Santri Sejati, Cinta NKRI: Mengambil Iktibar Pada Peristiwa Resolusi Jihad

jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti yang diperlihatkan oleh sejarahnya5 min


3
3 points

Pada tanggal 22 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Jokowi yang sebelumnya hanya sebuah wacana belaka yaitu tanggal 1 Muharram. Sebuah kebanggan tersendiri bagi kaum santri dan ulama. Namun sebelumnya terjadi diskursus panjang antara beberapa tokoh agama dan para kyai khususnya, salah satunya yang ikut terlibat ketua pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdhlatul Ulama (RMI NU) KH Abdul Ghoffar Rozien menyerukan agar Jokowi menepati janjinya tersebut. Mengutip Dalam buletin NU Online Beliau mengatakan “Ribuan Pesantren dan jutaan santri sudah menunggu keputusan Presiden terkait Hari Santri Nasional. Kebijakan itu menguatkan marwah Negara” ungkapnya.

Ini membuktikan bahwa santri dan tokoh pemuka agama (ulama) adalah sebagian Pahlawan atau public figure yang tidak bisa dilepaskan dari terciptanya keutuhan NKRI, sebagaimana pernyataan yang dikutip dari perkataan Dr. Setia Budi dalam bukunya yang mengatakan bahwa “jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti yang diperlihatkan oleh sejarahnya hingga mencapai kemerdekaannya”. Maka dari itu, berbahagialah kita sebagai Santri karena telah diakui eksistensinya oleh Negara.

Dari sudut pandang yang berbeda sebenarnya bisa kita tarik kembali bahwa ditetapkannya Hari Santri Nasional (HSN) yang jatuh pada tanggal 22 Oktober lebih condong sebagai upaya untuk menghargai historis perjuangan para pahlawan kemerdekaan yang notabene nya adalah kaum santri dan para ulama dalam melawan para penjajah untuk memperjuangkan NKRI, namun dibalik itu juga pada tanggal 22 Oktober bertepatan dengan adanya fatwa “Resolusi Jihad” yang diusung oleh KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang inti dari isinya adalah:

“..Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itoe djadi fardloe kifayah (jang tjoekoep kalaoe dikerdjakan sebagian sadja…).” (Hadlaratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari, 1945)

Keputusan KH Hasyim Asy’ari untuk mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad bukanlah keputusan yang diambil begitu saja tanpa adanya pertimbangan, hal ini bermula dari kegelisahan yang dirasakan Presiden pertama Indonesia yaitu Bung Karno terkait dengan hukum jihad melawan penjajah, akhirnya Bung Karno berinisiatif untuk menanyakan kepada KH Hasyim Asy’ari, hal ini menandakan bahwa kerendahan hati yang dipraktikkan oleh Bung Karno kepada KH Hasyim adalah bentuk penghormatannya karena ilmu yang dimiliki oleh Kyai Hasyim, implikasinya beliau selalu menjadi rujukan utama dalam menjawab berbagai permasalahan pada saat itu. Ini merupakan latar belakang utama terjadinya peristiwa Resolusi Jihad tersebut.

Pada essay ini penulis mencoba untuk mengontekstualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa resolusi Jihad tersebut sebagai bentuk pengukuhan eksistensi santri pada generasi dewasa ini. Hal tersebut tentu berakar dari anggapan bahwa santri saat ini berbeda dengan santri dulu, dimana sekelompok orang atau oknum mencibir bahwa santri zaman kekinian telah melepaskan muru’ah ajaran pesantren yang ditanamkan pada pribadinya, santri saat ini telah termakan dengan isu-isu yang berbau unsur kekerasan atau SARA dan radikalisme. Hal tersebut tak lepas dari fakta-fakta kekerasan yang terjadi di Indonesia yang puncaknya peristiwa duka pada pengeboman di Bali, pengeboman di Hotel JW Marriot yang memakan korban hingga ribuan nyawa, mirisnya pelaku yang memotori semua kejahatan itu adalah jebolan alumni-alumni pondok Pesantren seperti Amrozi cs, Imam samudra, Nurdin M. Top dan lain sebagainya. Na’udzubillahi min dzalik

Keresahan itu pun menimbulkan pergumulan batin penulis setelah menyimak dan melihat fakta-fakta yang telah terjadi dan parahnya hal tersebut telah menjadi sebagi stigma negatif pada masyarakat luas terhadap para santri yang katanya menjadi akar hancurnya keutuhan NKRI, pertanyaan yang muncul kemudian apakah wajah santri seanarkis dan sesadis itu? Jikalau tidak, bagaimanakah upaya yang harus dilakukan para santri untuk menyikapi stigma tersebut? sehingga mampu meyakinkan bahwa santri adalah pribadi yang berjiwa NKRI?.

Santri Zaman Now: Menjadi Pribadi Yang Moderat

Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan kata zaman now, karena memang ini adalah istilah atau julukan yang lagi trend akhir-akhir ini. Zaman now adalah waktu yang menunjukkan kehidupan serba instan karena pengaruh kuat dari modernisasi. Sebaliknya ada istilah zaman old menunjukkan waktu lampau dimana, orang-orang yang hidup pada zaman ini serba keterbatasan karena belum terkontaminasi oleh virus modernisasi. Hal ini pula dapat kita rasakan dalam kehidupan santri di beberapa pesantren di Indonesia. Umumnya hal ini dipengaruhi oleh corak pesantren yang mulai mengikuti perkembangan zaman yang terjadi. Namun ada sebagian pesantren yang masih menjaga tradisi lama mulai dari pembelajarannya yang terkesan masih tradisionalis. Berbeda dengan pesantren yang telah menerapkan konsep modernisasi seakan lebih memudahkan dan lebih maju dalam hal proses pembelajaran dan kegiatan lainnya.

Dalam sebuah maqolah dikatakan bahwa “al-muhafazatu ‘ala qodim as-sholih wal akhzu bil jadid al-aslah” merawat tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Inilah yang menjadi landasan pokok yang selayaknya digunakan dalam sebuah institusi atau forum-forum organisasi lainnya. Maknanya adalah ketika sebuah institusi memiliki suatu patokan program yang baik maka hendaklah program itu dilestarikan, namun karena zaman semakin berkembang tidak menutup kemungkinan adanya masukan atau program-program baru yang nyatanya lebih baik dari program-program yang telah berlaku sebelumnya untuk diterapkan maka alangkah baiknya program itu dilaksanakan. Tentu dengan tercapainya maslahat bersama (maslahah al-‘am).

Sangat disayangkan melihat beberapa kasus yang terjadi dikalangan pesantren yang memiliki karakter eksklusif (tidak mau menerima sesuatu yang baru), mereka menutup diri dari pandangan luar, cenderung merasa benar (truth claim), dan akibatnya para santri yang diterpa dengan pendidikan ekslusif tersebut baik yang sudah menjadi alumni maupun masih mengenyam pendidikan merasa intoleran terhadap orang-orang sekitar dan asing terhadap perkembangan zaman. Hal ini kemudian dapat melahirkan jaringan Islam kiri dan Islam kanan.

Di dalam al-Quran sebenarnya sudah dijelaskan dan kembali dirumuskan oleh para pendahulu kita untuk selalu memiliki sikap proposional atau menjadi pribadi yang wasathan (moderat), boleh saja kita hidup di zaman now tetapi jangan sampai dengan kompleksnya segala hal yang kita dapatkan menjadi petaka bagi kita khususnya para santri. 

Santri dan Perannya Untuk NKRI: Aktualisasi Nyata dari Peristiwa Resolusi Jihad

Wilayah Indonesia yang terkenal dengan Negara yang memiliki suku, ras, agama yang pluralitas dan multikultural tentunya harus memiliki identitas sendiri, tanpa adanya intervensi pihak lain terlebih penjajah pada saat itu. Inilah kemudian termanifestasi dalam resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari. Sekarang ini, Negara kita dengan gencar-gencarnya terprovokasi oleh bangsa luar yang mencoba untuk menguasai secara perlahan meskipun tidak secara fisik, tetapi dampaknya sangat kontras dalam beberapa kurun waktu terakhir. Bahkan yang lebih parahnya sektor ekonomi yang sejatinya mampu menjadi pedulang utama dalam membentuk suatu kesejahtraan masyarakat kini mulai digerus oleh Negara orang. 

Ini menandakan Negara kita adalah Negara yang masih berpangku pada kekuatan orang lain, dalam artian lain bahwa Negara kita belum 100% merdeka dan menemukan jati dirinya. Inilah yang mesti dibenahi bersama, terlebih bagi para penerus bangsa (terutama kalangan santri) yang sejatinya dikatakan dalam sebuah hadis bahwa “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan”. Dapat disimpulkan bahwa majunya bangsa Indonesia dan mundurnya bangsa Indonesia tergantung pada produktivitas, kreatifitas para pemudanya. Dan santri diharapkan pula menjadi penyembuh dari duka yang terjadi saat ini. Dan sebagai santri yang idealnya sebagai agent of change bagi Negara Indonesia ini, janganlah sampai menyia-nyiakan kesempatan emas itu, terlebih santri telah diakui eksistensi dan komoditasnya. 

Beberapa solusi yang efektif dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dari peristiwa Resolusi Jihad pada masa kini, antara lain: Pertaman, seorang santri harusnya memiliki jiwa pantang menyerah dalam jihad atau membela keutuhan Negaranya, sebagaimana tergambar jelas dari peristiwa 10 November di Surabaya dulu. Namun konteks jihad dulu itu adalah jihad secara fisik, untuk konteks sekarang jihad secara fisik itu sudah tidak berlaku malah jihad masa sekarang bisa dengan jihad secara akademik (non fisik). Dalam arti lain bahwa jihad ini memiliki beberapa makna semantik yang luas, mulai dari semangat juang yang tinggi, semangat berkarya dan berinovasi baik dalam belajar maupun bekerja.

Kedua, sebagai santri sebaiknya mampu meneladani sikap persatuan dan kesatuan yang pernah tergambar dalam preristiwa 10 November di Surabaya dan Resolusi Jihad, karena antara santri,ulama dan NKRI ibarat sebuah pondasi apabila salah satunya rusak maka yang lain akan ikut rusak. Banyak upaya yang dapat dilakukan sebagai seorang santri salah satunya dengan menunjukkan sikap persatuan dalam membangun perekonomian Negara Indonesia yang saat ini, lebih dominan dimonopoli oleh Negara asing. Hal itu bisa terwujud dengan merapatkan koordinasi kepada pemerintah, atau bisa dengan membangun sendiri lapangan kerja yang bisa dikembangkan melalui pondok pesantren tertentu, tentunya dengan kerjasama oleh pihak pembangunan atau pengasuh di pondok pesantren tersebut. Karena kita ketahui bersama bahwa kemajuan suatu bangsa terlihat apabila sektor perekonomiannya terlihat stabil. 

Ketiga, berdakwah yaitu dengan memberikan suntikan pengetahuan kepada masyarakat awam terkait dengan ajaran agama, dengan adanya dakwah tersebut, masyarakat disatu sisi akan beranggapan pula bahwa santri pada umumnya adalah toleran dan mau bergaul dengan masyarakat. Dengan begitu, ajaran agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin akan mudah diterima oleh mayarakat luas yang notebene nya kurang akan pengetahuan agamanya. Karena sumber perpecahan ditengah masyarakat saat ini adalah kedangkalan pemahaman masyrakat tentang agama sehingga berujung pada klaim jaringan radikalisme dan sebagian dengan terorisme. Dengan adanya metode dakwah, Insyaallah akan mengurangi permasalahan ketimpangtindihan pemahaman masyarakat yang dangkal terkait ilmu agama tersebut.

Terakhir, upaya yang dilakukan oleh santri adalah mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945, banyak orang yang hafal dengan urutan dan teks Pancasila dan UUD 1945, tetapi aktualisasinya nihil malah mereka seperti menjadikan Pancasila itu hanya sebagai pajangan tanpa nilai estetikanya. Padahal jika pancasila dan UUD itu mau diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, Indonesia akan menjadi Negara yang maju dan beradab karena nilai-nilai yang terangkum dalam Pancasila dan UUD 1945 itu sesuai dengan apa yang digariskan ajaran agama kita. Bagi para santri khususnya jangan sampai menjadikannya sebagai pajangan saja, melainkan haruslah ditaati, dipatuhi dan diamalkan.


Like it? Share with your friends!

3
3 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
3
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
4
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
3
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Andy Rosyidin

Master

Andy Rosyidin adalah alumnus MIN 5 Buleleng, MTsN Patas, MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo Program Keagamaan angkatan 21(el-fuady) dan saat ini tengah menempuh S1 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Penulis asal Penyabangan, Gerokgak, Buleleng, Bali ini adalah mahasiswa yang sering bergelut dengan dunia kepenulisan terutama Essay dan Paper. Saat ini menetap di Ponpes LSQ Ar-Rahmah Bantul Yogyakarta. Bisa dihubungi melalui Email: [email protected] dan No Hp: 081238128430

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals