KH. Syarkawi Hasan lahir di Kampung Hidayat, Kuala Indragiri, Indragiri Hilir, pada tanggal 30 Desember 1950 M (20 Rabi al-Awwal 1370 H). Beliau merupakan anak ke-dua dari pasangan Hasan dan Mariyatul Qibtiyah. Ayah dan ibunya ini merupakan keturunan ulama besar dari Kalimantan Selatan, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1812).
Silsilah nasab KH. Syarkawi Hasan melalui pihak ayah adalah Syarkawi bin Hasan bin Abdul Hamid bin Abdul Kafi bin Mufti Husin bin Mufti Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Sedangkan melalui nasab sang ibu, Syarkawi bin Mariyatul Qibtiyah binti Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Afif bin Sari binti Khalifah H. Zainuddin bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Baca Juga: Kyai Haji Abdul Hamid Sulaiman: Akademisi dan Birokrat dari Tembilahan |
Pada usia 7 tahun KH. Syarkawi Hasan menimba ilmu di Sekolah Rakyat (SR) Tembilahan (1957-1963). Kemudian, beliau melanjutkan lagi pendidikannya di Pondok Pesantren Nurul Iman Jambi Seberang (1964-1966), di tempat ini ia sempat berguru kepada Tuan Guru H. Junaid bin Sultan Ismail Pontianak. Setelah itu, ia melanjutkan lagi ke Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo (1966-1970).
Sayangnya di Gontor ini beliau tidak sampai selesai, karena terlibat demonstrasi dan tidak sependapat dengan sistem serta aturan yang diberlakukan di Gontor. Akhirnya, ia bersama Emha Ainun Najib (Cak Nun) dan beberapa orang sahabatnya keluar dari Gontor, tahun 1970. Beliau memutuskan untuk pindah ke Pendidikan Guru Agama Atas (PGAA) Muhammadiyah di Yogyakarta, selesai tahun 1971.
KH. Syarkawi Hasan melanjutkan pendidikan pada program studi Sastra Arab, Fakultas Adab, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1971-1978). Selama berkuliah ini, ia bergabung dengan organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), sempat menjadi Dewan Mahasiswa Fakultas Adab, dan mengajar di Masjid Syuhada Yogyakarta. Ia pernah pula ikut ajang MTQ Nasional Tilawah tingkat Dewasa di Mataram, Nusa Tenggara Barat, tahun 1973 sebagai utusan Daerah Istimewa Yogyakarta .
Beberapa orang rekan seperjuangannya ketika berkuliah adalah: Prof. Dr. Aplatun Muchtar, MA (Rektor UIN Raden Fatah Palembang, 2007-2015), KH. Slamet Effendi Yusuf (pernah menjabat DPR RI dam wakil ketua PBNU), Taufik Kamil (Dirjen BPIH), Humzri Husin (Kadis Perkebunan Riau), dan Dr. Haiwan Khaidir (DPRD Riau dari Rokan Hulu).
Setelah selesai dan menyandang gelar BA, ia kembali ke Tembilahan dan menjadi tenaga honorer di kantor Depertemen Agama (Depag) Indragiri Hilir. Dua tahun kemudian tepatnya tahun 1980, beliau menikah dengan Indrawati Nong binti Nong Abdulah Syekh. Nong Abdullah Syekh merupakan ketua Nahdlatul Ulama (NU) Propinsi Riau ketika itu dan juga merupakan abang kandung dari Prof. Thabrani Rab.
Untuk meminang Indrawati Nong pihak keluarga KH. Syarkawi Hasan mengutus KH. Abdul Jalil Makruf, seorang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Indragiri Hilir sebagai juru runding keluarga. Dari pernikahannya ini, KH. Syarkawi Hasan dikaruniai tiga orang anak, Indrawansyah (kelahiran 1982), Ade Suriyansyah (kelahiran 1984), dan Ricky Rahmatsyah (kelahiran 1987).
KH. Syarkawi Hasan berkiprah sebagai kepala dan pimpinan Pondok Pesantren Tunas Harapan (PPTH) sejak 1981-1999. Ketika beliau memimpin di PPTH yang menduduki posisi Dewan Kyai-nya adalah H. Kemas Mursyid dan H. Sulaiman Uras yang menjadi Murabbi I dan Murabbi II. KH. Syarkawi Hasan pernah pula menjadi Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 039 Tembilahan (1999-2007). Namun ia memutuskan kembali ke PPTH (2007-2010) karena alasan ketidak-sepahaman internal.
Beberapa orang murid KH. Syarkawi Hasan yang menjadi tokoh antara lain: Dr. Kusnadi, M.Ag (pernah menjadi Wakil Rektor UIN Suska Riau), Dr. Asmuri, MA (Kaprodi B. Arab UIN Suska Riau), H. Harun, M.Ag (Kepala Kemenag Inhil), H. Aminoto (Pengawai Kemenag Inhil), H. Herianto (KUA Batang Tuaka). Sementara beberapa orang muridnya yang khusus di bidang Tilawah al-Qur’an di antaranya adalah: Hj. Nuraini AS, Hj. Nurul Kamariah, dan H. Usman Moning.
Selain di bidang Pendidikan, KH. Syarkawi Hasan juga pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Indragiri Hilir (1987-1992) tepatnya di Sekretariat Komisi E. Ketika itu beliau diusung oleh Partai Golkar kerena merupakan kader MDI (Majelis Dakwah Islamiyah) dan bersahabat baik dengan Bakir Alie, Bupati Indragiri Hilir periode 1977-1987. KH. Syarkawi Hasan juga pernah menjadi Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Indragiri Hilir mendampingi Drs. H. Mukhtar Awang (2005-2010).
Beliau juga menjadi pengurus, imam, dan khatib di Masjid Agung al-Huda Tembilahan. Bahkan beliau pernah berpesan, bila beliau berhalangan hadir maka yang menggantikannya hanya tiga orang saja, H. Azhari Hasan, H. Taufiqurrahman, dan H. Usman Moning. Ketika polemik “Ma’asyiral” di Masjid al-Huda sekitar tahun 1980-an, beliau bersama pamannya H. Zainuddin Siddiq termasuk kelompok yang keras menyokong pendapat “Kaum Tua”. Namun berhasil didamaikan oleh Pemerintah Daerah, Bakir Alie selaku Bupati Indragiri Hilir.
Baca Juga: Tuan Guru Ja’far bin Muhammad Amin (Ulama Inhil Keturunan Sekretaris Raja Indragiri) |
KH. Syarkawi Hasan pernah beberapa kali melaksanakan haji dan umrah ke tanah suci Mekah. Pertama tahun 1997 sebagai PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji). Kemudian tahun 2003 selaku TPIH (Tim Pembimbing Ibadah Haji). Di tahun 2006 beliau berangkat umrah dan 2007 berangkat haji bersama Dr. H. Indra Muchlis Adnan (Bupati Indragiri Hilir, dua periode 2003-2013).
Meski banyak berkiprah di dunia Pendidikan, al-Qur’an, dan keulamaan, KH. Syarkawi Hasan tidak ada meninggalkan karya tulis. Menurut pengakuan ahli warisnya, beliau hanya pernah beberapa kali menuliskan selembar amalan untuk dibaca oleh orang tertentu. Pertama, kepada HR. Thamsir Rachman (mantan bupati Indragiri Hulu), dan kedua, kepada Edwar S. Umar (Kepala Kemenag kota Pekanbaru).
Pada tahun 2007, KH. Syarkawi Hasan mengikuti STQ di Jakarta dan ditunjuk sebagai Anggota Dewan Hakim MTQ Nasional. Beliau bertugas menjadi hakim pada pelaksanaan MTQ di Bengkulu tahun 2010, selanjutnya digantikan oleh Zulfikar Abdul Malik, Lc., dari Kampar. Ketika pelaksanaan MTQ di Bengkulu ini beliau jatuh sakit, padahal beliau selalu terlihat bugar dan tidak pernah mengeluh sakit sama sekali.
Dari Bengkulu KH. Syarkawi Hasan didampingi muridnya Hj. Nuraini AS dibawa ke Rumah Sakit di Pekanbaru, kemudian dibawa kembali berobat ke Malaka-Malaysia, ternyata beliau mengidap tumor otak stadium 4. Sekitar 40 hari pasca pelaksanaan MTQ di Bengkulu tersebut beliau menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pekanbaru, pada hari Jum’at 23 Juli 2010 M/ 11 Sya’ban 1431 H. Jenazahnya dimakamkan keesokan harinya di kompleks pemakaman keluarga Syekh Abdurrahman Siddiq di Hidayat-Sapat, atas wasiat dari almarhum sendiri.
Sumber:
Wawancara dengan Ade Suriansyah, (Anak KH. Syarkawi Hasan, kelahiran 1984), Tembilahan, 6 Februari 2021.
Wawancara dengan Ricky Rahmatsyah (Anak KH. Syarkawi Hasan, kelahiran 1987), Tembilahan, 6 Februari 2021.
Editor: Ainu Rizqi
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
One Comment