Permasalahan mengenai pungutan liar (pungli) pada dasarnya telah menjadi perhatian serius oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak periode pertama, sebagaimana dimunculkannya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 87 tahun 2016 tentang Satu Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Hal ini kemudian diperkuat dengan dibentuknya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungi).
Akan tetapi, hingga saat ini kasus-kasus pungutan liar masih saja terjadi di berbagai daerah yang ada di Indonesia dengan skala yang tidak sedikit. Hal ini bisa dibuktikan dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Saber Pungli, terhitung sejak Oktober 2016 hingga Oktober 2018, yang mencapai hingga 8.424 kasus pungli.
Sebagai salah satu tindak pidana, pungutan liar ini memiliki unsur-unsur yang sangat erat kaitannya dengan tindak pidana korupsi, (lihat UU No. 20 tahun 2001Tentang Pemberantasan Tindakan Korupsi). Dari sini, tindakan pungutan liar dan korupsi mesti selalu menjadi perhatian bersama, terlebih jika dilihat dari perspektif Islam, termasuk dalam hadis Nabi SAW, yang menjadi fokus tulisan ini.
Secara historis, kasus pungutan liar pada dasarnya sudah ada pada masa awal perkembangan Islam, hal ini dapat diketahui dalam kasus-kasus pemerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu kepada para pedagang di pasar-pasar yang ada kala itu. Tidak jarang perbuatan liar tersebut dilakukan dengan mengatasnamakan aturan untuk melakukan pungutan liar yang berasal dari pejabat setempat, padahal tindakan tersebut dilakukan dengan unsur kezaliman terhadap para pedagang.
Kenapa korupsi tak kunjung pergi? Baca: Korupsi Berjamaah |
Menyikapi hal tersebut, Nabi Muhammad SAW sendiri telah melarang tindakan pungutan liar tersebut, hal ini sebagaimana dalam hadisnya yang mengatakan:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ النُّفَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاق، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
“Abdullah bin Muhammad menceritakan kepada kami, Muhammad bin salamah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abi Habib, dari Abdurrahman bin Syimasah, dari Uqbah bin Amir, Rasulullah SAW bersabda: tidak akan masuk surga orang yang memungut pajak (cukai)” (HR. Abu Dawud nomor 2939).
Sama halnya dengan sanksi pelaku pungutan liar, pelaku korupsi juga dikatakan dalam hadis sebagai orang yang tidak akan masuk surga. Hal tersebut juga ditegaskan sebagaimana dalam beberapa hadis lainnya seperti yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi nomor 1497 dan 1498, Ibnu Majah nomor 2403, Ad-Darimi nomor 2479.
Kerasnya ancaman yang ditegaskan dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa betapa perhatiannya Islam terhadap larangan perbuatan korupsi (ghulul). Jika dilihat dari klasifikasi korupsi dalam fiqh jinayah, tindakan pungutan liar ini juga bisa dikategorikan sebagai bagian dari tindakan korupsi, sebagaimana halnya juga tindak penggelapan (ghulul), penyuapan (risywah), perampokan (hirabah), dan pungutan liar (al-mask).
Keterkaitan yang erat antara pungutan liar dengan korupsi disebabkan keduanya merupakan perbuatan zalim: pelaku pungutan liar dan korupsi tidak mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak benar.
Korupsi juga terjadi di berbagai bidang loh! Baca: Korupsi Sumber Daya Alam dan Kesejahteraan |
Unsur kezaliman yang terdapat pada tindak korupsi maupun pungutan liar dapat diketahui baik dari cara yang dilakukannya, maupun dari hasil yang diperolehnya. Kedua perbuatan tersebut sama-sama dilakukan dengan cara merampas harta orang lain dan dengan cara yang sewenang-wenang dan bukan dengan jalan yang benar.
Selain hal di atas, relasi atau kesamaan perbuatan korupsi dengan pungutan liar adalah bahwa pelaku kedua perbuatan tersebut senantiasa mengabaikan amanah yang diberikan kepadannya, dan hanya mementingkan hawa nafsunya semata. Lebih jauh, pelaku perbuatan korupsi maupun pungli tidak memiliki kepekaan atas keadaan, yang kemudian hanya akan menimbulkan kejahatan kepada rakyat atau pihak lain.
Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga relasi utama yang menghubungkan pungutan liar dengan korups. Pertama, kesamaan pada aspek kezaliman yang melekat atas kedua perbuatan tersebut. Kedua, dua perbuatan tersebut merupakan perbuatan zalim, baik kepada dirinya sendiri terlebih lagi kepada orang lain. Ketiga, baik tindak korupsi maupun pungli, keduanya sama-sama sanagt dilarang oleh Nabi sebagaimana ditegaskan dalam beberapa hadis, bahkan pelaku dari kedua tindak pidana tersebut diancam dengan digolongkannya mereka ke dalam orang-orang yang tidak akan masuk surga. []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
One Comment