Membumikan Konsep Manusia Penyendiri Ibnu Bajjah

Menjadi manusia penyendiri membuat kita lebih dekat dengan kesempurnaan. Sebab melalui kesendirian kita lebih dekat dengan Sang Khaliq.2 min


Sumber gambar: lapetiteloulou.blogspot.com

Hidup di era milenial ini penuh dengan politik. Artinya segala perilaku manusia di dunia saat ini ada motif terselubung di baliknya. Hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya berjalan atas kepentingan pribadi. Masyarakat pun berperilaku sesuai dengan kehendak diri, entah baik maupun buruk jika itu mendatangkan kenikmatan sendiri maka itu dihalalkan.

Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran dan rasa kepedulian manusia akan hukum. Manusia dengan mudahnya mengakal-akali dan membuat-buat kemaslahatan suatu hukum, yang padahal hukum itu adalah hukum larangan. Jika itu hukum larangan, maka tentu tidak ada kemaslahatan di dalamnya.

Selain itu, manusia bertindak bukan lagi sesuai dengan petunjuk, tapi hal umum yang berlaku dalam masyarakat. Tak masalah kiranya, jika hal umum dalam masyarakat itu adalah hal yang baik. Namun, bagaimana kiranya dengan hal yang buruk, dan umumnya masyarakat melakukannya? Dalam kondisi seperti ini, manusia harus cerdas dalam memilah-milah mana yang baik dan mana yang tidak dalam masyarakat.

Menjadi manusia penyendiri adalah salah satu dari banyak solusi bagi manusia di era milenial ini. Konsep yang dicetuskan oleh Ibnu Bajjah ini hadir sebagai respon atas konsep manusia penyendiri al-Ghazali. Al-Ghazali mengatakan bahwasanya manusia harus mengisolasi diri dari orang banyak agar bisa mencapai kebahagiaan tertinggi dengan jalan ibadah semata (tasawuf).

Hal ini tidak mungkin menurut Ibnu Bajjah karena bertentangan dengan tabiat atau watak manusia sebagai makhluk sosial. Ada dua hal yang dapat dipahami dari konsep manusia penyendiri Ibnu Bajjah. Pertama,  manusia penyendiri adalah sosok filsuf yang hidup pada salah satu negara yang tidak sempurna, yang mana mereka cukup hanya berhubungan dengan ulama dan ilmuwan saja dan mengasingkan diri dari sikap dan perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak baik.

Kedua, apabila tidak ditemukan seorang ulama dan ilmuwan, mereka harus mengasingkan diri secara total. Dalam artian, tidak berhubungan sama sekali dengan masyarakat, kecuali dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan (darurat) sekadar keperluan atau kebutuhan.

Konsep Ibnu Bajjah tersebut sangat relevan dengan konteks kekinian. Konsep tersebut menganjurkan manusia untuk menjadi makhluk sosial, yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Makhluk sosial yang dianjurkan adalah makhluk sosial yang cerdas, yang bisa memilah-milah mana yang baik dalam masyarakat dan mana yang tidak sehingga kehidupan manusia terarah kepada yang baik saja.

Dari konsep Ibnu Bajjah tersebut juga didapati suatu pemahaman agar hanya berhubungan dengan seorang ulama dan ilmuwan saja. Hal ini tentunya karena Ulama dan ilmuwan diyakini selalu mengarahkan kepada jalan kebaikan dan kebenaran. Dalam tanda kutip, jika ia benar-benar seorang ulama dan ilmuwan (jika dilihat dari konteks sekarang).

Namun, jikalau tidak bisa berteman dan bergaul dengan ulama dan ilmuwan, bertemanlah dengan orang-orang baik yang selalu mengajak pada kebaikan dan kebenaran serta takut akan maksiat. Bertemanlah dengan orang-orang yang hatinya terpaut kepada Allah, sehingga kita akan dapat juga keterpautan dengan Allah.

Teman adalah cerminan diri kita, jika ia baik kita tentu baik pula. Jika ia jahat bisa dipastikan kita jahat pula. Karena pertemanan sangat mempengaruhi perilaku dan tingkah laku seseorang karena itu pilihlah hanya teman yang memiliki prilaku yang baik.

Allah berfirman: (27) “Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.”  (28) “Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab (ku).” (Q.S. al-Furqaan [25]: 27-28)

Dari ayat tersebut kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya teman akrab/sahabat kita akan menentukan bagaimana nasib kita di dunia dan akhirat. Maka, carilah teman mukmin yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran sehingga tidak ada penyesalan bagi kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Menjadi manusia penyendiri membuat kita lebih dekat dengan kesempurnaan. Sebab melalui kesendirian kita lebih dekat dengan Sang Khaliq. Manusia penyendiri bukanlah individualis. Tapi sosialis yang tahu cara berhubungan sekedar dan seperlunya dengan masyarakat agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang menjauhkannya kepada Tuhan.


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
1
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
1
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Endrika Widdia Putri
Endrika Widdia Putri, S.Ag. adalah mahasiswa S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan Aqidah dan Filsafat Islam tahun 2018.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals