Islam itu bermakna damai, yang berwujud seperangkat aturan untuk membimbing manusia menuju mata air peradaban. Indonesia itu berhias senyum masyarakat yang mendamaikan. Sewaktu Islam datang ke Indonesia, maka ia langsung melekat bagai kutub utara magnet yang bertemu dengan kutub selatan. Ia telah berjodoh jauh sebelum mereka bertemu meski mereka lahir dari tempat yang jauh berbeda.
Secara baik-baik Islam diajarkan sedikit demi sedikit, melewati rentetan proses yang indah tanpa pedang menumpahkan darah. Namun saat ia bergerak menerobos dari zaman-ke zaman, Bangsa Indonesia terbuai oleh keindahan bangsa lain yang sepintas terlihat lebih elok dipandang.
Belanda yang datang melihat kesempatan untuk memadamkan Bangsa Nusantara begitu sulit, hingga kemudian ia menemukan celah kelemahan bahwa meski tidak mungkin Bangsa Nusantara di rusak dari luar, tapi sangat mungkin jika ia dirusak dari dalam.
Adu domba adalah strategi yang ampuh. Raja diadu dengan keluarganya untuk saling berebut tahta. Kemudian rakyat diadudomba dengan rakyat dengan motif agama dan ateis yang dihembuskan. 1965 CIA mencoba mengadudomba Islam Indonesia dengan cara itu, yang artinya hari ini pun bisa saja mereka menggunakan instrumen agama sebagai alat adu domba umat.
Umat Islam sengaja dipancing oleh isu-isu yang sebenarnya tidak substantif, namun meski demikian, isu ini dapat menjadi percikan api yang sewaktu-waktu dapat membumi hanguskan hutan jika memantik semak-semak kering di musim kemarau. Hanya tradisi lokal Bangsa Indonesialah yang bisa memadamkannya karena ia berjiwa seperti air yang sejuk dan menyejukkan.
Muslim yang benar adalah dia yang damai sejak dari hati. Tidak hanya teks dan logika yang hanya bisa berbicara benar dan salah, namun hati lebih kaya. Ia akan selalu mencoba mendamaikan, bukan mempermasalahkan.
Baca tulisan Muhammad Barir lainnya: Kumpulan Tulisan Muhammad Barir, S.Th.I., M.Ag.
0 Comments