Manusia bertugas memakmurkan bumi. Setiap manusia berstatus sebagai pemimpin dan pejuang untuk tugas ketuhanan dan kemanusiaan. Konsep kepemimpinan di bumi bersumber dari istilah khalifah dalam Alquran.
Perhatikanlah! Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku akan membuat khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Engkau akan menempatkan orang yang akan merusak di sana, yang akan membuat pertumpahan darah, padahal kami bertasbih memuji-Mu dan menguduskan Dikau?” Ia menjawab, “Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS 2:30).
Kata khalifah artinya yang menggantikan atau yang datang kemudian setelah yang ada sebelumnya. Atas dasar itu ada yang memahami khalifah sebagai pengganti Allah swt dalam menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-Nya. Hal ini bukan karena Allah swt tidak mampu, melainkan untuk menguji manusia dan memberinya penghormatan.
Melalui ayat tersebut Allah swt memberitahu bahwa Dia akan menjadikan makhluk yang memakmurkan dan menghidupkan bumi dari generasi ke generasi. Mereka akan menghuni bumi secara bergantian, sehingga kemakmuran, pertumbuhan, dan kehidupan ini terpelihara dan kehendak Allah swt menjadikan bumi tempat ujian dan hikmah penciptaan terlaksana.
Khilafah mengandung beberapa unsur, yakni wewenang yang diberikan Allah swt, makhluk yang diberi wewenang, serta wilayah tempat bertugas. Orang yang diserahi wewenang sebagai pemimpin niscaya melaksanakan tugas sesuai petunjuk-Nya. Khalifah yang sempurna ialah sosok yang mempunyai kemampuan inisiatif sendiri, tetapi kebebasan bertindaknya memantulkan kehendak Penciptanya.
Dalam konteks kepemimpinan, manusia niscaya melaksanakan hukum dan berlaku adil di antara manusia, menghindarkan diri dari memperturutkan hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan dari jalan Allah dan melalaikan manusia dari hari pertanggungjawaban. Rasulullah saw bersabda, “Kamu sekalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
Sebagai pemimpin derajat manusia di bumi berbeda-beda sesuai dengan potensi dan usaha masing-masing serta anugerah Allah swt yang dilimpahkan kepadanya. Ada yang menjadi kepala negara, gubernur, bupati, walikota, camat, lurah/kepala desa, dan sebagainya. Masing-masing mendapat imbalan sesuai dengan apa yang mereka usahakan, dan kelak menerima balasan yang seadil-adilnya. Siapa yang menyalahgunakan jabatannya ia akan menanggung akibatnya.
Dialah yang menjadikan kamu ahli waris di bumi; siapa yang ingkar, maka keingkarannya hanya terhadap diri mereka sendiri, dan keingkaran orang-orang kafir dalam pandangan Tuhan hanya akan menambah kebencian kepada orang kafir. Kekafiran mereka hanya menambah kerugian mereka sendiri. (QS 35:39).
Khalifah sebagai ahli waris di bumi mengandung dua arti. Pertama, sebagai khalifah Allah di bumi. Kedua, sebagai penerus atau pengganti umat sebelumnya yang telah kehilangan hak-hak mereka karena melakukan perbuatan zalim. Kehormatan dan harga diri sebagai khalifah dan contoh-contoh masa lampau pada penerus atau pengganti harus tetap membuat mereka jujur dan bersyukur.
Rasulullah saw adalah manusia teladan dalam segala aspek kehidupan. Beliau pahlawan dalam perang dan damai, pemimpin umat dan rumah tangga. Para ulama merumuskan empat kualitas mutlak bagi Rasul, yakni: shidiq (benar, jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan pesan Ilahi), dan fathanah (cerdas dan kuat ingatan). Setiap orang beriman niscaya mengembangkan kualitas diri dengan mewarisi dan mewariskan nilai-nilai kenabian pada keluarga dan handai tolan. Alquran menggambarkan suasana batin Rasulullah saw sebagai pemimpin umat sebagai berikut.
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari golonganmu sendiri; terasa pedih hatinya bahwa kamu dalam penderitaan, sangat prihatin ia terhadap kamu, sangat kasih sayang terhadap orang beriman.(QS 9:128).
Hati pemimpin niscaya begitu lembut seperti hati Nabi, merasa sedih sekali melihat masyarakatnya dalam kesulitan dan terjerumus ke dalam kehancuran. Dia begitu bergairah menjaga mereka, lemah lembut, penuh kasih sayang dan gembira. Dengan sentuhan akhlak dan kepribadian agung Rasul umat selalu siap sedia melaksanakan segala pesan-pesannya. (QS 48:29).
Ayat-ayat khalifah sebagian menggunakan kata khalifah dalam bentuk tunggal, dan yang lain dalam bentuk jamak. Hal itu mengisyaratkan bahwa kepemimpinan itu kadangkala dapat ditunaikan secara individual, tetapi pada kondisi yang lain harus dilakukan secara kolektif (berjamaah).
Bangsa Indonesia tengah menghadapi problem kepemimpinan dari hulu sampai hilir. Ada kesenjangan dan kekurangharmonisan hubungan antara para pemimpin dan rakyat. Setiap warga Negara Indonesia niscaya mempunyai rasa memiliki dan rasa tanggung jawab terhadap kelestarian negeri ini. Pemimpin bangsa yang ideal ialah yang mampu menghayati dan mengamalkan sistem among yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara: Ing ngarsa asung tuladha; ing madya mangun karsa; tut wuri handayani – Di depan memberikan teladan, di tengah ikut bekerja, dan di belakang memberikan motivasi dan sugesti.
Supaya setiap manusia Indonesia menjadi pemimpin, semua orang dewasa niscaya membangkitkan rasa harga diri, kepercayaan diri, dan tanggung jawab anak bangsa melalui pendidikan terpadu pada tripusat pendidikan, yakni rumah, sekolah dan masyarakat.
Memfungsikan rumah sebagai persemaian pertama nilai-nilai luhur agama dan bangsa serta menjadikannya surga bagi setiap penghuninya. Meningkatkan fungsi sekolah sebagai tempat belajar hidup dan rumah kedua bagi setiap siswa. Menciptakan masyarakat ramah anak dan menjauhkan segala anasir yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani.
Baca tulisan-tulisan Muhammad Chirzin lainnya: Kumpulan Tulisan Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.
0 Comments