Enam Pilar Kesepakatan Tokoh Keagamaan Indonesia: Sebuah Ikhtiar

Adanya riak-riak kecil yang mengganggu kehidupan kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara menjadikan bangsa ini terancam disintegrasi. 3 min


-2
-2 points
ipiiran.org

Tulisan ini menanggapi 250 agamawan Indonesia yang mengadakan pertemuan dalam rangka merumuskan etika kerukunan umat beragama pada hari sabtu tanggal 9 Maret 2019 di Bogor. Hal tersebut menjadi sebuah kebutuhan bersama di mana antar umat beragama bersatu dalam membangun berbangsa dan bernegara yang baik. Adanya riak-riak kecil yang mengganggu kehidupan kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara menjadikan bangsa ini terancam disintegrasi.

Persoalan sepele seperti berbeda pilihan dalam pemilu atau pilkada sering terjadi. Padahal jika sesama umat manusia memilih dengan cerdas dengan tanpa sentimen agama menjadikan hajatan sesaat lima tahunan tersebut menjadi sejuk dan aman bahkan menjadi daya tarik tersendiri akan kebersamaan di antara umat beragama. Dengan demikian, penempatan dimensi kanusiaan menjadi penting dalam kehidupan bersama.

Hasil pertemuan tersebut menghasilkan enam kesepakatan bersama. Kesepakatan itu terdiri atas  Etika Kerukunan Antar Umat Beragama sebagai sebuah pedoman atas tindakan yang akan dilakukan secara bersama-sama di antara umat beragama apapaun agamanya di bumi pertiwi ini. Dengan demikian, pertemuan ini adalah untuk menjadikan keutuhan seluruh komponen bangsa Indonesia untuk kenuju Indonesia yang lebih baik.

Prinsip pertama adalah setiap pemeluk agama memandang pemeluk agama lain sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan dan saudara sebangsa. Pernyataan ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagaimana diketahui dalam Q.S.al-Hujurat (49): 13, bahwa Allah swt. menciptakan umat manusia sangat beragam  baik suku, bangsa agar di antara mereka saling mengenali kepribadiannya masing-masing.  Kenyataan ini juga berimplikasi pada beragamnya Islam itu sendiri.

Dengan demikian, secara natural beragamnya ciptaan tersebut adalah berasal dari satu adalah Tuhan yang menciptakannya.

Beragamnya ciptaan tersebut di atas menjadikan ragam interakasi yang ada di antara manusia sesuai  dengan latar kehidupannya masing-masing. Oleh karenanya dalam pertemuan tersebut membuat kesepakatan yang kedua yakni setiap pemeluk agama memperlakukan pemeluk agama lain dengan niat dan sikap baik, empati, penuh kasih sayang, dan sikap saling menghormati. Pernyataan ini adalah bagian dari sisi kemanusiaan. Jika sesorang dicubit sakit maka jangan mencubit orang lain.

Ibarat inilah menjadikan persaudaraan sesama manusia akan tetap terpelihara dengan baik walau berbeda beda ciptaan, bentuk dan latar belakang. Setidaknya, pertikaian bahkan pertumpahan darah tidak terjadi akibat kesalahpahakan dalam mempertahankan keyakinannya masing-masingm. Dengan  demikian pemahaman tersebut akan tetap terpelihara aspek kemanisiaan umat di muka bumi ini.

Kerjasama adalah bagian yang terpenting dalam hidup ini. Hal ini sebagaimanamanusia pada umumnya dalam perjalan hidupnya membutuhkan manusia yang lain. Kebutuhan tersebut antara lain ketika masih kecil dilahirkan belum bisa mandi sendiri begitu pula sebaliknya jika meninggal manusia dimandikan. Kemandirian itu akan muncul seiring perjalan hidupnya dan bersamaan kedewasaan usianya.

Oleh karenanya dalam pernyataan pemuka agama juga diungkap pernyataan tentang hal tersebut, yaitu setiap pemeluk agama bersama pemeluk agama lain mengembangkan dialog dan kerjasama kemanusiaan untuk kemajuan bangsa. Tujuan dialog dan kerjasama tidak lain adalah untuk mengurangi beragam prasangka yang tidak baik sehingga mewujudkan kebersamaan.

Dengan demikian, dalam pernyataan ini mengandung kerjaaama dan berbagi atas beragam problem dalam mencapai keberaamaan yang indah.

Adanya prasangka atas pemeluk agama lain dengan memandang dalam perspektif agama sendiri menjadikan kehidupan bersama dengan agama lain kurang baik. Hal ini setidaknya menjadikan pola pikir yang sesat atas agama lain. Sehingga menjadikan hubungan antar agama semakin meruncing dan bahkan tidak bisa bersatu. Jika semua itu diukur dari keyakinan masing-masing maka niscaya tidak ada persatuan di antara manusia.

Oleh karenanya diperlukan memotret sesama manusia dengan kemanusiaannya. Sehingga wajar dalam pertemuan di Bogor atas pemuka agama juga menghasilkan pernyataan bahwa setiap pemeluk agama tidak memandang agama orang lain dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mencampuri urusan internal agama lain. Dengan demikian, cara pandang seperti inilah dengan memandang sisi kemanusiaan asalah cara pandang yang luhur di atas segalanya.

Implikasi di atas adalah setiap makhluk beragama dapat melakukan ajarabnya dengan baik dan leluasa sepanjang tidak melukai semangat kemanusiaan. Hal ini juga didukung oleh kebebasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui dasar negara Indonesia. Dan oleh karenanya setiap pemeluk agama menerima dan menghormati persamaan dan perbedaan masing-masing agama dan tidak mencampuri wilayah doktrin/akidah/keyakinan dan praktik peribadatan agama lain.

Pernyataan tersebut adalah bagian dari persaudaraan antara sesama manusia. Dengan demikian, kebersamaan antara umat manusia akan terjamin jika di antara mereka menjalankan kewajibannya secara bebas dan implikasinya dapat menjadi manusia yang sempurna di mata manusia yang lain.

Hal yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah dakwah. Hal ini merupakan bagian terpenting dari agama itu sendiri. Ajaran agama tidak akan berkembang kalau tidak dijelaskan secara baik.

Sehingga komitmen antar umat beragama yang diwakili oleh pemuma agama dengan menyatakan bahwa setiap pemeluk agama berkomitmen bahwa kerukunan antar umat beragama tidak menghalangi penyiaran agama, dan penyiaran agama tidak menggangu kerukunan antar umat beragama adalah benar adanya untuk menjadikan agamanya masing-masing tetap berkembang dan tidak menjadikan perpecahan di antara manusia satu dengan yang lainnya.

Dengan demikian, ajaran agama tetap berkembang, pemahaman atas ajaran agama pun berkembang baik dan bahkan persaudaraan sesama manusia juga terjalin dengan baik.

Prinsip di atas adalah berbasis erat pada dimensi kemanusiaan. Tegaknya kehidupan kemanusiaan akan menegakkan pula dimensi individualnya masing-masing. Di atas perbedaan adalah kesamaan karena kebutuhan umat manusia satu dengan yang lain adalah sama.

Prinsip yang dihasilkan tersebut harus dipahami oleh segenap komponen bangsa sehingga tujuan dari bangsa ini tetap menjadi bagian dari tujuan seluruh komponen bangsa. Dengan demikian, kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi nyaman dan senang tanpa adanya beragam gesekan antara umat beragama.


Like it? Share with your friends!

-2
-2 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Dr. H. Muhammad Alfatih Suryadilaga, S.Ag. M.Ag. (alm.)
Almarhum Dr. H. Muhammad Alfatih Suryadilaga, S.Ag. M.Ag. adalah Wakil Dekan Bidang Akademik Fak. Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga (2020-2024). Beliau juga menjabat sebagai Ketua Asosasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA) dan Ketua Yayasan Pondok Pesantren al-Amin Lamongan Jawa Timur. Karya tulisan bisa dilihat https://scholar.google.co.id/citations?user=JZMT7NkAAAAJ&hl=id.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals