Natal dan Atmosfer Kebudayaan Masyarakat Indonesia

Tidak sekedar ucapan "selamat Natal !", relasi antar umat beragama di Indonesia tidak berhenti dengan perdebatan kusir terkait hal itu. Atas dasar rasa kemanusiaan.2 min


2
26 shares, 2 points

Sebagaimana Lebaran, Natal memberikan atmosfer yang kuat bagi kebudayaan bangsa beragama di Indonesia. Tidak hanya umat Kristiani, bahkan umat Muslim memanfaatkannya untuk sekedar mengeringkan keringat dan melakukan mudik untuk berlibur dari kesibukannya selama hari-hari kerja.

Jatuhnya hari Natal yang diikuti dengan libur Tahun Baru membuat alur transportasi di berbagai daerah terus bergerak. Hal ini berdampak pula dengan pergerakan roda perekonomian.

Libur Natal menjadi salah satu kebudayaan baru bagi keberagamaan masyarakat Indonesia. Melihat hal ini, Kementerian Perhubungan bersama PT Jasa Raharja berinisiatif menghelat kegiatan mudik Natal perdana pada tahun 2017.

Pemerintah menggelar mudik gratis Natal 2017 dan Tahun Baru 2018 yang pertama kali. Dari 50 bus yang disiapkan untuk mengangkut 2.500 orang, meski hanya 18 bus yang terisi dan diberangkatkan untuk mengangkut 506 orang, kegiatan ini tetap menunjukkan semakin kompleksnya komunikasi antara masyarakat beragama di Indonesia.

Penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Pelabuhan Bakau Heni hanya dalam beberapa hari, mulai dari tanggal 18 hingga 22 Desember, tercatat sudah 121.685 orang yang menyeberang. Jalur darat pun macet sejak tanggal 21 sebagaimana yang terjadi di Tol Cikampek yang macetnya terjadi hingga 15 KM.

Natal dan Tahun Baru secara tidak langsung telah bersinergi dengan keseluruhan latar belakang masyarakat Indonesia. Tidak ada lagi alasan bahwa mereka tidak ikut “merayakannya” karena secara tidak langsung, atmosfer Natal telah tersebar ke hampir media dan ruang publik.

Bagaimana tentang Ucapan”Selamat Natal !”?

Dalam al-Qur’an, terdapat ayat yang menjelaskan tentang kecerdasan dakwah, yaitu, Surat An-Nahl 125. Dalam ayat tersebut, terdapat prosedur bahwa gradasi dakwah terdiri dari tiga lapis pendekatan yang meliputi:

1. Hikmah/ taktik dan strategi;

2. Persuasi Penyampaian solutif;

3. Diskusi.

Dalam shofwatut Tafasir, maksud dari ayat tersebut menunjukkan upaya dalam meningkatkan kecerdasan dakwah para Rasul untuk menggunakan kriteria gaya bahasa (uslub) yang baik, halus dan lembut dan tidak menggunakan bahasa yang keras dan menyinggung. Dalam proses syiar syariah Islam kepada bangsa Arab yang sebelumnya telah memiliki kepercayaan lain.

Lalu bagaimana mengucapkan selamat natal?Apakah tidak usah mengucapkannya? Atau kita tetap mengucapkannya sekedar menarik simpati bahwa Islam adalah rahmat semesta alam? Namun, apakah itu tidak malah berimplikasi terhadap pengakuan aqidah agama lain?

Atau kita ucapkan selamat natal hanya merupakan sekedar tegur sapa sebagaimana ucapan selamat pagi yang sekedar ucapan sambil lalu yang sama sekali tidak terbersit di hati kita bahwa kita meyakini kelahiran Yesus. Atau kita ucapkan natal sebagai perayaan kelahiran Isa? Namun ternyata dalam perspektif sejarah, hal itu juga meragukan karena menurut pendapat lain hari Natal adalah lebih identik dengan kelahiran Dewa Matahari pada tanggal 25 Desember?

Sungguh membingungkan semua itu dan jika anda juga bingung tidak lah masalah jika tidak mengucapkan selamat Natal.

Hanya, beberapa teman muallaf  dalam perspektif dakwah bil-Hikmah, untuk menjaga keberlangsungan persaudaraan dengan teman dan keluarga yang masih memeluk Kristen, hemat saya tidaklah masalah menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang ramah. Mungkin pula dengan mengucapkan selamat Natal, perilaku itu malah membuat mereka menjadi simpatik, mengenal Islam sebagai agama yang terbuka bagi mereka untuk berkomunikasi, dan berfikir kelak akan masuk Islam.

Metode bilHikmah ini juga pernah dipraktekkan pada Masa Nabi. Dalam upaya penghapusan budaya mabuk. Tidak ada salahnya, ketika al-Qur’an pertama hanya menyindir pemabuk. Al-Qur’an dalam hal ini tidak langsung melarang, dan secara bertahap merehabilitasi para pemabuk dengan tiga tahapan dakwah.

Pertama, Al Qur’an mencoba memperkenalkan bahwa dalam khamr terdapat banyak dampak negatif;

Kedua, Al Qur’an membatasi beberapa aktivitas dan ruang-ruang publik tertentu terutama yang berkaitan dengan  aspek peribadatan agar bebas dari khamr;

Ketiga, baru al-Qur’an benar-benar melarang khamr.

Dari sini, sejarah menceritakan kepada kita bahwa al-Qur’an pernah membolehkan sesuatu yang sekarang diharamkan karena kondisi tertentu yang berkaitan dengan kecerdasan dakwah.

Jika di-qias-kan pada ucapan selamat Natal, maka dalam rangka memperkenalkan Islam yang ramah dengan niatan dakwah barangkali hati umat Kristiani kemudian terketuk untuk selanjutnya dapat membuka hatinya untuk mau mendengarkan nilai-nilai Islam lebih jauh lagi.

Tidak sekedar ucapan “selamat Natal !”, relasi antar umat beragama di Indonesia tidak berhenti dengan perdebatan kusir terkait hal itu. Atas dasar rasa kemanusiaan, antar umat beragama saling melindungi satu sama lain.

Hal tersebut terefleksikan melalui kisah pemuda NU bernama Riyanto, seorang Banser (Barisan Anshor Serbaguna) yang tewas menyelamatkan ratusan nyawa saat setelah membawa lari keluar dengan mendekap bom di Gereja Eben Haezer, Kota Mojokerto.

Tidak ada alasan untuk memilih-milih dalam menyelamatkan nyawa. Di sinilah atmosfer kebudayaan masyarakat Indonesia yang menampilkan Islam yang rahmatal lil alamin.


Like it? Share with your friends!

2
26 shares, 2 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
2
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Muhammad Barir
Muhammad Barir, S.Th.I., M.Ag. adalah redaktur Artikula.id. Ia telah menulis beberapa karya, diantaranya adalah buku Tradisi Al Quran di Pesisir.

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals