Kesadaran Multikulturalisme dalam Membangun Negara

Multikulturalisme merupakan kondisi sunatullah yang tidak bisa ditolak keberadaanya, kalau menentangnya maka kita bagian dari orang yang menentang tuhan.3 min


1
gambar: palembang.kompas.com

Indonesia merupakan negera yang multikultural, yaitu negera yang mempunyai kemajemukan yang bersifat pluralitas (plurality), keragaman (diversity), dan multikultural (multicultural). Multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan yang ada. Multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu, mereka punya hak yang sama di ruang publik.

Multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan, yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia, karena multikulturalisme menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme merupakan ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun kelompok.

Multikulturalisme adalah kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan ini terwujud apabila seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural sebagai sebuah keniscayaan yang tidak bisa diingkari ataupun ditolak, apalagi dimusnahkan.

Kenyataan yang tidak bisa ditolak bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, ideologi, kelas ekonomi, kelas sosial, dan lain-lain, karena suatu negara tidak akan berkembang kalau tingkat kemajemukannya kecil.

Realitasnya nalar kolektif masyarakat tentang multikulturalisme masih terkooptasi oleh hegemonik yang sarat dengan prasangka, kecurigaan dan kebencian terhadap kelompok yang berada diluar dirinya. Kondisi bangsa Indonesia yang multikultural merupakan modal positif dalam membangun kedaulatan negara, tetapi sebaliknya bisa menjadi letupan destruktif yang akan menghancurkan pilar-pilar kebangsaan. Perpecahan dan tindakan yang mengarah pada anarki akan menjadi tontonan, ketika tidak ada pengakuan terhadap kelompok identitas lain.

Keanekaragaman yang menjadi meinstream mulkulturalisme tidak hanya menyangkut keanekaragaman seni, tetapi keanekaragaman dalam cara pandang, berfikir, berideologi, berpolitik, berpendapat dan lain-lain. Multikulturalisme memandang bahwa adanya keanekaragaman, perubahan dan konflik menjadi sesuatu yang positif untuk menguatkan  akar peradaban, spiritualitas dan Iman. Fakta sejarah dapat menjadi renungan, pijakan dan nalar berfikir untuk menciptakan kesadaran multikultural.

Dalam khazanah Islam, Rasulullah dalam kepemimpinannya dikenal melakukan sebuah tansformasi sosial, di mana seluruh masyarakatnya hidup secara damai. Padahal saat itu masyarakat Madinah sangatlah plural, baik dalam agama, suku, bani maupun nasab. Konsep hidup bersama secara damai tersebut merupakan manifestasi dari kesepakatan bersama yang dikenal dengan Piagam Madinah. Dalam Piagam yang memuat 47 pasal tersebut, tidak pernah sekalipun disinggung identitas kelompok muslim, meskipun mayoritas masyarakatnya pada saat itu adalah muslim.

Baca juga: Toleransi dan Keteladanan Rasulullah

Piagam tersebut memuat kesepakatan antara masyatrakat migran (muhajirin), etnis madinah, suku Aus, Khazraj, Qainiqa’, Nadlir dan Quraidhah, dengan background keyakinan, Islam, Yahudi, Nasrani, dan Musyrik. Multikulturalisme yang terkandung dalam Piagam Madinah ini adalah persatuan dan persaudaraan, kebebasan beragama, tolong-menolong antara umat Islam dan kaum Yahudi, perdamaian antara Islam dan yahudi, dan saling menghormati dalam hidup bertetangga.

Rasulullah mampu mendamaikan suku-suku yang bertikai di Madinah tanpa melihat latar belakang golongan dan nasab mereka, sehingga tidak ada diskriminasi terhadap suku-suku minoritas, mereka diberikan hak yang sama sebagai warga negara. Pribadi multikultural Rasulullah, ditunjukan sejak perjalanan hijrahnya dari Mekah ke Madinah. Rasulullah dalam perjalanannya menuju Madinah didampingi oleh  Abdullah bin Uraiqit, yaitu seorang pemuda Yahudi.

Menjaga keamanan dan situasi politik Madinah melalui kesadaran multikultural dari semua unsur yang ada di Madinah, sehingga setiap warga wajib menjaga keutuhan  Madinah. Siapapun pihak luar yang akan mengganggu kedaulatan Madinah, maka seluruh penduduk Madinah bertanggungjawab untuk melawannya. Kesadaran untuk  menerima perbedaan khususnya dalam agama dan ideologi dipelihara dengan baik sehingga mereka bisa menjalankan aktifitas keagamaan mereka tanpa ada intimidasi.

Pada masa Daulah Umayyah kesadaran multikultural dalam bernegara juga tampak dari sistem pemerintahan yang mengadopsi sistem Persia dan Bizantium dengan penduduk yang berasal dari bangsa Muslim-Arab, bangsa-bangsa Muslim non-Arab, bangsa-bangsa non-Arab, suku berber, suku Yamani, Suku Mudhari dan lain-lain.

Penasihat Politik Daulah Umayyah adalah Sarjun bin Mansyur ar-Rumi keturunan Romawi Nasrani dan pengelolaan pemerintahan dibantu oleh ahlu Dzimmah. Ahlu Dzimmah adalah orang non Muslim yang menerima perlindungan, keamanan dan hak yang sama dari pemerintah. Selain itu interaksi budaya yang kuat antara Islam, Yahudi dan Nasrani menjadi identitas budaya Andalusia khususnya di Cordova.

Begitupun pada masa Daulah Abbasyiah keragaman bukan hanya nampak pada perbedaan suku, budaya dan agama tetapi nampak dalam hal ideologi, pemikiran dan madzhab. Zaman keemasan dibangun dengan beranekaragam pemikiran, pengetahuan, ideologi dan madzhab yang menjadi kekuatan dalam memajukan peradaban. Munculnya para ilmuwan dan temuan pengetahuan pada masa keemasan yang begitu hebat, tentunya didukung oleh cara berfikir yang terbuka terhadap segala hal.

Masyarakat bebas beragama, berfikir, berideologi, bermadzhab, berpendapat dan berpolitik yang diikat oleh norma yang telah menjadi kesepakatan bersama, merupakan kekuatan demokrasi dalam membangun kedaulatan negara. Fakta sejarah perlu menjadi paradigma dalam berfikir untuk mewujudkan kesadaran multikulturalisme.

Multikulturalisme bukan hanya sebatas wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan. Masyarakat harus mampu menyikapi berbedaan dengan penuh toleran dan egaliter, dengan mengakui realitas perbedaan yang dialami oleh setiap individu dalam memahami hakikat manusia yang komplek dan beragam secara kultur serta mereflesikan pentingnya budaya, ras, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, golongan, profesi, seksualitas serta gender,dan lain-lain.

Masyarakat harus mempunyai sikap peduli dan mau mengerti (difference), atau politik pengakuan terhadap orang-orang dikelompok minoritas (politics of recognition).

Multikulturalisme merupakan kondisi sunatullah yang tidak bisa ditolak keberadaanya, kalau menentangnya maka kita bagian dari orang yang menentang tuhan, karena tuhan menciptakan keanekaragaman apa yang ada di muka bumi. Kesadaran multikultural diciptakan sendiri melalui pemahaman dan keterbukaan hati dan pikiran untuk melihat realitas perbedaan dalam bernegara. []

_ _ _ _ _ _ _ _ _

Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! 

Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannyadi sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

1
Hakiman

HAKIMAN. SPd.I, MP.d. Dosen PAI FITK IAIN Surakarta.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals