Kondisi Amerika saat ini menjadi perhatian dunia dikarenakan tindak kekerasan terhadap ras tertentu oleh oknum polisi. Sejarah kelam mencatat di Amerika, orang-orang berkulit putih memperbudak orang yang berkulit hitam untuk bekerja di tempat mereka secara paksa. Pada akhir abad ke-19, dunia digemparkan dengan kampanye pembebasan perbudakan yang dilakukan Abraham Lincoln yang pada saat itu menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Sebagai tokoh pembebasan budak, ia sangat dikenal oleh dunia atas kegigihannya menegakkan persamaan hak.
Namun, jika kita melihat jauh ke belakang pada masa Nabi Muhammad saw. sudah terdapat upaya penghapusan perbudakan. Melihat hal ini, mengapa masih terjadi perbudakan pada saat itu?
Dilihat dari fakta sejarah, perbudakan sudah terjadi sejak peradaban kuno seperti Yunani, Mesir, Romawi, dan Persia. Budak dijadikan sebagai tenaga kerja milik pribadi yang dapat diperlakukan sesuai keinginan pemiliknya. Hal ini dikarenakan budak atau hamba sahaya dibeli oleh tuannya dan dianggap sebagai hak milik. Sehingga, apa pun perintah majikannya harus dituruti atau ia disiksa—jika tidak diganti dengan budak yang lebih baik.
Islam, saat pertama kali muncul di Makkah menarik perhatian “kaum bawah” seperti budak untuk memeluk Islam. Sejarah mencatat, di antara generasi awal Islam ada nama-nama budak seperti Sumayyah beserta keluarganya, dan Bilal ibn Rabbah. Awalnya, mereka melaksanakan ibadah secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh majikannya. Namun, saat tuan mereka mengetahui budaknya menjadi pengikut Muhammad, darah mereka pun langsung ‘mendidih’. Budak-budak tersebut mendapatkan siksaan dari tuannya dengan cara ditempelkan besi panas pada kulitnya seperti yang dilakukan kepada Ammar ibn Yasir.
Salah satu budak yang terkenal akan ketangguhannya mempertahankan iman adalah Bilal ibn Rabah yang disabdakan oleh Rasulullah bahwa beliau mendengar suara sandal Bilal di surga. Umayyah ibn Khalaf selaku majikan, menyiksa Bilal di hadapan masyarakat dengan ditimpa batu besar di atas perutnya.
Nasib Bilal cukup beruntung karena dibeli oleh Abu Bakar al-Shiddiq dan dibebaskan. Namun, nasib keluarga Ammar dan Sumayyah berakhir menjadi syahid pertama dalam Islam. Contoh peristiwa tersebut membuktikan kepada kita bahwa budak tidak dapat melawan perintah dari tuannya dan ia akan dikenakan hukuman jika menentang. Di sisi lain, kita melihat perjuangan kaum Muslim menghentikan perbudakan seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar al-Shiddiq.
Baca juga: Agenda Pembebasan Umat Islam |
Tradisi budak yang mengakar kuat dalam masyarakat Arab tidak menjadikan Tuhan melalui Al-Qur’an diam terhadap peristiwa tersebut. Namun, Al-Qur’an juga tidak gegabah dalam menjustifikasi pelarangan budak secara mutlak.
Upaya-upaya yang dilakukan Al-Qur’an terlihat jelas misalnya pada surah al-Balad (90): 13. Perintah “melepaskan perbudakan” (fakku raqabatin) dalam ayat terebut merupakan gambaran dimensi sosial manusia dalam memberikan kebebasan terhadap semua makhluk. Bahkan dalam upaya menghapus perbudakan, Islam menyamakan kedudukan setiap orang dan diukur berdasarkan ketakwaannya.
Fazlur Rahman dalam bukunya, Islam: Sejarah Pemikiran dan Peradaban memberikan komentar mengenai hal ini. Al-Qur’an mencoba menawarkan solusi untuk mengakhiri perbudakan dengan persetujuan di antara budak dan majikannya. Permasalahan tersebut diuraikan dalam Al-Qur’an surah an-Nur (24): 33,
“Dan budak-budakmu yang ingin membuat perjanjian penebusan-kebebasan, terimalah permintaan mereka jika kamu pikir ada kebaikan pada mereka, dan berilah mereka sebagain dari kekayaan yang telah Allah berikan kepadamu..”
Pada potongan ayat tersebut terdapat kalimat “jika kamu pikir ada kebaikan pada mereka” yang memberikan negosiasi terhadap pembebasan budak. Artinya, jika majikan itu merasa dengan membebaskan budak tersebut akan membuatnya lebih baik, maka hal tersebut lebih baik dilakukan. Sebaliknya, jika setelah dibebaskan dikhawatirkan tidak dapat hidup mandiri dan menjadi tidak terurus lebih baik hidup di bawah lindungan majikan.
Penawaran seperti ini menjadi solusi yang sangat bijaksana di tengah tradisi perbudakan yang telah mengakar kuat. Keputusan yang diambil dalam Al-Qur’an menimbang konsekuensi yang akan terjadi. Bisa jadi, budak yang lemah, ketika dibebaskan ia ditangkap dan dijual lagi menjadi budak. Maka, Al-Qur’an mengembalikan keputusan tersebut kepada majikan yang sudah mengenalnya secara baik.
Al-Qur’an sudah mengupayakan untuk mengurangi jumlah perbudakan yang ada. Hal ini secara tersirat menunjukkan kepada kita untuk tidak melakukan jual beli budak walaupun tidak disebutkan secara gamblang.
Dengan demikian, perbudakan setelah datangnya Islam mulai berkurang, namun masih tetap berjalan. Penghapusan budak secara radikal terealisasi pada masa kepemimpinan Abraham Lincoln sebagai Presiden AS sehingga merubah pandangan dunia mengenai perbudakan. Ya, semoga situasi di Amerika kembali membaik dan normal seperti sedia kala. []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jadi, bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments