Bulan Suci Ramadhan adalah bulan penuh kenikmatan. Sebab seluruh umat Islam menjalankan puasa sebagai syariat keempat. Dipandang dari segi spritual ibadah sekali di bulan Ramadhan setara dengan berkali lipat ibadah di luar bulan Ramadhan. Di sisi lain, dalam aspek ekonomi bulan Ramadhan juga menjadi keberkahan kenikmatan tersendiri. Pasalnya omset penjualan para pedagang akan naik akibat dari kebutuhan masyarakat meningkat drastis terutama kebutuhan pokok seperti beras, minyak, susu, sirup, minyak dll.
Tidak berhenti sampai di situ, dalam aspek sosial bulan Ramadhan juga membawa kebahagiaan tersendiri. Hal yang paling menonjol adalah adanya si miskin yang akan banyak mendapatkan sedekah makanan dari si kaya baik di masjid, maupun di dinas sosial dan instansi keagamaan. Itulah pentingnya memaknai datangnya bulan Ramadhan sebagai bentuk datangnya pintu kebaikan.
Tradisi penyambutan bulan Ramadhan di Indonesia sangat erat kaitannya dengan kearifan budaya lokal. Banyak di berbagai daerah, khususnya di pulau Jawa menyambut kedatangan bulan Arab (bulan Hijriyyah) dengan festival dan perayaan yang besar. Dari setiap tradisi festival yang dilaksanakan semuanya memiliki nilai kebudayaan dan nilai keislaman yang dipadukan. Hal tersebut menunjukkan kebijaksanaan umat muslim Indonesia dalam mengamalkan ajaran Islam.
Tradisi yang tersebar di Jawa di antaranya tradisi Grebeg Maulud yang dilakukan di Solo dan tradisi Sekaten di Yogyakarta untuk menyambut bulan kelahiran nabi (rabî’ al-awwal), dan tradisi Besaran di Kota Demak untuk menyambut bulan Haji. Sedangkan hal yang paling menarik untuk dikaji adalah tradisi Dandangan yang terdapat di Kota Kudus untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan yang sangat kental dengan nuansa budaya Hindu yang diakulturasi melalui napas Islami.
Dandangan adalah cara dakwah Sunan Kudus memperkenalkan datangnya bulan suci Ramadhan kepada masyarakat Kota Kudus. Dandangan merupakan penyebutan istilah orang jawa untuk menyebut dandang yaitu bedug yang dipukul untuk memberikan peringatan atau informasi, sedangkan Dandangan diberikan imbuhan “an” di akhir kalimat, bertujuan untuk menunjukkan sebuah kegiatan memukul bedug untuk mengumpulkan masyarakat agar mendapatkan informasi atau peringatan ritual keagamaan hindu, bisa berupa upacara kematian, penyembahan dll.
Namun sebab kepiawaian Sunan Kudus budaya Dandangan yang semula merupakan budaya Hindu kini bergeser menjadi penyambutan bulan Ramadhan yang dimulai di pertengahan bulan Sya’ban (orang Jawa menyebutnya dengan bulan ruwah).
Secara tidak langsung tradisi Dandangan lebih mirip festival pasar pesta rakyat. Acara yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Kudus tersebut digelar sampai tanggal satu Ramadhan. Acara tersebut diisi oleh berbagai karya seni dan penampilan kebudayaan. Selain itu di dalamnya juga terdapat berbagai macam orang berjualan keperluan persiapan bulan Ramadhan dengan harga yang relatif murah yang menjadikan daya tarik masyarakat berbondong-bondong untuk menyemarakkan kegiatan.
Kegembiraan ekspresi pengunjungnampak terlihat jelas di setiap wajah seseorang yang berkunjung di acara Dandangan tidak terkecuali kaya, miskin, tua, muda, semuanya ikut gembira. Hal tersebut sesuai dengan hadis nabi bahwa barang siapa yang senang akan bulan suci Ramadhan maka tubuhnya haram akan api neraka. Dari kutipan hadis tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman hadis dahulu, kini, dan selanjutnya akan memiliki relasi dengan akulturasi budaya.
Akulturasi budaya dan agama merupakan cara seseorang meresepsi ajaran nabi. Dahulu syariat tentang Haji itu mengitari Ka’bah dengan bertelanjang, namun setelah nabi diutus maka terdapat persilangan budaya dan agama, hajinya tetap namun cara berpakaiannya yang kemudian dibenahi. Dalam hal ini Sunan Kudus juga meniru ajaran Nabi Muhmmad yakni membiarkan Dandangan namun bukan diisi dengan ritual pemujaan melainkan diganti menjadi acara penyambutan bulan suci Ramadhan.
Antara budaya dan agama seharusnya saling bersinergi, sehingga apabila ditemukan sebuah kontradiksi antara keduanya hal yang terbaik untuk mempertemukan keragaman adalah dengan saling berkompromi sehingga menjadi tradisi yang Islami dan dekat dengan budaya dan seni. Dalam siklus proses internalisasi ajaran Illahi tedapat inovasi dan kreasi yang perlu diresepsi dengan hati. Itulah sedikit keindahan tradisi di Kota Santri untuk menyambut bulan suci Ramadhan bersama nabi.
0 Comments