Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari: Pahlawan Nasional, Pahlawan Para Santri

Selain sebagai ulama, beliau juga gigih mengobarkan semangat perjuangan melawan penjajah untuk mempertahankan tanah air.2 min


kh-hasyim-asyari-dan-hari-pahlawan
Sumber: Liputan6.com/pool/GerakanPramuka

Momentum 10 November menjadi kilas balik mengenang sosok ulama kharismatik, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Ulama yang lahir pada hari Selasa, 14 Februari 1871, atau bertepatan dengan 24 Dzul Qa’dah 1287 di Pesantren Gedang, Tambakrejo, Jombang dari pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah.

Kiai Hasyim panggilan akrab dari K.H Hasyim Asy’ari merupakan seorang ulama yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap umat dan bangsa yang majemuk, gencar melakukan pencerahan dan pemberdayaan umat.

Baca Juga: Kepahlawanan dalam Al-Qur’an

Tanda kekharismatikan Kiai Hasyim terlihat bahkan saat masih dalam kandungan, pada suatu malam Nyai Halimah bermimpi bulan jatuh dari langit dan hinggap di kandungannya (Zuhairi Misrawi, 2010:35).

Banyak bukti sejarah yang menggambarkan sosok Kiai Hasyim sebagai ulama besar. Pesantren Tebuireng, misalnya. Pesantren ini merupakan salah satu karya terbesar dalam melestarikan tradisi pendidikan pesantren.

Selain itu, Kiai Hasyim juga menjadi salah satu tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) bersama Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syamsuri dan beberapa ulama besar lainnya pada tanggal 31 Januari 1926 M. (Zuhairi Misrawi, 2010: 34)

Kitab “Risalah ahlis sunnah wal jama’ah: fi haditsil mawta wa asyratishis sa’ah wa baya mafhumis sunnah wal bid’ah” sebagai salah satu karya dan bukti bahwa perbedaan yang ada di tengah masyarakat bukan sebagai penghalang untuk bersatu, karena adanya perbedaan dimaknai sebagai rahmat Tuhan.

Allah SWT berfirman dalam Q.S Hud: 118, yang artinya: “Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat).”
Kiai Hasyim sebagai ahli waris para nabi secara konsisten melakukan dakwah menebar Islam yang ramah dan penuh kasih bagi seluruh alam (islam rohmatan lil ‘alamin), melanggengkan misi uswatun hasanah (teladan yang baik) sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW.

Pahlawan Nasional, julukan yang cocok dikalungkan kepada Kiai Hasyim, karena selain sebagai ulama, beliau juga gigih mengobarkan semangat perjuangan melawan penjajah untuk mempertahankan tanah air.

Pada awal November, para pemimpin Nahdlatul ‘Ulama dan Masyumi menyatakan bahwa perang melawan penjajah dan mempertahankan Tanah Air Indonesia adalah Perang Sabil, suatu kewajiban bagi muslim untuk berjuang menjaga kemerdekaan Indonesia termasuk para santri.

Perlu diketahui, santri memiliki kontribusi yang tak bisa dilenyapkan begitu saja dalam momen perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajah yang menggencarkan agresi militer kedua, khususnya di Surabaya. Mereka (santri) turut berperan dalam menumpas penjajah setelah diserukannya “Resolusi Jihad” oleh Kyai Hasyim. Oleh sebab itulah, penetapan 22 Oktober sebagai peringatan Hari Santri Nasional yang diputuskan lewat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo menjadi bukti, bahwa santri, terkhusus Kyai Hasyim, memiliki kepedulian yang besar untuk umat dan bangsa.

Kota Surabaya sebagai saksi bisu perjuangan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan melawan pasukan Inggris, pasca 2 bulan diproklamirkan sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta pada 17 Agustus 1945.

Soetomo atau yang akrab dipanggil Bung Tomo bersama ribuan rakyat Indonesia turun ke medan juang di Kota Surabaya pada 10 November 1945 melawan tentara Inggris dan berhasil memenangkan pertempuran, sehingga pada tanggal itu ditetapkan sebagai Hari Pahlawan melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959 pada 16 Desember 1959.

Kemerdekaan yang hari ini bisa kita rasakan merupakan buah perjuangan dari para Pahlawan Indonesia. Tugas kita kini mempertahankan persatuan dan kesatuan sebagai kunci sebuah negara yang menghargai jasa pahlawan.

Baca Juga: Santri Sejati, Cinta NKRI: Mengambil Iktibar Pada Peristiwa Resolusi Jihad

Memaknai perjuangan pendahulu, kini tidak lagi dengan angkat senjata namun dengan berkarya, mengembangkan potensi dalam segala bidang,  melestarikan tradisi, mencintai produk lokal dan mengabdikan diri kepada negeri sesuai potensi yang dimiliki. Hal ini menjadi titik tonggak sumber kekuatan keberlangsungan Indonesia ke depan.

Cerminan Indonesia di masa depan merupakan generasi muda saat ini. Menghayati kemerdekaan tidak hanya sekadar merdeka dari para penjajah. Lebih dari itu, kemerdekaan sebagai keteladanan hidup, semangat perjuangan dan cinta tanah air.

(Tulisan ini diikutkan dalam seleksi calon Duta Damai Yogyakarta)

Editor: Ainu Rizqi
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Fahimatul Azizatit Tiflah
Fahimatul Azizatit Tiflah, saat ini ia menempuh pendidikan SI Ilmu Perpustakaan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals