Akal memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia sekali di dalam Islam. Dari sisi bahasa, perkataan akal diambil dari akal katanya : ’Aqola-Ya’qilu yang bermakna mengikat. Akal disebut akal karena akal mampu mengikat kita untuk tetap berada dalam kebenaran. Dengan akal maka terselamatlah diri kita dari mengikuti hawa nafsu yang sennatiasa mengheret kepada keburukan dan pelanggaran.
Dalam Islam, penggunaaan akal mestilah mengikuti kaidah-kaidah yang ditentukan oleh wahyu. Supaya akal tidak kebablasan dan tidak mudah digiring oleh kepentingan sehingga tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, tidak memuliakan yang hina dan menghinakan yang mulia.
Dengan bimbingan wahyu maka kita akan mengenali dengan tepat siapa manusia yang terpuji dan siapa manusia yang tercela, siapa yang mendatangkan kebaikan dan siapa yang mendatangkan keburukan. Dengan bimbingan wahyu, akal tidak akan mudah terpengaruh oleh kepintaran dan kekayaan seseorang, kemajuan dan elok rupanya, mulut manis dan pemurahnya. Maka akal kita mestilah kita sandarkan kepada wahyu-wahyu Allah yang senantiasa membimbing dan menunjuki kita, memelihara dan menyelamatkan kita.
Maka sesungguhnya orang yang berakal bukan hanya orang yang menggunakan otak di kepala saja, akan tetapi juga menggunakan hati di dalam dada, hati yang berisi iman dan ilmu pengetahuan. Seperti hati yang dimiliki oleh para ulama dan pejuang, bukan hati yang dimiliki oleh para pendengki.
Siapapun kita, wajib hukumnya memelihara dan menjaga akal, salah satu tujuan risalah Islam adalah memelihara kemuliaan akal (hifz al-‘aql). Maka dalam Islam kita dilarang meminum minuman yang memabukkan, narkoba dan judi karena bisa menghilangkan fungsi akal, sehingga kita tidak dapat berfikir dengan baik dan bijaksana.
Islam melarang hiburan yang melalaikan dan membangkitkan hawa nafsu, karena bisa menghilangkan fungsi akal, sehingga kita tidak bisa lagi berfikir untuk mengisi kehidupan dengan perbuatan yang bernilai dan berharga. Begitu pula pelanggaran terhadap kemusyrikan dan segala bentuk kekufuran, karena akan menyia-nyiakan fungsi akal. Sehingga kita tidak lagi akan menjadikan Allah sebagai tujuan dan tumpuan dalam hidup.
Maka, siapapun kita wajib memelihara dan menjaga fungsi akal; akal kita, akal anak-anak kita, akal pelajar dan mahasiswa kita, dan secara umum akal masyarakat kita. Jagalah akal dari budaya-budaya yang bertentangan dengan Islam, jagalah akal dari musuh-musuh yang benci terhadap Islam, jagalah akal dari kehendak-kehendak hawa nafsu yang hanya mengejar kepentingan dan kedudukan.
Maka lembaga pendidikan dan perguruan tinggi. Departemen Agama, organisasi keilmuan hendaklah lebih sensitif (hassaas) dalam memelihara akal umat. Jangan kita pula sebagai penabur racun dan meluluh lantakkan akal umat.
Saat ini, kita mendambahkan tokoh cendikiawan yang bukan hanya memiliki akal yang cerdas dan otak yang geliga, akan tetapi juga memiliki iman yang benar, amal yang ikhlas dan moral yang terpuji. Kepada masyarakat kami menghimbau dapatkanlah ilmu dari sumber-umber yang suci, sesungguhnya sumur yang tercemar sekali-kali tidak akan mengeluarkan air yang segar.
Apabila demikian tingginya kedudukan akal, yaitu akal yang di bombing oleh wahyu maka menjaga dan memelihara akal adalah Harga Mati yang tidak ada tawar menawar di dalamnya, ia adalah perjuangan suci yang tidak ada toleransi di dalamnya.
Berperanlah dalam menjaga dan memelihara akal dengan berfikir mengikut wahyu bukan hawa nafsu. Mari kita bimbing akal kita dengan ilmu yang benar yaitu ilmu yang diwarisi dari para ulama. Mari kita cerdasakan akal kita dengan pengetahuan yang luas dengan membaca apa saja dengan hati yang ikhlas, bukan hanya bacaan yang disuguhkan oleh orang yang memiliki rencana buruk terhadap kita melalui perang urat syaraf (al-gazwyl fikry).
0 Comments