Mewabahnya virus Corona (Covid-19) yang terjadi di Indonesia membuat pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan dalam rangka mengatasi penyebaran virus ini, mulai dari pemberlakuan social distance pada masyarakat hingga terdapat kepala daerah yang melakukan karantina wilayah. Bahkan baru-baru ini muncul kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).
PSBB ini telah diberlakukan pertama kali di wilayah DKI Jakarta setelah statusnya ditetapkan atas usulan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang telah disetujui oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Legalitas dari pemberlakuan kebijakan tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Pembatasan Sosial Berskala Besar tersebut meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya, khususnya yang terkait dengan aspek pertahanan dan keamanan. Kebijakan pembatasan tersebut diambil tentu memiliki tujuan untuk menekan laju penyebaran virus Corona.
Terlepas dari dampak yang timbul dari adanya kebijakan pembatasan tersebut, tulisan ini mencoba melihat sejauh mana aspek maslahah yang ditimbulkan dari adanya kebijakan tersebut, khususnya dari kacamata lima tujuan syariat (maqâshid al-syari’ah).
Baca juga: Pancasila dalam Perspektif Tafsir Maqashidi
Pertama, dilihat dari aspek pemeliharaan jiwa (ḥifz an-nafs), Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar ini merupakan upaya pemerintah dalam rangka melindungi jiwa seluruh masyarakat dari ancaman penularan virus corona. Keselamatan jiwa merupakan kebutuhan pokok manusia, sehingga manusia harus menjaga kelangsungan kehidupannya. Apabila kebijakan PSBB ini tidak diberlakukan untuk mengatasi penyebaran virus corona, maka perlindungan terhadap jiwa warga masyarakat akan terganggu karena rentan tertular virus dan dapat menyebabkan terganggunya aspek pemeliharaan jiwa.
Kedua, apakah kebijakan ini sesuai dengan prinsip pemeliharaan agama? Pada dasarnya agama merupakan kebutuhan mutlak manusia, sehingga mendapatkan prioritas utama yang harus dijaga kelestarian dan keselamatannya. Terkait dengan kebijakan PSBB ini merupakan upaya pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bahaya wabah virus Corona, termasuk di dalamnya memberikan perlindungan terhadap agama setiap masyarakat.
Untuk mencegah timbulnya kemudaratan yang lebih besar, prosesi peribadatan yang seharusnya dapat dilaksanakan di tempat ibadah dialihkan untuk dilaksanakan di rumah masing-masing. Ibadah di rumah masing-masing ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kontak langsung antar warga masyarakat yang rentan terjadinya penularan Covid-19.
Kebijakan ini tidak berarti bahwa akan mengurangi esensi dari prosesi pribadatan masyarakat dalam menyembah Tuhan, namun dalam rangka mencegah kemudaratan untuk menggapai kemaslahatan (dar’u al mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al mashalihi), yaitu mementingkan keselamatan jiwa manusia dari bahaya virus corona.
Ketiga, kebijakan PSBB ini pun juga tidak akan mengganggu eksistensi dari upaya penyelamatan akal (ḥifz al-‘aql). Pemeliharaan terhadap akal merupakan sebuah keharusan karena dengan akalnya manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah di bumi ini.
Baca juga: ‘Menjaga Akal’ dalam Diskursus Tafsir Maqashidi
Adanya kebijakan ini tidak akan mengganggu eksistensi dari akal karena masyarakat khususnya ilmuan, tenaga pendidik, dan pelajar masih dapat mengembangkan keilmuannya di tempat masing-masing. Seperti misalnya, para tenaga pendidik dan pelajar masih dapat melakukanproses pembelajaran lewat daringsebagai upaya untuk menekan terjadinya penularan virus corona ini. Sehingga proses pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan tetap berjalan.
Keempat, kebijakan PSBB ini juga dapat membantu masyarakat dalam hal pemeliharaan harta. Jika kebijakan pembatasan ini tidak dilakukan di tengah pandemi virus corona yang semakin meluas dan korban terus bertambah dari hari ke hari, masyarakat akan rentan terinfeksi virus ini dan akan semakin banyak masyarakat yang sakit. Sehingga masyarakat tidak dapat mencari harta dan memperbaiki perekonomian keluarganya.
Terakhir, apabila dikaitkan dengan pemeliharaan keturunan, maka kebijakan ini juga dapat memberikan perlindungan bagi setiap anggota keluarga untuk tidak saling menularkan penyakit.
Baca juga: Apakah Saya akan Mati karena Corona?
Terlepas dari pro dan kontra masyarakat baik yang mendukung maupun yang menolak adanya kebijakan ini, tentu pemerintah sebagai pemangku kebijakan sebelum memberlakukan pembatasan haruslah memberikan sosialiasasi dan pemahaman kepada masyarakat secara luas, serta memberikan pembekalan kepada masyarakat dalam menghadapi musibah ini. Misalnya pemerintah memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok yang cukup bagi masyarakat yang membutuhkan, serta menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai.
Sebaliknya, dalam membantu upaya pemerintah dalam menekan laju penyebaran virus dan mencegah bertambahnya kasus positif Covid-19, masyarakat juga dapat berpartisipasi untuk saling bahu membahu menjaga kesehatan dan tetap menjalankan arahan pemerintah. Semoga pandemi virus ini bisa segera teratasi dan musibah segera berakhir. []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Apakah Anda menyukainya atau sebaliknya? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom bawah ya!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments