Sebagai bagian dari kawasan timur yang berperadaban spiritual, Indonesia telah menjadikan pesantren sebagai institusi pemelihara identitas dan moral anak bangsa. Pesantren terbukti telah berhasil membuat formula yang tergolong unik, di mana proses pendidikan yang terjadi di dalamnya tidak hanya berkutat pada proses belajar mengajar secara formal. Akan tetapi, setiap aktivitasnya memiliki muatan mendidik.
Kondisi tersebut membuat institusi ini menjadi arena pendidikan yang kompleks. Lihat saja dari pola hubungan dan gaya interaksi yang terjadi antara santri dan kyai.
Pesantren dan Pola Pendidikannya
Kyai sebagai orang tua kedua bagi para santri diposisikan terhormat. Di samping karena kyai merupakan pemegang otoritas tertinggi di Pesantren namun juga karena Kyai merupakan orang tua. Memang bentuk praksis penghormatan santri kepada kyai memiliki perbedaan karena menyesuaikan dengan kultur lokalitas di tiap Pesantren. Namun secara substansial memiliki kesamaan.
Sebagai contoh bentuk penghormatan kepada seorang kyai di daerah Lamongan dan Gresik adalah dengan mengerumuni kyai dan secara bergantian mencium tangan kyai. Namun berbeda dengan Jombang, Kediri sampai Banyuwangi di mana penghormatan santri ditunjukkan dengan sikap berdiri sambil merunduk dan menunggu kyai lewat.
Dari pola interaksi antara seorang santri dan kyai yang sebetulnya terlihat simpel, namun dalam instansi pesantren tetap mendapat perhatian. Di samping interaksi antara seorang kyai dan santri, interaksi antar santri juga tidak kalah mendapat perhatian.
Dalam interaksi antar santri mendesain pola kehidupan yang equal dan plural. equel di sini adalah semua santri akan mendapat perlakuan yang sama. Tidak memedulikan latar belakang santri, status sosial orang tua dan lain sebagainya. Di samping itu kehidupan seorang santri dikondisikan plural di mana santri dari berbagai latar belakang, karakter, usia hidup bersama dalam keseharian.
Di sini pesantren merekayasa lingkungannya menjadi miniatur masyarakat yang secara otomatis memfasilitasi santri untuk belajar membangun kehidupan sosial. Serta wadah untuk mempraktikkan ilmu dari proses pembelajaran yang terjadi.
Baca juga: Pesantren sebagai Meeting Point |
Beda Pesantren dan Lembaga Lain
Kondisi ini benar-benar belum bisa tergantikan dengan peranan pendidikan formal. menurut saya, lembaga pendidikan formal hari ini kurang pas jika di beri nama lembaga pendidikan. Justru terasa lebih pas jika disebut dengan pasar ilmu pengetahuan.
Hal ini tercermin pada praktik lembaga pendidikan formal hari ini yang cenderung bersifat transaksional. Di mana lembaga pendidikan menyediakan fasilitas serta jaminan capaian yang bagi anak didik (konsumen). Namun ada transaksi yang terjadi untuk mendapat fasilitas dan capaian tersebut. Interaksi yang terbangun dalam lembaga pendidikan formal hanya berkutat pada itu saja.
Di samping itu peranan seorang pengajar di lembaga pendidikan formal cenderung terbatas hanya di raung kelas, sedangkan di luar kelas sudah tidak.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan kondisi pesantren yang tidak hanya melakukan interaksi terbatas di kelas melainkan menyeluruh pada setiap aktivitas keseharian. Dalam tradisi pesantren, ada sebuah adat yang telah menjadi kebiasaan dari orang tua wali. Yaitu sowan, sebelum memasukkan anaknya ke pesantren.
Kelebihan Institusi Pendididikan Tertua ini
Sowan adalah kegiatan bersilaturrahim dengan tujuan mengenal kyai serta prosesi penyerahan santri dari orang tua ke kyai. Hal ini memperlihatkan itikad yang cukup baik dari seorang santri sekaligus walinya untuk memulai menempuh pendidikan.
Dari sini mulailah proses interaksi antara seorang santri dan kyai terbangun. Dan proses interaksi ini akan terbangun terus-menerus selama proses nyantri berlangsung. Dalam proses inilah, sorang santri akan terkondisikan memiliki ikatan batin yang cukup kuat dengan kyai. Sehingga proses transfer ilmu pengetahuan yang terjadi selama proses nyantri dapat berjalan dengan baik.
Dalam pesantren, seorang santri dan kyai tidak hanya sekedar membangun interaksi antara seorang pengajar dengan seorang pelajar. Namun ikatan yang terbangun dalam pesantren adalah ikatan kekeluargaan. Inilah yang menjadikan seorang kyai memiliki tanggung jawab yang besar untuk mendidik santrinya sebagai mana mendidik anaknya. Uraian di atas sebenarnya hanya sekelumit contoh dari kompleksitas sistem pengajaran yang berjalan dalam pesantren.
Beberapa poin plus yang berhasil hadir di pesantren menjadikan lembaga ini tidak dapat tergantikan oleh lembaga pendidikan formal. Namun dengan suasana tetap mempertahankan kultur awal pesantren, pesantren juga harus mengikuti perkembangan zaman dari segi konten pengajaran.
Baca juga: Pesantren sebagai Institusi Peradaban Manusia |
Pesantren Harus Berbenah
Pesantren yang terkenal sebagai institusi dengan mata pelajaran kitab-kitab kuning, harus menambah konten pengajaran sesuai dengan kebutuhan dunia modern. Karena baru sedikit pesantren yang mulai terbuka dan mulai kembali merekonstruksi konten pelajaran di dalamnya.
Dengan mulai terbukanya pesantren untuk menyesuaikan perkembangan zaman, akan membuat institusi ini bertahan. selain itu akan mencetak lulusan yang siap secara keilmuan dan secara mental berkontribusi terhadap masyarakat. Sehingga bisa mendorong percepatan pembangunan SDM di Indonesia.
Hal ini seharusnya juga mendapat perhatian dari lembaga pendidikan formal serta pihak yang memegang kebijakan. Setidaknya untuk mengadopsi beberapa sistem yang baik dari Pesantren untuk diimplementasikan di lembaga formal. Tentunya sebagai upaya pengembangan kualitas pendidikan ke arah pendidikan berbasis karakter.
Hal ini setidaknya akan sedikit menyumbang untuk membenahi sikap mental masyarakat Indonesia di samping kecakapan dalam ilmu pengetahuan serta berbagai skill yang senada dengan tuntutan dunia modern.
2 Comments