Mempelajari Alquran dan Mengajarkannya (Cerita Sang Guru | Sesi I)

“Al-Quran adalah lautan tak bertepi, sumur tanpa dasar. Rengkuhlah Al-Quran, niscaya Pemilik Al-Quran merengkuhmu.”3 min


4
18 shares, 4 points

Berinteraksi dengan Al-Quran dapat dikatakan sebagai pengalaman sepanjang hayat. Di usia balita saya sering mendengar ayah kami membaca Al-Quran, terutama bakda subuh, setelah pulang dari masjid. Sebagai Ketua Takmir Masjid Perak Kotagede Yogyakarta beliau selalu membaca Al-Quran di masjid 15 menit menjelang adzan subuh, hingga khatam puluhan kali.

Saya dan saudara-saudara belajar membaca Al-Quran bersama bapak di rumah. Kami tidak boleh makan malam sebelum mengaji. Tak jarang ayah memarahi kami bila bacaan kami kurang lancar. Setiap kali kami satu per satu dari sebelas bersaudara khatam membaca Al-Quran ayah memotong ayam.

Bilamana telah khatam membaca Al-Quran, pelajaran selanjutnya adalah membaca Al-Quran dan Terjemahnya sampai khatam pula, walaupun kami belum begitu mengerti bahasa Indonesia. Sedikit demi sedikit saya jadi ingat maksud sebagian ayat Al-Quran yang berulang. Apabila bertemu ayat yang diawali dengan lafal “Ya ayyuhalladzina amanu…” secara spontan saya akan mengartikannya, “Hai orang-orang yang beriman…”

Saya semakin antusias mempelajari Al-Quran setelah memperoleh pelajaran hadis Nabi saw, “Khairukum man ta’allama al-qur’an wa ‘allamahu – Sebaik-baik kalian ialah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR Bukhari). Saya sangat menikmati bacaan Al-Quran yang dilagukan setiap sore di masjid menjelang maghrib, baik ketika di Pondok Pesantren Pabelan Magelang, maupun setelah melanjutkan pelajaran di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.

Almarhum KH Imam Zarkasyi mengemukakan petuah, “Bagi kami, alumni Gontor yang mau mengajar ngaji di kampung, di sebuah surau kecil di pinggir sungai, adalah orang besar. Insyaallah pahalanya tidak kalah besar dari seorang Presiden.” Maka dari itu, ketika Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga menawarkan tugas mengajar mata kuliah Tafsir Al-Quran (1990) segera saya terima dengan penuh syukur dan gembira.

Studi lanjut S2 dan S3 memberikan kesempatan untuk menimba ilmu Al-Quran dari Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, M.A. sekaligus berlatih menulis tentang Al-Quran. Studi S2 saya akhiri dengan menulis tesis “Pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyyah dalam Tafsir Surah Al-Ikhlash” di bawah bimbingan almarhum Prof. H. Zaini Dahlan, MA. Tesis tersebut diterbitkan menjadi buku dengan judul yang sama.

Studi S3 saya selesaikan dengan menulis disertasi berjudul “Perbandingan Penafsiran Muhammad Rasyid Ridha dan Sayyid Quthb tentang Jihad dalam Al-Quran” dengan promotor Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah dan Prof. Dr. H. M. Roem Rowie, MA. Semula promotor pertama saya Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab. Sehubungan dengan tugas beliau sebagai Duta Besar Mesir, beliau digantikan oleh Prof. Dr. H. M. Roem Rowie, MA. Seperti halnya Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, beliau juga alumni Universitas Al-Azhar Mesir.

Sebagai pengantar kuliah kajian Al-Quran untuk mahasiwa S1, S2, maupun S3, saya salalu sampaikan dua kutipan dari buku Prof. M. Quraish Shihab, “Al-Quran adalah jamuan Tuhan. Rugilah orang yang tidak menghadiri jamuan-Nya, dan lebih rugi lagi yang hadir tetapi tidak menyantapnya.” (Hadis); “Ayat-ayat Al-Quran bagaikan intan: setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dari apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil, jika Anda mempersilakan orang lain memandangnya, ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang Anda lihat.” (Abdullah Darraz).

Berinteraksi dengan mahasiswa S1, S2, dan S3 saya selalu berusaha menginspirasi mereka dengan topik-topik kajian yang dapat dikembangkan untuk penelitian skripsi, tesis, maupun disertasi. Untuk itu para mahasiswa saya sarankan menyediakan halaman terakhir catatan mereka untuk menginventarisasi topik-topik yang dimaksud. Tidak sedikit di antara mereka yang di kemudian hari menulis skripsi, tesis, maupun disertasi tentang topik yang diintroduksi di dalam diskusi kelas.

Di antara judul penelitian sebagai tugas akhir yang mereka tulis ialah “Kearifan Lokal dalam Tafsir Al-Azhar”, “Tidur, Mimpi, dan Lupa dalam Perspektif Al-Quran dan Psikologi”, “Kecerdasan Seksual dalam Al-Quran”, “Konsep Kebahagiaan dalam Tafsir Al-Azhar”, “Perumpamaan Al-Quran dalam Tafsir Al-Mishbah”, “Kecerdasan Majemuk Nabi Muhammad saw dalam Al-Quran”, Single Parent dalam Al-Quran.”

Sebagai Dosen Ilmu Tafsir saya menulis sejumlah buku sesuai dengan bidang tugas saya. Di antara buku-buku saya adalah sebagai berikut.

Jihad dalam Al-Quran (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), Al-Quran dan Ulumul Quran (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), Pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyyah dalam Tafsir Surat Al-Ikhlash (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), Jihad Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fi Zhilal Al-Quran (Solo: Era Intermedia, 2001), 10 Jam Belajar Membaca Al-Quran (Yogyakarta: Oval, 2005), Perbandingan Penafsiran Muhammad Rasyid Ridha dan Sayyid Quthb tentang Jihad dalam Al-Quran (Jakarta: Litbang Depag RI, 2005), Kontroversi Jihad di Indonesia: Modernis versus Fundamentalis (Yogyakarta: Pilar Media, 2006), Indeks Al-Quran Juz ‘Amma (Bandung: Mizania, 2009), Kamus Pintar Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Kearifan Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Nur ‘Ala Nur: Sepuluh Tema Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Permata Al-Quran (Jakarta: Kalil-Gramedia, 2014), Mengerti Asbabun Nuzul (Jakarta: Zaman, 2015), Tafsir Al-Fatihah dan Juz ‘Amma Untuk 12 Tahun ke Atas (Jakarta: Kalil-Gramedia, 2016). Buku yang akan segera terbit, 365 Renungan Harian Al-Quran (Bandung: Mizan, 2018), Fenomena Al-Quran: Diskusi Pemikiran Ulil Abshar-Abdalla, Luthfi Asyaukanie, dan Abdul Moqsith Ghazali (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018).

Untuk membangkitkan keingintahuan dan kecintaan mahasiswa terhadap Al-Quran, saya sertakan kutipan pemikiran para ulama dan cendekiawan dalam lembar Satuan Acara Perkuliahan. Di antara kutipan favorit saya adalah sebagai berikut.

“Al-Quran memberikan kemungkinan arti yang tak terbatas. Ayat-ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi baru; tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.” (Mohammed Arkoun).

“Tak seorang pun dalam Islam yang mengklaim dirinya sebagai otoritas atas dan   penjaga pemahaman yang tepat mengenai Al-Quran. Seluruh umat Islam bertanggung jawab terhadap pengabadian, pengembangan pemahaman dan implementasi ideal-ideal Al-Quran.” (Muhammad ‘Ata al-Sid).

“Al-Quran memiliki keampuhan bahasa yang tak tertandingi, lebih dari sekadar bentuk atau gayanya, tapi juga karena isi pesan yang dikandungnya. Kekuatan penggerak bahasa Al-Quran terletak pada keampuhannya menghadirkan ide-ide ketuhanan, kemanusiaan dan wawasan kosmik yang sulit diingkari kebenarannya oleh nalar sehat dan hati yang jernih dan terbuka.” (Komaruddin Hidayat).

Tak seorang pun tahu rahasia
Hingga seorang mukmin
Ia tampak sebagai pembaca
Namun Kitab itu ialah dirinya sendiri.
(Mohammad Iqbal).
Al-Quran surplus makna (Haidar Bagir).
Al-Quran adalah lautan tak bertepi, sumur tanpa dasar.
Rengkuhlah Al-Quran, niscaya Pemilik Al-Quran merengkuhmu.[]

Baca tulisan-tulisan Muhammad Chirzin lainnya: Kumpulan Tulisan Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.


Like it? Share with your friends!

4
18 shares, 4 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
3
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
7
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
5
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Muhammad Chirzin
Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag. adalah guru besar Tafsir Al-Qur'an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Anggota Tim Revisi Terjemah al-Qur'an (Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur'an) Badan Litbang Kementrian Agama RI.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals