Pesan Moderasi beragama bagi generasi milenial penting disampaikan untuk menjaga keberagaman serta kebhinekaan di Indonesia. Salah satunya bisa ditempuh dengan mengkampanyekan moderasi beragama pada semua lini masyarakat. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah tentang pembangunan Sumber Daya Manusia melalui Revolusi Mental, juga program Kementerian Agama RI tentang pengarusutamaan moderasi beragama.
Menggaungkan moderasi beragama ini dirasa perlu karena tantangan di era digital saat ini begitu kompleks, maraknya ustadz dengan pandangan yang ekstrem, media sosial yang dipenuhi narasi kebencian, ujaran hate speech yang merajalela, dan lainnya yang tak kunjung selesai. Di tengah kondisi yang demikian, maka upaya untuk menggemakan moderasi beragama perlu terus dilaksanakan.
Pengertian Moderasi Beragama
Menilik tentang makna moderasi, secara bahasa moderasi berasal dari bahasa Latin moderâtio yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan arti kata moderasi, yaitu pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman. Jadi, jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.
Baca juga: Moderasi Islam: Wajah Akhir Islam Indonesia? |
Adapun dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara (Kemenag RI, 2019). Moderasi beragama juga diartikan cara pandang dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri (Nur Solikin AR, 2019).
Moderasi Agama di Dunia Pendidikan
Dalam konteks pendidikan, utamanya di madrasah (baca: RA, MI, MTs, dan MA), moderasi beragama perlu menjadi spirit dalam penguatan karakter peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan makna slogan “madrasah hebat bermartabat”, hebat berarti meningkatnya kualitas peserta didik dalam aspek akademikdan non-akademik. Adapun aspek bermartabat berkaitan dengan pembentukan dan pembangunan karakter peserta didik guna menghasilkan peserta didik yang berakhlakul karimah.
Di sini terlihat bahwa untuk mewujudkan peserta didik yang berkarakter, utamanya karakter moderat, peran guru sangat diperlukan, guru memiliki kewajiban moral untuk senantiasa kontinyu menyelipkan materi tentang moderasi beragama di setiap pembelajaran. Dikarenakan secara substansi, moderasi beragama bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri, tapi perlu diintegrasikan dengan setiap mata pelajaran yang ada.
Perlahan tapi pasti, guru perlu mulai berbenah dan mengubah paradigma pembelajaran yang lebih holistik dengan menginternalisasikan nilai-nilai moderasi beragama. Guru harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam setiap pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu, hadir dalam kegiatan pembinaan dewan guru Madrasah Aliyah Negeri 2 Sragen, Bp. H. Ihsan Muhadi, S.Ag., M.Si., selaku Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sragen, Jawa Tengah untuk memberikan penguatan moderasi beragama kepada segenap dewan guru MAN 2 Sragen (04/12/2021).
Bapak Ihsan Muhadi dalam arahannya mengingatkan dewan guru untuk selalu memiliki sikap terbuka, toleran, moderat, dan mampu menerima setiap keberagaman yang terjadi di masyarakat. Juga mendorong guru untuk selalu menjadi promotor dalam bersikap dan menghayati agama secara tidak ekstrem, baik ke kiri maupun ke kanan, tetapi mampu bersikap moderat (tawasuth), tidak mudah menyalahkan orang lain yang berbeda dengan dirinya, karena perbedaan itu sendiri merupakan rahmat dari Allah SWT. Apalagi Bp/ibu guru ASN, harus mampu menjadi contoh dan teladan dalam penerapan moderasi beragama di madrasah dan masyarakat.
4 Pesan Moderasi bagi Generasi Milenial
Melihat perkembangan peserta didik di era digital saat ini, tanggung jawab guru dalam penguatan moderasi bergama menjadi semakin berat. Hal ini dikarenakan perkembangan internet yang semakin luas, media sosial yang sarat hoaks dan ujaran kebencian, komentar-komentar tak beradab, maraknya judi online, pornografi dan pornoaksi, dan sebagainya. Namun, tidak ada hal baik yang mudah, yang penting ada kemauan pasti ada jalan. Pak Ihsan memaparkan setidaknya ada 4 (empat) pesan penting yang perlu diinternalisasikan ke peserta didik milenial berkenaan moderasi beragama, yaitu:
Pertama, komitmen kebangsaan. Peserta didik milenial harus mampu memahami dan menghayati pilar-pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Bahwa bentuk negara ini sudah final, jangan mempertentangkannya dengan Al-Qur’an dan Hadits yang malah akan menimbulkan kerancuan berpikir. Bentuk negara sudah merupakan konsensus bersama para founding fathers negara ini. Mari ikuti dan laksanakan dengan baik setiap kebijakan dari pemerintah yang mengandung maslahat, jika ada masukan atau kritik bisa dilakukan sesuai aturan dan prosedur yang ada.
Kedua, toleransi. Peserta didik di era milenial perlu memiliki rasa toleransi (tasamuh) yang tinggi. Sikap toleransi ditandai dengan kemampuan untuk menghormati, menghargai, dan mampu bekerja sama. Dalam kerja-kerja sosial kemanusiaan, kita boleh bersinergi dengan siapapun, tidak pandang agama, ras, dan suku, seperti penggalangan bantuan bencana, kerja bakti bersih desa, kegiatan karang taruna, dan sebagainya. Batasan toleransi berkenaan mengikuti hal-hal yang bersinggungan langsung dengan aqidah, selainnya maka diperbolehkan.
Ketiga, ramah terhadap budaya lokal. Peserta didik milenial, selain akrab dengan teknologi juga perlu melestarikan budaya lokal yang adiluhung. Karena pada hakikatnya di dalam budaya lokal, terkandung nilai-nilai luhur yang bisa dipedomani dalam mewujudkan masyarakat yang damai dan tenteram. Jangan sampai menghina atau menyalahkan budaya lokal sebagai ajaran yang sesat dan tidak dicontohkan oleh Nabi. Sikap dewasa yang perlu ditunjukkan adalah tidak perlu mengikuti budaya yang tidak kita suka, tetapi hormatilah mereka yang melaksanakan, selalu utamakan sikap toleran dan saling menghargai.
Keempat, agama tidak mengajarkan kekerasan. Semua agama tidak mengajarkan kekerasan, kekerasan muncul dari pandangan yang sempit dalam memaknai dan memahami teks suci. Generasi milenial perlu memahami dengan baik, bahwa kekerasan tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik, segala jenis tindakan terorisme dan intoleransi tidak dibenarkan oleh agama apapun.
Baca juga: Moderasi Beragama Melawan Korupsi |
Oleh karena itu, penting bagi generasi milenial untuk menggalakkan kontra-narasi terhadap ide-ide radikal yang mengalir menganak sungai di media sosial. Karena sejatinya ide kekerasan digerakkan oleh sebagian kecil orang. Mengutip pendapat Ali bin Abi Thalib, “Kebaikan yang tidak terorganisir akan kalah oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik.”
Demikian empat pesan yang dapat dijadikan pijakan generasi milenial untuk mampu menjadi generasi emas yang moderat, berkarakter, dan berakhlakul karimah sesuai slogan “madrasah hebat bermartabat”. Mari semua lini masyarakat senantiasa bersatu padu, bahu membahu untuk menjadi agen perubahan dalam internalisasi moderasi beragama, sehingga tercipta masyarakat yang damai dan tenteram. Semoga.
Editor: Ahmad Mufarrih
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
One Comment