Ajaran Al-Qur’an tentang Sabar

“Dan jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”3 min


-1

Allah Swt berfirman:

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An-Nahl/ 16: 126)

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (QS. An-Nahl/ 16: 127)

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl/ 16: 128)

Secara historis, ayat di atas turun berkenaan dengan gugurnya Hamzah di perang Uhud. Hamzah dibunuh secara keji oleh seorang budak, yaitu Wahsyi. Inilah yang kemudian membuat Rasulullah saw bertekad untuk membalasnya dengan balasan yang setimpal atas kejadian itu.

Akan tetapi hal ini tidaklah sampai terjadi, karena Rasulullah saw diingatkan Allah Swt melalui firman-Nya: “Dan jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”

Lalu apa yang terjadi kemudian?

Karena kesabaran Rasulullah saw itulah Wahsyi memeluk Islam pada saat Fathu Makkah. Dia menjadi muslim yang baik. Kemudian dia juga turut serta dalam peperangan-peperangan besar dan penting dalam Islam.

Bahkan pasca wafatnya Rasulullah saw, pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq telah dikirim pasukan untuk  menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang yang murtad di bawah Nabi palsu yaitu Musailamah Al-Kazzab di Yamamah. Wahsyi turut serta dalam peperangan itu dan dialah yang berhasil membunuh Musailamah Al-Kazzab si nabi palsu itu.

Seandainya dulu Rasulullah saw membalas perbuatan Wahsyi terhadap Hamzah, tentu Wahsyi tidak akan menjadi pembela dan pejuang Islam nantinya. Akan tetapi beruntunglah, karena peringatan dari Allah Swt, Rasulullah saw mampu meredam amarahnya dan lebih mengutamakan kesabarannya sehingga mengurungkan niatnya untuk membalas perbuatan yang serupa kepada Wahsyi yang telah membunuh Hamzah secara keji itu.

Begitulah juga semestinya kita, meneladani Rasulullah saw dalam hal kesabaran. Kadangkala dalam kehidupan ini kita banyak dihadapkan dengan hal-hal yang tidak menyenangkan hati sehingga memicu amarah kita.

Seringkali kita tak mampu mengendalikan amarah itu, akibatnya adalah terjadi hal-hal di luar kesadaran kita, seperti menyakiti dan menzalimi orang, bahkan yang lebih tragis lagi sampai melakukan tindakan menghilangkan nyawa orang lain.

Itulah di antara akibat yang terjadi dari ketidakmampuan kita dalam bersabar. Dan tak jarang, kemudian kita menyesali apa yang telah kita lakukan itu. Oleh sebab itu, pentingnya mengendalikan diri dari sifat marah itu, sebagaimana Rasulullah saw menuturkan: “Bukanlah orang yang kuat yang menang dalam pergulatan akan tetapi orang yang kuat ialah yang mampu menahan hawa nafsunya saat marah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sabar berarti menahan dan mengekang diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah Swt. Yang tidak disukai itu tidak selamanya terdiri dari hal-hal yang tidak disenangi seperti musibah kematian, sakit, kelaparan, dan sebagainya, akan tetapi dapat juga berupa hal-hal yang disenangi misalnya segala kenikmatan duniawi yang disukai oleh hawa nafsu. Sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang diri dari hawa nafsu (Yunahar Ilyas, 2015, Hlm. 134).

Jika ada  pertanyaan, “Sampai kapan harus bersabar?” Maka jawabannya adalah sabar akan berhenti kalau kita sudah menginjakkan kaki di surga.

Terasa aneh memang, jika ada orang berkata bahwa sabar itu ada batasnya. Lalu, setelah sabar itu melampaui batasnya, apa kita diperbolehkan untuk berhenti bersabar? Tentu tidak demikian.

Andai tidak ada sifat sabar dalam diri seseorang, tentu ia akan berbuat sesuka hatinya. Kalau semua orang bertindak sesuka hatinya, apa tidak rusak struktur kehidupan di muka bumi ini?

Oleh sebab itu, berlatihlah untuk bersabar. Bersabar dengan kesabaran yang paling indah. Bersabarlah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. Bersabarlah untuk tidak bermaksiat kepada Allah Swt. Bersabarlah dalam menghadapi segala bentuk ujian dari Allah Swt. Yakinlah bahwa buah dari kesabaran kita adalah keridhaan Allah Swt. “Radhiya Allahu ‘anhum wa radhu ‘anhu.

Sabar adalah akhlak pribadi yang harus selalu menghiasi setiap pribadi-pribadi muslim. Dalam Islam, sabar menduduki posisi yang sangat istimewa. Oleh karena itu, bagi jiwa-jiwa yang memiliki sifat sabar ini tentu juga akan memperoleh kedudukan yang istimewa. Sebagaimana Al-Qur’an memposisikan orang-orang yang sabar dalam posisi pertama sebelum sifat-sifat yang lainnya.

Katakanlah, ‘Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta ridha Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali-‘Imran/ 3: 15)

(Yaitu) orang-orang yang berdo’a, ‘Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka’.” (QS. Ali-‘Imran/ 3: 16)

Yaitu orang-orang yang sabar, orang-orang yang menginfakkan hartanya, dan orang-orang yang memohon ampunan di waktu sebelum fajar.” (QS. Ali-‘Imran/ 3: 17)

Selain itu, orang-orang yang sabar ini juga termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan kasih sayang Allah Swt (‘Ibadurrahman). Al-Qur’an menyatakan bahwa buah dari kesabaran itu ialah tempat kedudukan yang tinggi di sisi Allah Swt.

Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka, dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Al-Furqan/ 25: 75-76)

Demikianlah balasan untuk orang-orang yang sabar. Jangan lelah untuk bersabar. Sebab kesabaran adalah kunci kesuksesan di dunia dan akhirat. Jauhi jiwa kita dari sifat ketidaksabaran karena bahaya dari ketidaksabaran adalah jiwa yang mudah terguncang, mudah berputus asa, dan mudah takluk pada keadaan.

Ketika mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang lain, maka janganlah bersedih hati terhadap mereka dan jangan pula merasa kesal. Akan tetapi, maafkanlah mereka dan berlapang dadalah. Sebagaimana Allah Swt menuturkan:

“Maka maafkanlah mereka dan berlapang dadalah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya).” (QS. Al-Maidah/ 5: 13)

Wallahu a’lam bishshawab.

 


Like it? Share with your friends!

-1
Abdur Rauf

Penulis berasal dari Kepulauan Riau. Saat ini sedang menempuh studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals