Ternyata mengaplikasikan “la ilaha illalloh” tak semudah yg ku bayangkan.
Dulu, semasa kecil kita bersenandung “miftahul jannah la ilaha ilalloh”.
Dalam pikiranku kok gampang ya masuk surga cuma dengan la ilaha illalloh.
Tapi, ternyata…
Saat ini aku tersadar.
La ilaha illalloh, luas maknanya.
Bagaimana aku harus kembali mengingat bahwa aku punya Tuhan yang Maha Segalanya.
Seringkali aku seperti menghina-Nya.
Misalnya, akhir-akhir ini aku sering merasa cemas atas masa depanku ke depan.
Tentang pertanyaan siapa sih aku? Aku akan jadi apa ke depan? Aku mau ke mana? Aku seperti makhluk yang tak berguna.
Aku sadar sebenarnya. Bahwa di dunia ini, hanya ada dua kemungkinan.
Yaitu bahagia dan Sedih. Sudah itu saja.
Tapi, apa?
Aku seringnya ingat kepada Tuhanku hanya ketika bersedih saja.
Begitupun pergaulanku dengan sesama, dekat terlalu dekat ternyata memberikan kemungkinan untuk terjadinya gesekan.
Tapi, dari sisi lain juga aku berpikir, bagaimana aku bisa mengerti dan memahami mereka jika aku tidak terjun.
Keinginan untuk marah, kesel lan sapiturute pasti ada.
Tapi, aku harus berpikir lagi. Ternyata marah hanyalah masalah peperanganku dengan diriku sendiri.
Tentang aku mau mengerti mereka atau tidak.
0 Comments