Pemahaman tentang konsep gender dewasa ini masihlah bervariasi, tergantung dari kacamata atau pendekatan apa yang ingin digunakan serta dari sudut mana untuk melihat objek kajian tentang gender tersebut. Ada yang melihat bahwa gender bukanlah suatu masalah, bilamana nilai dan derajat perempuan tetap dipahami dengan baik.
Nilai-nilai yang terkandung dalam kajian gender juga dipahami tidaklah bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip keislaman, sehingga pemahaman Islam tentang gender tidak perlu diragukan lagi. Pokok kajian yang akan dipaparkan ini adalah bagaimana konsep keseteraan gender dalam perspektif hadis?.
Hadis-hadis dalam pembahasan ini dikumpulkan berdasarkan tematik dengan tema besarnya tentang keseteraan antara perempuan dan laki-laki. Setidaknya ditemukan paling sedikit tiga persoalan, yaitu terkait penciptaan perempuan, tugas serta tanggungg jawab suami istri, serta keutamaan laki-laki.
Pertama, Persoalan penciptaan perempuan. Telah diketahui bahwa perempuan diciptakan pertama kali dari tulang rusuk, perempuan pertama dalam hal ini bernama Sitti Hawa yang diciptakan oleh Tuhan dari tulang rusuk Nabi Adam as. yang bengkok. Hal tersebut diriwayatkan dalam hadis berikut;
Artinya: Telah bercerita kepada kami Abu Kuraib dan Musa bin Hizam keduanya berkata, telah bercerita kepada kami Husain bin “Ali dari Za’idah dari Maisarah Al Asyka’iy dari Abu Hazim dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Nasehatilah para wanita karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah pangkalnya, jika kamu mencoba untuk meluruskannya maka dia akan patah namun bila kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok. Untuk itu nasehatilah para wanita“. (HR. Bukhari, no. 3084)
Hadis diatas menjelaskan bahwa sumber asal muasal penciptaan perempuan di dunia ini yaitu dari tulang rusuk yang bengkok itu. Dapat dipahami pula bahwa penciptaan perempuan berbeda dengan penciptaan laki-laki yang dari tanah.
Namun demikian proses kelahiran atau kejadian manusia setelah penciptaan Adam dan Hawa adalah sama yaitu melalui proses kelahiran, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa keduanya memiliki perbedaan sifat, postur tubuh, serta tingkah laku yang dimiliki masing-masing.
Dalam perspektif kontemporer, hadis tersebut mengindikasikan adanya suatu kelebihan yang dianugerahkan oleh Allah kepada kaum perempuan sesuai dengan kodratnya untuk menjalankan fungsi reproduksi, yaitu mengandung, melahirkan, menyusui, dan mendidik anak demi keberlanjutan kehidupan umat manusia, dan tentunya sebagai ibu rumah tangga.
Dalam bukunya Membumikan al-Qur’an, M. Quraish Shihab mengatakan bahwa tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam arti majazi, bahwa hadis tersebut menperingatkan kaum laki-laki agar menghadapi perempuan dengan baik.
Hadis tersebut memperingati bahwa ada karakter, sifat, dan kecenderungan perempuan yang berbeda dengan laki-laki.Oleh karenanaya, laki-laki tidak layak berperilaku kasar dalam mengubah sikap perempuan. Seorang laki-laki yang dewasa hendaklah memberikan pelajaran kepada perempuan dengan cara yang halus, sebagaimana kodrat penciptaan sebagai perempuan yang memiliki sifat lembut.
Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa penciptaan perempuan dan laki-laki mengandung arti berasal dari jenis dan unsur yang sama (nafsin wahidah) kedua jenis kelamin tersebut mengandung anggota tubuh yang menunjukkan sifat yang disebut sifat kelaki-lakian (masqulinity) dan sifat kerempuanan (feminity). Oleh karena itu, kedua jenis kelamin itu merupakan suatu gender yang menunjukkan satu mata uang yang tidak dipisahkan satu lain.
Kedua. Perihal Tanggung jawab suami istri. Mengenai tugas dan tanggung jawab suami istri dalam keluarga merupakan persoalan yang lumayan rumit apabila tidak dipahami dengan pendekatan religi (agama). Adapun hadis yang menyinggung hal tersebut dapat ditemukan pada Shahih al-Bukhari dalam kitab nikah, yaitu;
Artinya; Telah menceritakan kepada kami Abdan Telah mengabarkan kepada kami Abdullah Telah mengabarkan kepada kami Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin. Dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang Amir adalah pemimpin. Seorang suami juga pemimpin atas keluarganya. Seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya. Maka setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 4801)
Hadis tersebut jika dilihat menggunakan perspektif klasik, maka dapat dipahami peran dan tanggung jawab suami istri adalah senantiasa seimbang (balance) dengan fitrah perempuan dan laki-laki sebagai hamba Allah Swt. Keduanya telah di setting berdasarkan tugas dan kemampuannya masing-masing.
Sebagai contoh, seorang laki-laki memiliki tanggung jawab untuk mencari nafkah serta melindungi keluarganya. Adapun perempuan dapat mendidik anak, mengatur harta serta kehidupan rumah tangga yang sakinah ma waddah wa rahmah.
Ketiga. Persoalan keutamaan laki-laki dan kekurangan perempuan. Perihal tentang keutamaan serta kelebihan laki-laki disebutkan dalam hadis berikut;
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah memberitakan kepada kami Al Laits bin Sa’d dari Ibnu Al Had dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
“Wahai para wanita, perbanyaklah sedekah dan istighfar, sungguh saya melihat kebanyakan kalian adalah penghuni neraka.” Lalu seorang wanita berbadan gemuk dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa kami yang paling banyak masuk ke dalam neraka?” Beliau menjawab: “Kalian banyak melaknat dan mengkhianati perlakuan suami, saya tidak pernah melihat makhluk berakal yang akal dan agamanya kurang selain kalian.
“ Wanita tersebut kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang di maksud dengan kekurangan akal dan agama?” beliau menjawab: “Adapun akalnya kurang disebabkan karena kesaksian dua orang wanita sama dengan kesaksian seorang laki-laki, ini termasuk dari kekurangan akal. Kalian berdiam beberapa hati tidak shalat dan berbuka di bulan Ramadan adalah bukti kurangnya agama kalian.” (HR. Ibnu Majah, no. 3993)
Perlu diperhatikan bahwasanya hadis tersebut apabila dipahami secara tekstual, maka akan menjadi berbahaya sebab meremehkan dan melecehkan kaum perempuan, dan hal itu sangat berntentangan dengan prinisp kesetaraan gender. Oleh karenanya, pemahaman secara kontekstual sangat dibutuhkan dalam memahami hadis ini.
Terkait tentang kekurangan akal dan agama bukan berarti perempuan secara potensial tidak mampu untuk menyamai atau melampaui prestasi kreatifitas logika dan ibadah laki-laki.
Jika dilihat secara sempit, hadis itu menggambarkan situasi kehidupan sehari-hari perempuan dan laki-laki pada masa Nabi Saw., dan pada masa tersebut laki-laki memperoleh otoritas di bidang persaksian, serta diberi porsi dua di bidang kewarisan yang perempuan hanya mendapatkan satu persi. Hal itu disebabkan peran dan fungsi publik (pada saat itu) berada di pundak laki-laki.
Walaupun demikian, jika kita menggunakan pendekatan fungsional, maka pada tahap prosesi itu, perempuan mendapatkan amalan ibadah yang amat luar biasa, karena perempuan dalam keadaan lemah akan tetapi dapat menjalankan amanah dengan penuh kesabaran yang mana laki-laki tidak memilikinya.
0 Comments