(c) Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
(d) Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
(e) Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat;
(f) Adanya tantangan dan sikap acuh tak acuh (onverschillig) atau rasa kebencian di kalangan intelegensia kita terhadap agama Islam, yang oleh mereka dianggap sudah kolot dan tidak up to date lagi;
(g) Ingin membentuk suatu masyarakat, di mana di dalamnya benar-benar berlaku segala ajaran dan hukum-hukum Islam.
Sedangkan menurut Mukti Ali, bahwa background atau latarbelakang berdirinya Muhammadiyah dapat disimpulkan dalam empat segi: (1) ketidakbersihan dan campuraduknya kehidupan agama Islam di Indonesia, (2) ketidakefektifannya lembaga-lembaga pendidikan agama, (3) aktivitet dari misi-misi Katholik dan Protestan, dan (4) sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam.
Dengan latar belakang sosiologis yang demikian maka kelahiran Muhammadiyah menurut Mukti Ali memiliki misi gerakan dan orientasi amaliah sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (Ali, 1958: 20).
Dari latar belakang dan misi Muhammadiyah awal itu maka gerakan Islam ini melakukan langkah-langkah di bidang pemahaman dan pembinaan keagamaan, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan amal usaha yang terus berkembang hingga saat ini, yang semuanya berbasis pada pandangan Islam yang berkemajuan. Karena itu masyarakat luas menilai dan menjuluki Muhammadiyah sebagai gerakan Islam reformis, modernis, dan istilah sejenis lainnya yang mengandung esensi Islam yang berkemajuan.
Muhammadiyah memandang Islam sebagai agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan. Kemajuan dalam pandangan Islam adalah kebaikan yang serba utama, yang melahirkan keunggulan hidup lahiriah dan ruhaniah. Adapun da’wah dan tajdid bagi Muhammadiyah merupakan jalan perubahan untuk mewujudkan Islam sebagai agama bagi kemajuan hidup umat manusia sepanjang zaman. Dalam perspektif Muhammadiyah, Islam merupakan agama yang berkemajuan, yang kehadirannya membawa rahmat bagi semesta kehidupan.
Dengan pandangan Islam yang berkemajuan dan menyebarluaskan pencerahan, maka Muhammadiyah tidak hanya berhasil melakukan peneguhan dan pengayaan makna tentang ajaran akidah, ibadah, dan akhlak kaum muslimin, tetapi sekaligus melakukan pembaruan dalam mu’amalat dunyawiyah yang membawa perkembangan hidup sepanjang kemauan ajaran Islam.
Paham Islam yang berkemajuan semakin meneguhkan perspektif tentang tajdid yang mengandung makna pemurnian (purifikasi) dan pengembangan (dinamisasi) dalam gerakan Muhammadiyah, yang seluruhnya berpangkal dari gerakan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah untuk menghadapi perkembangan zaman.
Sebagai gerakan dakwah dan sosial Muhammadiyah menekankan pada pencitraan “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” dan perwujudan diri umat sebagai masyarakat utama. Suatu pencitraan diri keumatan yang konsisten pada pencapaian sosial yang paling tinggi, asasi, dan tercerahkan menyangkut kemakmuran dan kebaikan secara sosial, ekonomi dan politik.
Muhammadiyah sejak kelahiran hingga perjalanannya yang berusia satu abad terus berkomitmen untuk menampilkan jati diri dan implementasi Islam yang berkemajuan. Islam yang murni (aseli, autentik) bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah yang yang maqbulah disertai tajdid atau ijtihad atau pembaruan yang muaranya melahirkan kemajuan sepanjang kemauan ajaran Islam.
Dengan pandangan Islam yang berkemajuan itulah, Muhammadiyah mampu melintasi zaman dalam segala dinamika pasang-surut perjuangan yang dilalaluinya. Spirit Islam yang berkemajuan itulah yang kemudian memberikan inspirasi bagi kemajuan berpikir dan melangkah Muhammaddiyah pada saat ini dan ke depan.
Kini, persoalannya bagaimana mengimplemetasikan Islam yang berkemajuan itu dalam gerakan Muhammadiyah? Ideologi atau suatu pandangan mendasar itu bukan sekadar sistem paham tentang kehidupan, tetapi sekaligus mengandung unsur sistem perjuangan untuk mewujudkan paham tersebut dalam kehidupan.
Artinya Islam yang berkemajuan yang dipahami Muhammadiyah itu harus diamalkan melalui sistem perjuangan yang bersifat kolektif dan terorganisasi sejalan dengan pandangan Islam yang berkemajuan. Namun kini dan ke depan usaha-usaha mewujudkan pandangan Islam yang berkemajuan itu dituntut untuk direvitalisasi sehingga mencapai keunggulan yang tinggi baik dalam pemikiran, kepribadian, maupun amaliah yang ditampilkan Muhammadiyah di tengah kehidupan yang serba kompleks dan sarat tantangan saat ini.
Menurut Dr. H. Haedar Nashir, M.Si dalam usaha mengimplementasikan pandangan Islam yang berkemajuan di lingkungan Muhammadiyah dapat dilakukan langkah-langkah berikut:
Pertama, memahamkan pandangan Islam yang berkemajuan. Artinya meningkatkan usaha-usaha untuk memahami dan memasyarakatkan Risalah Islamiyah dan berbagai pemikiran resmi dalam Muhammadiyah, yang mengandung pandangan Islam yang berkemajuan. Konsep Risalah Islamiyah telah mulai disusun dan penting untuk dilanjutkan.
Kedua, mengembangkan tradisi keilmuan. Artinya melakukan berbagai ikhtiar untuk meningkatkan tradisi keilmuan dan melakukan kajian-kajian pemikiran melalui berbagai diskusi, halaqah, seminar, dan berbagai forum sejenis untuk memperdalam dan memperluas wawsan pemikiran di lingkungan Muhammadiyah.
Anggota Muhammadiyah, lebih-lebih para kader dan pimpinannya, dituntut untuk memiliki tradisi keilmuan yang tinggi sebagai wujud dari gerakan Islam yang berkemajuan. Termasuk membudayakan gemar membaca sebagai bagian dari tradisi keilmuan di kalangan Muhammadiyah. Anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah perlu menggelorakan kebiasaan membaca, sehingga memahami perkembangan pemikiran dan berbagai hal yang bersifat aktual dalam kehidupan saat ini.
Jika tradisi membaca meluas maka tidak akan ketinggalan dalam wacana pemikiran dan perkembangan kehidupan, apalagi merasa bingung dan cemas dalam menghadapi perkembangan aktual. Inilah tradisi iqra’ dan thalabul-ilmi yang diajarkan Islam, yang dalam sejarah telah membangun peradaban dan kejayaan Islam di era keemasan.
Jika anggota Muhammadiyah tidak memiliki tradisi membaca dan memahami pemikiran yang bersifat klasik maupun kontemporer, maka akan mudah kehilangan arah atau orientasi dalam ber-muhammadiyah, bahkan akan mudah terbawa arus oleh berbagai pemikiran dan gerakan yang berkembang di sekitar.
Ketiga, memasyarakatkan pandangan Islam yang berkemajuan ke luar. Anggota Muhammadiyah penting untuk mengkomunikasikan, mendialogkan, dan memperluas sebaran pemikiran atau pandangan Islam yang berkemajuan ke masyarakat luas. Melalui tulisan di media massa, jejaring sosial, pengajian, pengkajian, seminar, diskusi, dan berbagai media publikasi lainnya hendaknya senantiasa dipopulerkan dan dikembangkan pandangan Islam yang berkemajuan.
Hal itu sangat diperlukan selain untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan pemikiran Islam yang dikembangkan Muhammadiyah, pada saat yang sama untuk mengimbangi dan memperkaya pemikiran-pemikiran Islam yang selama ini berkembang dan meluas di masyarakat khususnya di lingkungan umat Islam.
Keempat, al-ishlah fi al-’amal, yakni selalu memperbarui amaliah Islam. Dalam hal ini bagaimana Muhammadiyah mewujudkan pandangan Islam yang berkemajuan dalam amaliah sebagaimana tercermin dalam akksi gerakannya. Muhammadiyah dengan seluruh majelis, lembaga, organisasi otonom, dan amal usahanya penting untuk mengimplementasikan pemikiran-pemikiran Islam yang berkemajuan dalam usaha-usaha yang dilakukan oleh gerakan ini.
Amal usaha, program, dan kegiatan di seluruh lingkungan Muhammadiyah haruslah mencerminkan pandangan Islam yang berkemajuan. Artinya baik yang sudah dilaksanakan selama ini maupun yang hendak dikembangkan hendaknya pengelolaan dan model yang dikembangkan dalam amal usaha, program, dan kegiatan seluruh institusi di lingkungan Muhammadiyah harus lebih baik, unggul, dan utama daripada gerakan-gerakan lain.
Kelima, Implementasi dalam praksis gerakan. Terkait dengan langkah keempat, bagaimana Muhammadiyah dengan pandangan Islam yang berkemajuan mewujudkan amaliah praksis. Istilah praksis (praxis) dalam ilmu sosial kritis yakni tindakan emansipatoris atau tindakan pembebasan yang berbasis pada refleksi. Refleksi dalam mazhab kritis ialah teori atau perspektif berpikir yang selain dibangun di atas Ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak, juga berorientasi pada tindakan yang konkret yang membebaskan kehidupan manusia dari segela bentuk belenggu. Karena itu praksis bukanlah tindakan praktis semata, tetapi praktis yang berbasis pemikiran.
Dalam tradisi pemikiran Muhammadiyah, praksis berarti perpaduan antara “ilmu amaliah” dan “amal ilmiah”. Dalam pemikiran Qurani, praksis ialah perpaduan antara “iman dan amal shaleh” yang begitu banyak disebut dalam ayat-ayat Al-Quran, yang menunjukkan bahwa Islam itu agama yang mempertautkan hablu-minallah dan hablu-minannas secara menyatu dan menyeluruh.
Keenam, Islam diimplementasikan sebagai agama yang memuliakan perempuan. Islam memuliakan manusia baik laki-laki maupun perempuan. Dalam pandangan Islam kemuliaan manusia bukan karena jenis kelamin, suku bangsa, ras, warna kulit, dan sejenisnya, tetapi karena ketaqwaannya
Dengan demikian, Muhammadiyah telah bersinergi dalam menyinari intelektualitas negeri serta memberi ikhtisar damai membangun bangsa yang berkemajuan. Semoga saja kedepannya baik Muhammadiyah atau ormas apapun itu dapat bersinergi serta berintegritas dalam membangun negeri yang kokoh spiritual dan mapan intelektual.
One Comment