Living Hadis sebagai Sarana Kajian Hadis Berkembang di Era Kekinian

Harapan besar dalam kajian hadis adalah melalui living hadis. Beragam respons atas hadis Nabi saw. di masyarakat ditemukan dengan ragam karakteristiknya masing-masin3 min


-1
limakaki.com

Istilah living hadis merupakan sebuah terminologi baru dalam ranah kajian hadis di Indonesia. Hal tersebut setidaknya di awal tahun 2000-an belum ada. Kajian yang ada atas hadis cenderung hanya terkait erat dengan ilmu hadis, kajian kitab-kitab hadis dan pemaknaannya saja.

Ragam penelitian dalam konteks tersebut sering kali tidak menghasilkan data baru. Hal ini dikarenakan kajian-kajian yang ada berbasis teks dan belum mengintegrasikan dengan keilmuan lain seperti ilmu sosial kemasyarakatan dan ilmu-ilmu lainnya. Dengan demikian, hasil kajian atas fenomena penelitian tersebut sering menumpuk di perpustakaan dan tidak dipublikasikan.

Harapan besar melalui kajian living Hadis kajian hadis dapat berkembang. Kritik-kritik atas penelitian hadis yang berkembang selama ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kajian pemahaman hadis antara zaman Nabi saw. sampai zaman munculnya pensyarahan hadis. Sehingga, banyak hadis yang tidak bisa diamalkan dalam kehidupan keseharian.

Perkembagan sosial kemasyarakatan, politik serta ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang dengan cepat. Sedangkan respons pemahaman atas sumber ajaran Islam lamban untuk tidak dikatakan dengan stagnan. Dengan demikian, diperlukan usaha memaknai ajaran Islam terutama hadis agar terimplementasikan di masyarakat kekinian dengan baik.

Semangat di atas sebenarnya sesuai dengan adagium Islam sebagai agama yang salihun likulli zaman wa makan. Artinya Islam dapat diterima di mana pun dan kapan pun. Upaya di atas dengan memahami sumber ajaran Islam hadis dengan beragam keilmuan kekinian menjadikan ajaran Islam itu sendiri semakin hidup di masyarakat.

Hal tersebut juga didukung banyaknya hadis yang secara tekstual akhir-akhir ini ditinggalkan atau tidak dilaksanakan. Dengan demikian, untuk menjadikan hadis hadir di masyarakat diperlukan usaha pemahaman kreatif.

Salah satu usaha untuk mendapatkan pemahaman di atas melalui kajian living hadis. Kendati di kalangan akademisi masih banyak yang mempertanyakan atas validitas kualitas hadis yang dikaji.

Hal skeptis tersebut selalu muncul dan bahkan ada yang mengatakan living hadis adalah liberal. Hal tersebut juga didukung dengan kenyataan bisa saja pola pemaknaan atas hadis tidak sejalan dengan hadis-hadis yang sahih dan menjadikan amalan-amalan yang bertentangan dengan kualitas hadis tersebut.

Dengan demikian, kehadiran living hadis satu sisi menjadikan kajian hadis dapat berkembang dengan baik sekaligus memunculkan rasa skeptis di kalangan masyarakat umum akan hasil kajian dikaitkan dengan kualitas hadis yang sudah mapan dan dikaji ulama hadis.

Sebagai sebuah hasil ijtihad dalam menjelaskan sumber ajaran Islam, ulama hadis pun tidak luput dari kesalahan. Hal ini menunjukkan beragamnya hasil ijtihad ulama dalam hal ini.

Dalam menentukan kualitas hadis saja dari sisi kualitas periwayat memunculkan beragam pendapat. Setidaknya ada tiga hal yakni mereka yang sangat keras, tengah-tengah dan sangat mudah. Mereka memiliki argumen masing-masing dan memiliki kitab-kitab yang jumlahnya berjilid-jilid dan dipakai sampai sekarang.

Hal tersebut artinya di zaman lahirnya keilmuan hadis pun terjadi perbedaan pendapat yang menghasilkan pendapat. Untuk memperkuat hal tersebut, beragam.

Setidaknya hal tersebut pada zaman Nabi Muhammad saw. Namun, hal itu bisa langsung ditanggapi oleh Nabi saw. Seperti pemahaman sahabat Nabi saw. atas perintah Nabi saw. untuk tidak salat kecuali di Bani Quraidhah. Atas hal ini pun Nabi saw. tidak menjadi persoalan yang signifikan. Dengan demikian, sangat wajar terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini karena setiap manusia memiliki karakter dan kecenderungannya masing-masing.

Untuk memperkuat hal di atas perlu kiranya merujuk kejadian di masa setelah Rasulullah saw. wafat. Banyak perilaku sahabat yang berbeda dengan Rasulullah saw. Perbedaan tersebut direkam oleh Syarifuddin Musawi sebanyak 97 persoalan agama.

Adapun rinciannya sebagaimana dalam kitab al-Nash wa al-Ijtihad  yaitu masa Abu Bakar 15 kasus, Umar ibnal-Khattab 55 kasus, Usman ibn Affan 2 kasus, Aisyah 13 kasus, Khalid ibn Walid 2 kasus, Mu’awiyah 10 kasus. Hal tersebut dalam kacamata sejarah sering dikenal dengan sebutan awwaliyat. Tentunya, beragam kebiasaan tersebut ada yang berjalan terus sampai sekarang dan ada yang hilang diterpa angin kehidupan. Dengan demikian perbedaan adalah wajar dan terus ada dalam setiap zaman sesuai detak jantung kehidupan manusia.

Kembali ke persoalan living hadis sebagai sebuah kajian hadis di ranah sosial kemasyatakatan. Sebagai sebuah keilmuan, living hadis memiliki obyek keilmuan yang sama dengan yang dilakukan ulama terdahulu. Hal yang membedakan adalah dari objek materialnya.

Jika ulama terdahulu mengkaji hadis dari sisi diterima atau ditolaknya suatu hadis maka hal tersebut merupakan bagian dari ulum al-hadis. Sebaliknya, jika suatu hadis dikaji dan di pahami melalui teks-teks hadis maka adalah obyek material dari syarah hadis.

Sedangkan living hadis dalam hal ini lebih memfokuskan pada praktik kehidupan di masyarakat baik yang dilakukan individu-individu serta kelompok masyarakat atas hadis. Dengan demikian, living hadis sama halnya dengan kajian keilmuan yang berkembang dalam sejarahnya.

Harapan besar dalam kajian hadis adalah melalui living hadis. Beragam respons atas hadis Nabi saw. di masyarakat ditemukan dengan ragam karakteristiknya masing-masing.

Kenyataan ini merupakan sebuah angin baru dalam kajian hadis yang perlu dikembangkan melaui beragam riset dan karya ilmiah baik melalui jurnal baik skala nasional maupun internasional.

Apalagi geliat kajian ini sudah menjadi keperluan bagi perguruan tinggi dan menyebar keseluruh Indonesia melalui beragam kegiatan seminar, workshop dan pelatihan yang diselenggarakan dengan demikian, sejalan dengan itu semua, maka kajian living hadis semakin diminati.

 


Like it? Share with your friends!

-1
Alfatih Suryadilaga
Dr. H. Muhammad Alfatih Suryadilaga, S.Ag. M.Ag. adalah Wakil Dekan Bidang Akademik Fak. Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga (2020-2024). Beliau juga menjabat sebagai Ketua Asosasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA) dan Ketua Yayasan Pondok Pesantren al-Amin Lamongan Jawa Timur. Karya tulisan bisa dilihat https://scholar.google.co.id/citations?user=JZMT7NkAAAAJ&hl=id.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals