Penulis: Royhan Firdausy
Judul Buku: Malaikat Bertanya, Nabi Menjawab
Penerbit: Quanta, PT Elex Media Komputindo, 2019
Tebal: 196 halaman
Persoalan besar yang dihadapi bangsa bahkan dunia Islam saat ini ada pada tataran keberagamaan setiap muslim, baik secara pribadi maupun kelompok, mengingat penyimpangan dan perdebatan yang muncul belakangan ini disebabkan hanya karena sikap keegoisan, juga kejumudan dalam cara berpikir dari umat Islam sendiri. Terlebih lagi, esensi Islam sebagai agama rahmatan lil alamin tidak dapat diterapkan secara baik pada diri umat Islam sehingga berimbas pada menjamurnya tindakan ekstremis dan radikalis yang bernada negatif terhadap sesama umat Islam maupun umat agama lain.
Walhasil, perpecahan umat semakin menjadi, perilaku menghina antar sesama tidak terhindarkan, hingga perilaku saling menghujat dan melaknat menjadi pekerjaan sehari-hari umat.
Buku dari Kang Royhan Firdausy dapat menjadi salah satu anti biotik masa kini yang berisi konten-konten penjelasan menarik serta mudah untuk diipahami demi menyegarkan pemahaman dan tata cara perilaku keberagamaan kita di masa kini, khusunya dalam menghadapi persoalan yang ada di negara yang kita cintai, Indonesia.
Buku ini didasari pada dialog antara malaikat dengan Nabi Muhammad Saw tentang tiga dasar hidup, yang dalam al-Qur’an diibaratkan dengan pohon, akar dan buah yang baik, yakni iman, Islam dan ihsan. Tiga dasar hidup itulah yang ketika diimplementasikan menjadi refleksi keagamaan bagi para pembacanya.
Buku ini berusaha memaknai tiga landasan tersebut kemudian dikaitkan denggan dalil al-Qur’an juga hadis serta pendapat para ulama, demi landasan tersebut dapat dipahami hingga diterapkan kepada para pembaca.
Pada bab pertama, penulis buku ini mengawali dengan pertanyaan awal tentang “iman” kepada Nabi Muhammad Saw. Pertanyaan tersebut kemudian dimaknai dengan penjelasan seputar iman yang berimplikasi pada hal-hal seputar kehidupan yakni ilmu, amal, jihad, kebahagiaan dan beberapa aspek lain.
Iman secara teologi disebutkan pada salah satu rukun Islam yakni beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat, dan juga pada Qadar baik-buruk. Namun, iman juga harus membutuhkan implikasi, berupa pengakuan secara lisan juga tindakan bagi setiap orang yang berkata dirinya beriman. Iman merupakan asupan penting dalam hidup seorang manusia, menjadi landasan dan fondasi perjalanan hidupnya ke depan.
Pada bab kedua, kembali diawali dengan petanyaan tentang Islam, oleh malaikat, dan dilanjutkan dengan penjelasan mengenai ruang lingkup Islam yang merupakan hasil pemaknaan terhadap jawaban Nabi Muhammad, iman yang sudah dijelaskan pada bab pertama adalah fondasi kokoh yang ingin dibangun oleh penulis demi menciptakan pemahaman Islam yang bijak.
Implikasi iman adalah Islam, yakni penegasan lisan dengan kalimat syahadat kemudian dibarengi dengan aktivitas rohani dan fisik lain seperti sholat, zakat, puasa dan haji bagi mereka yang mampu. Aktivitas ini juga dikategorikan dengan “syariat” setelah aqidah telah ditanamkan pada diri umat Islam.
Pada bab selanjutnya, merupakan pertanyaan ketiga yang dilontarkan malaikat kepada Nabi Muhamad perihal “Ihsan”. Ihsan digambarkan dengan atap bangunan dengan fungsi sebagai pelindung dari basahnya air hujan dan panasnya terik matahari, cakupan ihsan melingkupi iman sebagai bentuk pekerjaan hati, dan Islam yang bertindak sebagai pembenaran dengan pekerjaan jasmani.
Kepemilikan ihsan pada diri seorang insan tatkala dia berbuat baik kepada makhluk, berbudi pekerti luhur, bertutur yang santun dan memiliki kepribadian yang harmonis. Sehingga manusia menjadi perantara Tuhan dalam menyampaikan kebaikan di muka bumi terlebih lagi relevansinya sebagai khalifah di muka bumi ini.
Pada bab keempat, yang merupakan bab terakhir dari buku ini, dijelaskan seputar hal yang paling penting setelah iman, Islam dan ihsan itu sudah ada pada diri tiap umat Islam, yakni menjaga ukhuwah atau persaudaraan sehingga melahirkan keakraban yang menentramkan antar sesama makhluk Allah, baik itu keluarga, bangsa, dan terutama sesama umat Islam yang harus dibangun dengan kokoh.
Untuk membangun keakraban dibutuhkan sikap toleransi dan perilaku silaturahmi yang baik sehingga melahirkan sebuah harmoni, dengan menjadikan al-Qur’an sebagai kitab pemersatu, di tengah keragaman yang ada di antara kita. Hal ini dikarenakan al-Qur’an sebagai petunjuk yang disediakan untuk seluruh umat, siapa yang mau selamat maka ia harus mengambilnya, dan jika tidak mau maka tidak juga dipermasalahkan, namun setiap perbuatan pasti ada resikonya.
Dapat saya mengambil kesimpulan singkat lewat buku ini adalah, bagaimana si penulis ingin mengokohkan nilai-nilai agama yang dinamis, efektif lagi bermartabat bagi kaum muslim di era modern, di tengah ketimpangan yang terjadi, tentu dengan tujuan memuliakan nilai-nilai keislaman yang dimulai dengan iman berupa pengakuan secara teologis, disambung dengan ungkapan secara lisan dan perbuatan yang dimulai dari pribadi kemudian ditebarkan kepada orang lain lewat ukhuwah atau persaudaraan dengan saling bertoleransi dan silaturahmi diantara sesama.
Mengutip dari bukunya, tidak ada yang perlu dibanggakan pada diri kita kecuali di saat kita mampu membangun kehidupan dengan damai dan bahagia. Jangan sampai kita bertingkah laksana setan yang terus menebar kebencian, sudah saatnya kita harmoni dalam ukhuwah.
Tentunya, masih banyak pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dalam buku ini, Terima kasih, Kang Royhan Firdausy atas bukunya, sangat bermanfaat dan semoga membawa berkah bagi setiap insan yang membacanya.
0 Comments