Persahabatan Guru dan Murid

“Kebanggaan guru yang paling besar adalah jika muridnya melebihi dirinya.”3 min


6
9 shares, 6 points

Sahabat artinya sejawat, kawan, teman, dan ikhwan. Persahabatan artinya perkawanan dan pertemanan. Sebuah silaturahmi yang mengandung keakraban, keramahan, dan kehangatan yang menyenangkan dan membahagiakan. Salah satunya persahabatan guru dan murid.

Al-Quran berpesan agar setiap orang berbuat baik, termasuk kepada sahabat karib. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,  karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS 4:36).

Pertemanan itu bukan di dunia saja, melainkan sampai di akhirat. “Siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS 4:69).

Dalam khazanah Al-Quran terdapat persahabatan antara Nabi Musa as dengan seorang pemuda, antara Nabi Musa as dengan Nabi Khidhir, antara Nabi Isa as dan para Hawariyyun serta persahabatan Nabi Muhammad saw dengan Abu Bakar ra.

Ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya, “Aku takkan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah laut; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun.” Tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu ikannya melompat mengambil jalan ke laut. Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita. Sungguh, kita telah letih.” Muridnya menjawab, “Tatkala kita berlindung di batu tadi, ikan itu melompat dan mengambil jalan ke laut aneh sekali.”

Aku lupa menceritakan tentang ikan itu. Tak ada yang membuat aku lupa kecuali setan. Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula hingga bertemu Nabi Khidhir. (QS 18:60-65).

Musa berkata, “Bolehkah aku mengikutimu untuk belajar ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Khidhir menjawab, “Kamu takkan sanggup sabar bersamaku, karena kamu belum punya cukup pengetahuan tentang itu.” Musa berkata, “Insyaallah aku sabar dan takkan menentangmu sesuatu pun.”

Dia berkata, “Jika kamu mengikutiku, jangan tanya apa pun, sampai aku terangkan kepadamu.” Tatkala keduanya menaiki perahu Khidhir melubanginya. Musa berkata, “Mengapa kaulubangi perahu itu, akibatnya penumpang akan tenggelam? Sungguh, kamu telah melalukan kesalahan besar.” Khidhir berkata, “Bukankah aku telah berkata, kamu takkan sabar bersamaku?” Musa berkata, “Janganlah hukum aku karena lupa dan jangan pula beri kesulitan dalam urusanku.” (QS 18:65-73).

Maka, berjalanlah keduanya, hingga berjumpa dengan seorang anak. Khidhir pun membunuhnya. Musa berkata, “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih? Sungguh, kamu melakukan suatu kemungkaran.” Khidhir berkata, “Bukankah sudah kukatakan, kamu takkan dapat sabar bersamaku?” Musa berkata, “Jika aku bertanya lagi, jangan kau perbolehkan aku menyertaimu.” (QS 18:74-76).

Maka, keduanya berjalan hingga sampai di perkampungan, tetapi penduduk kampung itu tak mau menjamu. Keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh, lalu Khidhir menegakkannya. Musa berkata, “Jikalau mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” Khidhir berkata, “Inilah perpisahan antara aku dan kau. Akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kau tak dapat sabar. (QS 18:77-78).

Bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut. Aku merusaknya, supaya raja yang lalim tidak merampasnya. Anak muda itu orangtuanya mukmin. Dia akan mendorong keduanya pada kesesatan dan kekafiran. Tuhan hendak mengganti dengan anak yang lebih suci dan sayang kepada mereka. Adapun dinding rumah itu kepunyaan anak yatim yang ayahnya saleh.

Di bawahnya harta benda simpanan bagi mereka berdua. Tuhan menghendaki agar mereka mencapai dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari-Nya. Aku melakukannya bukan menurut kemauanku sendiri.” (QS 18:60-82).

Persahabatan Nabi Isa as dengan pengikutnya terungkap dalam penutup QS ash-Shaff berikut. “Wahai orang-orang beriman, jadilah penolong agama Allah, sebagaimana ketika Isa putra Maryam berkata kepada pengikutnya,’Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan agama Allah?’ Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, ‘Kamilah penolong-penolong agama Allah.’ Lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan yang lain tidak. Maka Allah berikan kekuatan kepada orang-orang beriman atas musuh-musuh mereka, lalu mereka menang.” (QS 61:14).

Persahabatan Nabi Muhammad saw dengan Abu Bakar diabadikan dalam Al-Quran sebagai berikut.

“Jikalau kalian tidak menolong Muhammad, maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, yaitu ketika orang-orang kafir, musyrikin Mekah, mengeluarkannya dari Mekah, sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, ‘Janganlah berduka cita, sungguh, Allah bersama kita.’ Maka, Allah menurunkan keterangan kepada Muhammad dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS 9:40).

Dalam lintasan sejarah Islam, terdapat persahabatan antara Ibnu Taimiyyah dengan murid-muridnya, antara Jamaluddin al-Afghani dengan Muhammad Abduh, dan antara Muhammad Abduh dengan Muhammad Rasyid Ridha, serta antara HOS Cokroaminoto dan Bung Karno.

Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) memiliki pengetahuan luas di bidang akidah, ibadah, akhlak, tasawuf, tafsir Al-Quran, hadis, ekonomi, dan politik, serta filsafat. Nurcholish Madjid menulis disertasi di Chicago University, “Ibn Taimiyya on Falsafah and Kalam”; Muhammad Amin menulis, Ijtihad Ibnu Taimiyyah. Qamaruddin Khan menulis, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyyah. Peneliti lain menulis, Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyyah. Syaifan Nur menulis, “Pemikiran Tasawuf Ibnu Taimiyyah.”

Ibnu Qayyim mengembangkan ilmu gurunya, Ibnu Taimiyyah, dengan menyusun kitab Madarij as-Salikin. Sedangkan Ibnu Katsir menulis Tafsir al-Quran al-‘Azhim yang populer dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsir. Muhammad Rasyid Ridha pernah mencetak kitab tafsir tersebut dan menyebarluaskannya ke negeri-negeri umat Islam. Ibnu Taimiyyah membesarkan murid-muridnya, dan murid-muridnya pun mengharumkan namanya.

Jamaluddin al-Afghani, dengan gerakan Pan-Islamisme, didukung Muhammad Abduh yang setia dengan ide besarnya. Untuk menggelorakan semangat persatuan umat Islam, dalam pengasingan di Paris, mereka menerbitkan majalah Al-‘Urwatul Wutsqa – ikatan tali yang amat kuat. Majalah tersebut membangkitkan semangat umat Islam untuk merdeka.

Murid terbaik Muhammad Abduh di Universitas Al-Azhar Mesir adalah Muhammad Rasyid Ridha, pemilik majalah Al-Manar. Tertarik dengan kuliah-kuliah tafsir Muhammad Abduh, Rasyid Ridha mencatat, mengonsultasikan, dan memuatnya di majalah Al-Manar, hingga terhimpun menjadi kitab Tafsir Al-Manar yang menginspirasi pembaharuan pemikiran Islam.

HOS Cokroaminoto adalah tokoh karismatik pergerakan nasional Syarikat Islam. Soekarno muda nyantri di rumah Cokroaminoto bersama beberapa pemuda yang berjiwa pejuang. Mereka intensif mendiskusikan isu-isu kebangkitan nasional dan internasional. Dari Cokroaminoto Soekarno belajar berpidato dan paham Islam militan.

Persahabatan guru-guru dan murid-murid tersebut mengingatkan pada kata-kata Nietszche, “Kebanggaan guru yang paling besar adalah jika muridnya melebihi dirinya.”

Baca tulisan-tulisan Muhammad Chirzin lainnya: Kumpulan Tulisan Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.


Like it? Share with your friends!

6
9 shares, 6 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
2
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
6
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
3
Wooow
Keren Keren
9
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Muhammad Chirzin
Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag. adalah guru besar Tafsir Al-Qur'an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Anggota Tim Revisi Terjemah al-Qur'an (Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur'an) Badan Litbang Kementrian Agama RI.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals