Menjaga Persatuan, Merawat Indonesia

Merawat persatuan dan kesatuan harus didudukkan secara proporsional. Merawat Indonesia untuk tetap menjadi ‘baldatun thayyibun wa rabbun ghafur’3 min


4
4 points

Akhir-akhir ini kita sering disuguhi pelbagai konflik, yang kadang sengaja ‘dibuat’. Tidak sedikit fitnah, perpecahan, dan perselisihan terjadi semata-mata untuk mengejar kepentingan pribadi atau golongan. Akibatnya, persatuan, persahabatan, dan persaudaraan menjadi tersisihkan.

Menyambut hajat besar –Pemilihan Umum (Pemilu) 2019–, tidak jarang kita disuguhi praktik-praktik kasus intoleransi agama. Polarisasi masyarakat yang terjadi di Indonesia dapat menyebabkan kerentanan yang tinggi sehingga rentan muncul konflik horizontal. Dan, praktik kampanye politik yang mulai mengarah ‘perselisihan’ pada unsur suku, ras, agama, dan antar golongan atau SARA harus dihentikan.

Kalau kita menelusuri dalam Al-Qur’an, surat Ali Imran ayat 103, Allah Swt dengan tegas berfirman: ‘Wa’tasimu bihablillahi jami’an wa la tafarraqu’, berpegang teguhlah di jalan Allah, di tali Allah, dan janganlah bercerai-berai. Jelas sekali, persatuan merupakan sesuatu yang sangat penting, untuk dibangun, dirawat, dilestarikan.

Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bersabda, “Orang beriman, yang satu dengan lainnya seperti bangunan yang saling menguatkan satu sama lain.”. Menjaga persatuan itu penting. Karenanya, konflik, perpecahan, kita sepakat merupakan hal yang harus dihindari. Rasulullah saw telah memperingatkan kaum Muslimin akan bahaya perpecahan dan perselisihan serta menjelaskan akibat dari keduanya, yang berupa kerusakan dan kehancuran. “Janganlah kalian berselisih, karena orang-orang yang berselisih sebelum kamu nyata-nyata telah mengalami kehancuran.”

Terkait hal ini, Allah Swt mewajibkan kaum Muslimin untuk segera mencari jalan keluar jika terdapat perselisihan di antara mereka agar keburukan yang terdapat di dalamnya tidak tersebar luas. Allah SWT berfirman, “Dan apabila dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah di antara keduanya.” (QS. Al-Hujurat: 9)

Indonesia itu luar biasa. Bayangkan! Jumlah penduduknya lebih dari 250 juta jiwa, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau. Terdiri dari 5 kepulauan besar dan 30 kelompok kepulauan kecil. Termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni. Di dalamnya ada 3 dari 6 pulau terbesar didunia, yaitu: Kalimantan sebagai pulau terbesar ketiga di dunia dengan luas 539.460 km², Sumatera  luasnya 473.606 km² dan Papua yang luasnya 421.981 km².

Di dalamnya terdapat beragam suku bangsa. Ada 1340 suku bangsa dengan corak kebudayaan yang berbeda-beda. Agama di Indonesia, juga bermacam-macam, paling tidak, terdapat enam agama yang dipeluk mayoritas masyarakat. Masih ditambah lagi penganut kepercayaan. Dilihat dari pengikut organisasi kemasyarakatan, juga sangat banyak variasinya. Belum lagi kelompok partai politik. Luar biasa majemuknya.

Penulis yakin, Indonesia dengan segala keragamannya merupakan anugerah yang dihadiahkan Allah swt untuk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tugas kita sebagai masyarakat Indonesia adalah mensyukurinya. Bersyukur dengan cara merawat Indonesia menjadi ‘baldatun thayyibun wa rabbun ghafur’. Dengan demikian, benar jika semboyan Indonesia adalah ‘Bhineka Tunggal Ika’.

Kita, sebagai generasi penerus bangsa, sudah seharusnya dapat menghargai para founding fathers bangsa ini dengan menelorkan gagasan cerdas dan ide kreatif dalam bingkai persatuan dan kesatuan. Tantangan besar yang kini dihadapi adalah bagaimana kita merawat rumah besar Indonesia.

Merawat persatuan dan kesatuan harus didudukkan secara proporsional. Dilihat dari dimensi hubungan manusia, ada dua dimensi hubungan, habl minallah dan habl minannaas. Urusan habl minallah harus berpijak pada aqidah yang diyakini, sementara habl minannaas, dibangun atas semangat mensyukuri sebagai bangsa Indonesia.

Sebagai umat Islam, kita harus yakin bahwa agama Islam merupakan agama yang paling benar. Di sisi lain kita juga yakin bahwa ada saudara non muslim yang juga yakin dan percaya kepada agamanya sebagai agama yang otentik,genuine, yang mereka percaya. Kita harus bisa menghormati itu. Itulah konsep habl minallah.

Sedangkan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, kita semua tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang dibangun atas kesepakatan yang berdasar konstitusi, Pancasila dan UUD 1945. Jelas, kita tidak boleh melanggar konstitusi Negara tersebut.

Barang siapa yang melanggar konstitusi, Rasulullah bersabda ‘Man qatala nafsan mu’aahadan bighairi hillihaa fa haraamun ‘alaihil jannah an yasyumma riihahaa’, barang siapa yang membunuh seseorang yang telah terikat dalam sebuah konstitusi, dalam sebuah perjanjian bersama tanpa alasan benar, maka haram baginya bau surga.

Al-Qur’an sangat menganjurkan dan mewajibkan kita untuk menaati konstitusi negara. Inilah ajaran toleransi yang ada di dalam Islam. Ialah meyakini agama kita sebagai agama yang paling benar, namun tetap menghargai orang lain. Sementara, orang lain orang lain juga akan menghargai dan meyakini hal yang sama seperti kita. Konsekuensinya, kita dapat hidup rukun, bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah yang dinamakan habl minannaas.

Menjaga persatuan merupakan salah satu kewajiban di antara kewajiban lainnya. Di akhir tulisan ini, penulis menegaskan sekali lagi bahwa cara kita bersyukur sebagai orang Indonesia yaitu dengan merawat Indonesia. Mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada bangsa Indonesia dapat dilakukan dengan banyak cara. Baik melalui jalan pendidikan, budaya, ekonomi, hingga sosial politik.

Merawat Indonesia dengan terus menjaga persatuan dan kesatuan serta tetap ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Sebagaimana yang tertera dalam pancasila. Mari, bersyukur, karena telah ditaqdirkan Allah swt menjadi orang Indonesia. [ahf]


Like it? Share with your friends!

4
4 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
1
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
3
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
3
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Abdul Halim Fathani
Abdul Halim Fathani merupakan dosen di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang. Lahir di Lamongan, tepat Hari Pahlawan 1983. Pendidikan tinggi S1 Matematika ditempuh di UIN Malang, dan melanjutkan S2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang. Ia berkesempatan 'nyantri' di pesantren Tanwirul Qulub dan Al-Ma'ruf, keduanya di Lamongan. Memiliki hobi membaca sekaligus menulis dan selalu menjadikan “matematika” sebagai perspektif. Berbagai tulisannya dapat dibaca di berbagai media massa/online. Ada yang dipublikasikan dalam bentuk buku, artikel jurnal ilmiah, maupun prosiding ilmiah. Ada yang berperan sebagai penulis tunggal maupun kontributor dalam buku “antologi”. Aktif di Komunitas “Sahabat Pena Nusantara” dan “Forum Literasi Matematika”. Korespondensi via email: [email protected] atau HP. +6281334843475.

2 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals