Desiran Nafas Cinta Sang Rasul Teruntuk Sayyidah Khadijah

Rindu memang tak bisa dibohongi. Dan bagi Rasulullah SAW pun juga terasa sendu dan mungkin menyesakkan.5 min


3

Khadijah, seorang perempuan bangsawan nan cantik jelita, baik, rupawan dan juga sangat dermawan. Ia dilahirkan dari keluarga terhormat, yang disegani oleh banyak kalangan, baik dari suku Quraisy maupun dari golongan lain. Ia terlahir dari kabilah As’ad dari sepasang suami istri Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Zaidah.

Khadijah merupakan saudagar kaya, akan tetepi beliau dermawan dan tak menampakkan kesombongan. Sehingga banyak dari kaum adam ingin meminangnya, walaupun pada hakikatnya beliau sudah janda. Dari sekian banyak kaum adam yang meminangnya, belum satupun dari mereka yang diterima. Akan tetapi, Khadijah justru menyukai pemuda tampan yang membantunya dalam berniaga.

Pemuda tersebut merupakan seorang yang sangat jujur, dapat dipercaya yang biasa dikenal orang arab dengan sebutan pemuda al-amin. Sosok pemuda tampan itu bernama Muhammad.

Muhammad adalah sosok orang yang berbudi pekerti luhur, ia tak seperti pemuda-pemuda Arab pada masanya. Dahulu, pemuda Arab banyak yang melakukan suatu perbuatan yang tidak terpuji. Seperti, minum-minuman keras, suka berkelahi, berjudi dan perbuatan lain yang merusak moral. Akan tetapi Muhammad tidak seperti itu. Ia merupakan pemuda yang santun, suka membantu dan patuh, hal itu terbukti ketika beliau dengan setia menemani pamannya berdagang ke Syam.

Masa kecil Muhammad tak sebegitu indah seperti masa kecil anak pada umumnya. Ketika ia dalam kandungan, ia sudah ditinggal wafat oleh ayahandanya, yakni Abdullah. Sehingga ia pun terlahir dalam keadaan yatim. Kemudian ketika ia berumur 6 tahun, ia ditinggal mati oleh ibunya yang bernama Sayyidah Aminah.

Selanjutnya ia diasuh oleh kakeknya, kakek beliau adalah seorang pemuka suku Quraisy, yang bernama Abdul Muttalib. Pada zaman itu beliau juga sebagai penjaga Ka’bah dan terkenal karena kedermawaannya. Beliau selalu mempersiapkan jamuan untuk orang yang berkunjung ke Makkah untuk melaksanakan haji.

Beliau sangat kaya raya, bahkan ketika kelahiran cucunya, beliau menyembelih 100 ekor unta untuk dibagi-bagikan dagingnya. Ukuran unta pada zaman dahulu merupakan hewan yang sangat mahal atau bisa dikatakan yang memiliki unta adalah seseorang dengan perekonomian menengah keatas. Muhammad dalam asuhan kakeknya ini selama kurang lebih 2 tahun, sehingga ketika ia berumur 8 tahun kakeknya wafat.

Kemudian ia diasuh oleh pamanya sendiri yang bernama Abu Thalib, ketika diasuh oleh Abu Thalib ia diajak berdagang ke berbagai tempat, diantaranya ke Syam. Kemudian ia juga disuruh untuk menggembalakan kambing pamannya. Oleh sebab itu, sudah terlihat dari kisah hidupnya bahwa ia adalah seorang yang mandiri dan sangat tegar dalam menghadapi berbagai masalah yang terjadi.

Ketika ia menginjak usia dewasa ia juga ikut berdagang lagi. Yakni mendagangkan dagangan Khadijah. Ia berdagang dengan ditemani Nafisah Binti Munyah. Ketika berdagang itulah Khadijah mulai mengenal Muhammad. Ia mengenal Muhammad dengan sifat-sifatnya yang mulia, jujur lagi dapat dipercaya. Mulai dari itu Khadijah menunjukkan kekaguman kepadanya.

Pada suatu hari Khadijah mendatangi pamannya, Waraqah bin Naufal, beliau seorang Ahli Kitab yang pandai menafsirkan mimpi. Kemudian Khadijah menceritakan tentang mimpinya. Ia bermimpi bahwa ada cahaya yang menerangi Ka’bah, kemudian cahaya tersebut turun dan ternyata jatuh ke rumah Khadijah. Begitulah mimpinya.

Waraqah bin Naufal menafsiri mimpi tersebut dengan tafsir yang baik dan membawa kabar gembira. Tafsir mimpi tersebut bahwasanya ia akan mendapatkan atau menikah dengan seorang pemuda pembawa risalah. Pemuda tersebut sangat mulia dan agung, yang kelak di kemudian hari akan menjadi masyhur dengan kedudukanya.

Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan senang dan gembira. Sembari mununggu siapakah gerangan yang akan menikah dengannya. Ia membayangkan sosok itu, membayangkan seorang yang mulia akan meminangnya.

Tak lama setelah itu, karena khadijah sudah terkagum-kagum dengan akhlak Muhammad, akhirnya terbersit dalam pikiranya ia ingin meminang Muhammad. Akhirnya, dengan perantara Nafisah Binti Munyah, Khadijah menyampaikan hasratnya untuk menikahinya. Kemudian, Nafisah menyampaikan kepada Muhammad tentang keinginan Khadijah untuk menikahinya. Sebelum menyetujuinya, Muhammad berdiskusi terlebih dahulu dengan keluarganya. Akhirnya Muhammmad setuju dan kemudian melangsungkan pernikahan dengan Khadijah.

Muhammad memberikan mahar lima ratus dirham. Abu Bakar, sahabat beliau semenjak beliau masih kecil, memberikan baju indah buatan Mesir yang biasa dipakai oleh para bangsawan Quraisy dalam acara pernikahan. Apalagi ini yang dinikahi adalah hartawan sekaligus bangsawan. Yang tentunya sudah selayaknya mengenakan pakaian yang pantas.

Ketika pernikahan terjadi, Khadijah diwalikan oleh pamannya, yakni ‘Amr bin As’ad. Dan Waraqah bin Naufal sebagai pembaca khutbah pernikahan. Kemudian Abu Thalib memberikan sambutan bahwasanya Muhammad itu bila ditimbang dengan laki-laki manapun akan lebih berat dari mereka. Walaupun Muhammad tak berharta, namun harta benda adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad, mempunyai sifat yang sedemikian baik.

Begitulah acara pernikahan yang berlangsung meriah di rumah mempelai perempuan. Banyak orang-orang yang berdatangan untuk memeriahkan acara. Mereka datang tuk mengucapkan selamat kepada kedua mempelai dan menghamburkan harum-haruman bunga kepada para tamu dan pengiring.

Setelah acara pernikahan selesai, Khadijah membeberkan isi hatinya kepada suaminya, bahwasanya harta kekayaan yang Khadijah miliki semuanya, baik yang berupa harta bergerak maupun tak bergerak, harta dagangan maupun bukan harta dagangan dan hamba sahaya ini semuanya juga milik Muhammad, terserah nanti akan digunakan di jalan yang mana.

Hal ini sesuai dengan firman Allah yang dimaksud dalam surah Ad-Dhuha ayat 8. Yang menyatakan “Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan.” Betapa bahagianya kedua mempelai tersebut, kedua mempelai tersebut menikah dengan sekufu, serasi, secita-cita dan sepemikiran.

Untuk itulah kemudian dalam Islam disyariatkan sebaiknya menikah dengan yang sekufu, maksud sekufu disini adalah yang sama dalam segi agamanya.

Dalam perjalanan rumah tangga beliau, nampak sekali bahwa Khadijah selalu mendukung terhadap apa yang Muhammad lakukan. Ini terbukti ketika wahyu pertama kali turun. Ketika itu Muhammad melakukan khalwat di gua Hira’ untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Ketika di gua Hira’ segala yang menjadi kebutuhan Muhammad selalu dipenuhi oleh Sayyidah Khadijah, Khadijah dengan setia mengirimkan makanan pada Muhammad. Dan ketika wahyu turun Muhammad ketakutan, dan kemudian meminta Sayyidah Khadijah untuk menyelimuti. Kemudian dengan kata-kata yang menentramkan hati suaminya. Khadijah berkata “Tenanglah. Tetaplah berbahagia. Tuhan tidak akan merendahkanmu. Kamu orang yang jujur, tidak mungkin tuhan tidak berpihak kepadamu”.

Khadijahlah orang yang pertama kali memeluk dan mempercayai agama Islam. Di saat orang-orang lain tidak mempercayainya, Khadijah lah yang selalu membela dan menenangkan hati Rasulullah. Sebegitu setianya Khadijah kepada Rasulullah, sampai segala hal tentangnya beliau patuhi. Inilah keistimewaan Khadijah dibanding istri-istri Rasulullah yang lain. Jika tidak ada lagi keistimewaan selain ini, tentu sudahlah menunjukkan kemuliaan Khadijah.

Khadijah juga selalu membantu dakwah Rasulullah SAW sampai seluruh hartanya habis di jalan Allah. Begitulah Khadijah mengorbankan seluruh harta benda baik jiwa dan raga seluruhnya dikorbankan.

Khadijah jugalah yang bisa melahirkan keturunan-keturunan Rasulullah SAW. Yang sampai bisa menurunkan keturunan yang bisa meneruskan panji-panji Islam melalui Sayyidah Fatimah yang menikah dengan Sayyidina Ali. Dan memperoleh cucu.

Dilihat dari sebegitu banyaknya pengorbanan cinta Khadijah kepada Rasulullah SAW, sehingga beliau dikenal dengan ummul mukminin, yakni ibunya orang-orang mukmin.

Sampai pada akhirnya Sayyidah Khadijah meninggal dalam usia 64 tahun 6 bulan dan ketika itu sudah menjalin pernikahan dengan Rasulullah SAW selama 24 tahun. Khadijah meninggal di gunung Hujun, dan dimakamkan di pemakaman dekat kota Makkah.

Beliau meninggal karena sakit-sakitan dan melemah setelah lama menahan rasa kelaparan karena terjadinya blokade antara umat Islam dengan kaum Quraisy selama tiga tahun.

Tahun inilah yang kemudian dikenal dengan ‘amul husni, maksutnya ialah tahun kesedihan. Karena rasulullah SAW sangat sedih, orang yang selama ini menemani beliau sudah tiada. Bersamaan dengan itu, paman beliau, Abu Thalib yang selalu setia membela dakwah Nabi juga wafat.

Sebegitu cintanya Rasulullah kepada sayyidah khadijah dapat terbukti dengan banyaknya hadis yang menceritakan tentang rasa cintanya kepada sayyidah Khadijah.

Di antaranya ketika sayyidah Aisyah, istri Rasulullah SAW menceritakan bahwasanya ia tidak pernah cemburu dengan wanita manapun kecuali Sayyidah Khadijah. Padahal Sayyidah Khadijah itu sudah tiada, akan tetapi Rasulullah SAW masih saja sering menyebut-nyebutnya. Kemudian Rasulullah menjawab bahwasanya “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanitapun yang lebih baik dari Sayyidah Khadijah” 

“Sayyidah Khadijah adalah orang yang pertama kali mengimani Rasulullah SAW tatkala orang-orang kafir kepadanya. Dia jugalah yang membenarkan Rasulullah SAW tatkala orang-orang mendustakanya. Dia jugalah yang telah membantu Rasulullah SAW dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya untuk tidak membantu. Dan Allah telah menganugerahkan dari Sayyidah Khadijah keturunan tatkala Allah tidak menganugerahkan kepada Rasulullah SAW anak-anak dari wanita-wanita lain.”  Ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam kitab musnadnya.

Dalam cerita lain Rasulullah pernah mengangkat saudara perempuan Sayyidah Khadijah, yang bernama Halah binti Khuwailid. Rasulullah SAW mengaku merasa senang dan bahagia apabila kedatangan saudara Khadijah. Karena dengan saudaranya Rasulullah SAW menjadi teringat dengan Sayyidah Khadijah. Karena yang namanya saudara, pastinya ada sesuatu yang mirip dengannya.

Cinta yang selalu muncul dalam sanubari Rasulullah SAW kepada Sayyidah Khadijah juga terwujud tatkala Rasulullah SAW menyembelih kambing. Dan kemudian akan dibagi-bagikan kepada teman-teman semasa hidup Khadijah.

Sebegitu cintanya Rasulullah SAW sampai setiap harinya ia memohonkan ampun kepada tuhannya teruntuk Sayyidah Khadijah.

Demikian bagaimana perasaan Rasulullah SAW kepada Sayyidah Khadijah yang tak terhapuskan oleh waktu. Sampai titik nafas terakhir Rasulullah SAW pun masih mencintai Sayyidah Khadijah. Memang kemuliaan Sayyidah Khadijah sebagai perempuan terkasih dan terbaik bagi Rasulullah. Apalagi dengan segala capaian dan segala hal yang pernah dilalui bersama Rasulullah SAW. Rindu memang tak bisa dibohongi. Dan bagi Rasulullah SAW pun juga terasa sendu dan mungkin menyesakkan.


Like it? Share with your friends!

3
Latifatul Khiyaroh
Student at UIN Maulana Malik Ibrahim 🎓

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals