Metodologi adalah bagian daripada epistemologi yang menjelaskan tentang langkah-langkah supaya memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Metodologi yang tidak cukup sekadar acara atau langkah-langkah saja, melainkan harus ada asumsi-asumsi yang melatarbelakangi munculnya sebuah metode. Namun, dalam hal ini penulis akan menjelaskan sedikit tentang hermeneutika sebagai metode menafsirkan Al-Qur’an.
Hermenutika dikenal dengan metode tafsir kitab suci, hermenutika berkembang pesat dalam berbagai disiplin keilmuan. Kajian yang sama juga dilakukan pada teks-teks klasik Yunani dan Romawi. Bentuk hermeneutik dalam kajian di atas mulai berkembang pada abad 17 dan 18. Kajian terhadap hermeneutik sebagai sebuah bidang keilmuan mulai marak pada abad 20.
Hermenutik adalah sebuah teori tentang pemahaman dalam menafsirkan teks atau biasa disebut dengan seni menafsir. Hermenutik mencakup dua fokus perhatian yang berbeda dan saling berinteraksi satu sama lain, yaitu; pertama, peristiwa pemahaman terhadap teks. Kedua, persoalan yang lebih mengarah menganai pemahaman interpretasi.
Sebenarnya hermenutika sebagai alat atau metode dalam membaca teks dan makna, telah dikenal sejak berkembangnya berbagai bidang keilmuan Islam tradisional, terutama dalam tradisi fikih dan tafsir Al-Qur’an.
Oleh karena itu, kajian didalam hermenutika adalah kajian Islam yang harus dipelajari untuk menambah khazanah keilmuan dan dapat memberikan pengetahuan baru terhadap bagaimana memahami teks serta makna di dalam teks.
Ilmu hermeneutika sebagai alat atau metode untuk menafsirkan kitab suci, dewasa ini mengalami penolakan. Salah satu alasan mengapa ilmu ini ditolak oleh sebagian agamawan, tidak lain karena mereka mempunyai asumsi bahwa hermeneutika adalah alat atau metode dalam menafsirakan Alkitab.
Oleh sebab itu, hermenutika sebagai metodeologi dalam memahami Al-Qur’an, mengalami pro dan kontra. Hal ini diperkuat dengan fakta Adian Husain dan Riziq Shihab menolak dengan tegas ilmu hermeneutika.
Berbeda dengan seorang mufassir dari Indonesia Quraish Shihab, beliau memiliki padangan yang berbeda. Teori-teori dan metode hermenutika sebagian bisa digunakan untuk memahami ayat-ayat di dalam Al-Qur’an dan sebagain tidak bisa digunakan. Perbedaan pandangan inilah yang menjadi polemik khususnya dalam akademisi.
Quraish Shihab dalam buku yang berjudul “Kaidah-kaidah Tafsir” memaparkan dan menegaskan bahwa beliau menerima ilmu tersebut. Namun, beliau menggarisbawahi bahwa hermenutika dapat dijadikan sebagai metode dalam memahami dan menafsirkan teks-teks Al-Qur’an tanpa merusak hakikat Al-Qur’an sebagai wahyu.
Meskipun demikian, Quraish Shihab tetap dalam pendiriannya dengan bersifat kritis dalam memilih ayat-ayat yang dapat ditafsirkan dengan menggunakan ilmu hermeneutik Sehingga pesan-pesan moral yang ada di dalam ayat Al-Qur’an bisa dipahami.
Tidak terlepas daripada itu, seorang pakar hermenutika Sahiron Syamsuddin mencoba mengintergrasikan hermenutika dengan ilmu Al-Qur’an yang dituliskan didalam karyanya yang berjudul “Hermenutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an”.
Beliau menjelaskan, pembaca akan dapat menilai bahwa penulis buku mengambil posisi jalan tengah, hal ini berati bahwa sebagaian teori hermenutika bisa digunakan dalam pengembangan Ulumul Qur’an dan penafsiran Al-Qur’an. Hermenutika dapat diaplikasikan ke dalam Ulumul Qur’an sehingga dapat memperkuat metode dalam penafsiran Al-Qur’an.
Banyak teori-teori dan metode-metode dalam hermenutika yang dapat diaplikasikan kedalam penafsiran Al-Qur’an. Hal ini disebabkan karena pentingnya kajian-kajian yang mendalam mengenai proses penafsiran Al-Qur’an. Meskipun ilmu ini berkembang pesat di barat dan sebagai metode dalam penafsiran Bibel, namun ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam Al-Qur’an.
Dalam prakteknya sebagai seorang muslim ketika menggunakan ilmu tersebut harus memperhatikan aspek sejarah, bahasa, teks dan konteks di mana ayat Al-Qur’an diturunkan.
Konteks sejarah berfungsi untuk melihat perkembangan masyarakat ketika ayat Al-Qur’an turun. Setelah melakukan analisa sejarah, maka yang perlu diperhatiakan selanjutnya adalah bahasa. Dengan melihat makna dasar dalam ayat maka akan dapat dengan mudah dikembangkan kembali dengan konteks saat ini.
Kontekstualisasi ayat menjadi penting. sebab dengan melihat konteks maka, kita akan bisa mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang berkembang terus maknanya sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan demikian, perlu para sarjanawan terutama Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir mempelajari hermeneutika. Memperhatikan teks dan konteks menjadikan ilmu hermeneutika menjadi salah satu ilmu yang direkomendasikan oleh Sahiron Syamsuddin ketika memahami Al-Qur’an.
0 Comments