Judi dan Pinjol menurut Hermeneutika Abdullah Saeed

Kitab Suci yang dihadirkan pada zamannya adalah suatu loncatan pengetahuan yang mengandung nilai ideal moral6 min


Dalam konteks dunia yang dipenuhi volatilitas dan ketidakpastian, problematika semakin kompleks seiring perkembangan teknologi dan informasi. Seperti adanya keterhubungan secara Peer to Peer (P2P) dalam dunia digital, misalnya, memunculkan fenomena judi dan pinjaman online (pinjol). Lalu bagaimana jika fenomena ini dipahami dengan menggunakan kacamata hermeneutika kontekstualitas Abdullah Saeed yang ia kembangkan dari double movement Fazlur Rahman.

Dalam karya Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition, Fazlur Rahman mengungkap bahwa Kitab Suci yang dihadirkan pada zamannya, adalah suatu loncatan pengetahuan yang mengandung nilai ideal moral yang universal, artinya “makna cum maghza” (makna mengandung maksud) yang ada di balik Kitab Suci bisa dipakai secara universal kapan pun di manapun. Meski Kitab Suci bersinggungan dengan konteks tempat dan waktu, ia tetap memiliki nilai yang tidak terikat dan bisa diterapkan di tiap zaman.

Untuk menggali nilai universalitas yang disebut dengan “maghza” tersebut memerlukan dialog antar-konteks yang kemudian disebut gerakan ganda (double movement) (Rahman, 1984, hlm. 6).

Gerakan pertama adalah menghubungkan fenomena spesifik atau “insidentil” saat ini dengan fenomena saat wahyu turun. Yakni saat di mana ayat dalam Kitab Suci merespon peristiwa insidentil pada zamannya. Lalu gerakan kedua adalah menggali alasan dan nilai ideal moral yang bisa dikontekstualisasikan pada zaman sekarang. Kesimpulan akhir dari proses menemukan nilai ideal moral di dalam “maghza” ini disebut Rahman dengan weltanschauung. (Rahman, 1984, hlm. 6)

Pada beberapa generasi berikutnya, muncul Abdullah Saeed yang berupaya memperinci double movement dengan menambah penjelasan mengenai proses di dalam menghubungkan makro konteks dan mikro konteks. Dalam buku berjudul Reading the Qur’an in the Twenty-first Century, Saeed juga berjasa memberikan gambaran penerapan teori double movement yang digagas Rahman dengan menambahkan satu istilah kunci yakni “konektor konteks”.

Konektor konteks yang digagas Saeed ini mempermudah cara kerja teori double movement dalam mendialogkan antara konteks pertama dan konteks kedua. Hasil dari upaya mendialogkan antara konteks pertama dan kedua ini disebut dengan apropriasi (appropriation) (Saeed, 2014, hlm. 6-7). Lalu bagaimana kerja hermeneutika kontekstual Saeed dalam memahami fenomena “kekinian” seperti judi dan pinjol?.

Baca juga: Diskusi Hermeneutika dan Tafsir Al-Qur’an

Kerangka Problematika dalam Bangsa Arab Klasik (Gerak Pertama)

Dalam tradisi Arab sendiri ketiga terma di atas dapat dijumpai dalam berbagai bentuk. Pertama mengenai judi, Dalam Lisanul Arab karya Ibnu Mandzur dijelaskan makna azlam dari kata zulam dengan dhammah pada huruf za’:

وكذلك الزُّلَمُ، بضم الزاي، والجمع الأَزْلامُ وهي السهام التي كان أَهل الجاهلية يستقسمون بها

“Dan adapun kata zulam dengan dhammah pada huruf zay dengan bentuk jamaknya adalah azlam memiliki makna anak panah yang digunakan untuk undian oleh orang-orang jahiliyyah.” Dalam beberapa kasus maysir juga bisa bermakna azlam.

“A dari maysir adalah Perjudian: bermain dengan dadu. Al-Yasr: mereka yang berkumpul untuk bermain judi, bentuk jamaknya adalah Aysar. (Ibnu Mandzur, 1985, hlm. 269-272)

Di sisi lain, dalam sudut pandang Kitab Suci, al-Qur’an bahkan menggambarkan bahwa pada periode Nabi Yunus metode mengundi nasib telah ditentukan dengan cara mengundi atau mengacak nama. Hal ini sebagaimana firman Allah: “Maka nama Nabi Yunus ikut diundi dan termasuk orang-orang yang kalah”

Ayat ini menceritakan ketika Nabi Yunus di atas sebuah kapal yang penuh muatan di tengah badai. Meski barang muatan telah dibuang kapal masih terancam karam dan dilakukanlah undian untuk menentukan siapa yang harus terjun ke laut. Meski undian di sini berbeda dengan perjudian untuk mencari keuntungan dan pemenang, namun metode yang digunakan menunjukkan adanya tradisi mencari keberuntungan melalui sistem pertaruhan probabilitas.

Adapun kedua, pinjaman dalam tradisi Arab memiliki kedekatan konsep dengan dayn dan gharim dan rabwah. Penghutang atau gharim dalam Al-Qur’an mendapatkan hak zakat. namun hutang berbunga yang mengandung unsur riba termasuk kategori yang dibahas secara lebih kompleks dan menjadi salah satu tema dalam ilmu fiqih sebagai konsep riba. (Hans Wehr, 1971, Hlm. 324)

Ibnu Jarir pernah mengungkapkan keadaan tradisi pinjam meminjam pada masa jahiliyyah yang problematik. Dalam asbab an-nuzul QS. Ali Imron 3: 130 Suatu ketika Bani Tsaqif berhutang kepada Bani Mughirah. Setelah waktu pelunasan tiba mereka berkata: “berilah perpanjangan waktu (tempo) kepada kami, maka kami akan memberikan tambahan (bunga).” Setelah itu turun ayat ini (Ath-Thobari, 2009, hlm. 360).

Ibnu Zaid pernah menceritakan pola tradisi berhutang pada masa Jahiliyyah bahwa salah satu tenor yang umum digunakan era itu adalah tenor tahunan. Ketika setahun telah genap maka sang penagih hutang akan bertanya: “mau bayar atau mau menambah?” Sistem peningkatan nilai bunga hutang pada masa jahiliyyah terjadi dengan gambaran jenis ternak berdasarkan usianya.

Seseorang yang berhutang unta Bintu Makhad (betina usia 1 tahun) dan terlambat satu tahun akan membayar unta Bintu Labun (betina usia 2 tahun). Lalu ia akan ditagih Unta Hiqqah (betina usia 3 tahun) jika telat membayar dua tahun. Setelah itu ia akan ditagih unta Jadz’ah (betina berusia 4 tahun) jika telat membayar tahun berikutnya. Demikian seterusnya akan diakumulasikan.

Bermula dari sini, konsep riba terus berkembang bahkan belakangan menjadi terlembaga. Sebagaimana era Belanda muncul konsep rentenir, pihak yang melakukan penyedia layanan praktik ini disebut dengan istilah rentenir atau lintah darat. Rentenir berasal dari Bahasa Belanda rentenier yang berarti pemakan bunga atau riba. (Novita Rahayu Pratiwi, 2024, Hlm. 33) Pada perkembangan dunia digital, konsep ini berkembang secara masif dalam ekosistem ini sebagai transaksi elektronik massal sebagai pinjaman digital.

Judi dan Pinjol Narkoba dalam Perspektif Al-Qur’an (Konektor Konteks)

Dalam Al Qur’an terdapat beberapa terminologi yang menggambarkan atau menjadi turunan dari konsep judi, di antaranya adalah الْمَيْسِرُ  dan  الْاَزْلَامُ. Kata Al Maysir dalam Al-Quran diulang sebanyak tiga kali. Adapun kata azlam الْاَزْلَامُ dalam Al Quran diulang sebanyak dua kali.

Maysir sendiri dalam segi bahasa diartikan dari kata yusran sebagai menggampangkan sesuatu. Atau juga bermakna berjudi. Adapun azlam lebih signifikan tingkat spekulasinya karna mengundi nasib dengan anak panah. Dalam Lisanul Arab karya Ibnu Mandzur dijelaskan makna azlam dari kata zulam yang saling berartikan: “Kata zulam dengan dhammah pada huruf zay dengan bentuk jamaknya adalah azlam memiliki makna anak panah yang orang-orang jahiliyyah suka mengundi dengannya. Adapun kata maysir bermakna Perjudian.” (Ibnu Mandzur, 1985, hlm. 269)

Ibnu Jarir At-Thobari dalam Tafsirnya yang berjudul Jamiul Bayan fi Tafsiril Quran menjelaskan bahwa Allah dengan ayat ini memperinci apa saja hal-hal yang diharamkan. Beberapa yang diharamkan adalah judi (maisir), mengundi nasib dengan anak panah (azlam), serta khamr yang memabukkan dan membuat candu. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang kotor. Diambil dari kata rijs yang bermakna dosa, kotor, atau sesuatu yang dibenci Allah terlebih rijs ini berasal dari setan. (Ath-Thobari, 2009, hlm. 360)

Selain QS. Al-Maidah 5:90 yang membahas mengenai judi, di dalam Al-Qur’an juga terdapat penjelasan mengenai bahaya dari gaya hidup lainnya seperti pinjaman online yang penuh dengan praktik riba. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran 3:130:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Dalam Tafsir at-Thobari, ayat ini berkitan dengan budaya riba dalam tradisi Masyarakat Makkah Jahiliyyah. Sesuai dengan asbab an-nuzul ayat di ini, Suatu ketika Bani Tsaqif berhutang kepada Bani Mughirah. Setelah waktu pelunasan tiba mereka berkata: “berilah perpanjangan waktu (tempo) kepada kami, maka kami akan memberikan tambahan (bunga).” (Ath-Thobari, 2009, hlm. 860)

Al-Qur’an juga secara konkrit dan aplikatif memberikan perlindungan kepada orang yang berhutang melalui surat At-Taubah 9:60 bahwa seseorang yang berhutang الْغٰرِمِيْنَgharim termasuk di antara 8 mustahiq zakat. Dari sudut pandang Qur’ani ini, kita memahami bahwa Al-Qur’an menginginkan adanya konsep filantropi Islam dalam mensejahterakan umat agar maju bersama dengan kata kunci “saling”.

Pentingnya menghindari pinjaman online yang sarat akan riba yang terlembagakan ini begitu ditekankan. Bahkan Menurut Muhammad Fuad Abdul Baqi, dalam karya Mu’jam Al-Mufahras li Al Fadh Al-Qur’an, kata riba dalam Al-Qur’an sampai diulang sejumlah 18 kali dalam 15 ayat dengan berbagai derifasinya. Hal ini menunjukkan pentingnya pembahasan ini agar dapat dicermati dan direnungkan oleh umat Islam (Abdul Baqi, 2007, hlm. 368).

Dari kelima belas pengulangan kata riba tersebut, terdapat kata ربوة(robwah) sebagai kata dasar yang membentuk kata riba. Rabwah bermakna tambahan “ziyadah”. Adapun robwah yang maknanya merujuk kepada konsep riba adalah sejumlah 6 tempat.

Baca juga: Sejarah dan Pemetaan Model Penelitian dalam Studi Al-Qur’an dan Literatur Tafsir (Ilmu Tafsir)

Mengurai Akar Masalah (Gerak Kedua)

Terdapat bebrapa hal yang dapat kita ambil dalam membaca fenomena judi dan pinjaman online sebagai gerak kedua:

Pertama, dengan pengajaran secara bertahap.

Dalam contoh upaya pengentasan judi dan pinjaman online yang telah membudaya, mungkin salah satu yang bisa ditawarkan oleh Al-Qur’an adalah keberhasilannya dalam menuntaskan persoalan kebiasaan orang Arab Jahiliyyah dalam minum khamr. Al-Qur’an menggunakan tiga tahapan khusus untuk persoalan ini. Yakni dengan menunjukkan bagaimana Al-Qur’an mengajarkan dakwah bertahap dan pelan-pelan atau tidak kaku.

1) Pada tahap pertama melalui QS. Al-Baqarah 2:219 Al-Qur’an sama sekali tidak menyinggung keharaman khamr namun hanya mengingatkan akan adanya bahaya di dalam khamr yang lebih besar dari manfaatnya. 2) Baru pada tahap kedua dengan turunnya ayat QS. An-Nisa 4:43 Al-Qur’an mulai melarang khamr dalam keadaan tertentu terutama sebelum pelaksanaan ibadah sholat. 3) Al-Qur’an baru kemudian benar-benar melarang khamr di ayat ketiga yakni QS. Al-Maidah 5:90 dengan menyebutkan bahwa khamr merupakan hal kotor yang termasuk dari perbuatan setan untuk tidak dilakukan orang yang beriman.

Konsep pendidikan Al-Qur’an sudah memberikan pandangan mengenai konsep tahapan psikologi pendidikan bahkan jauh sebelum lahirnya teori psikologi pendidikan dan perubahan sosial seperti Kurt Lewin yakni mencairkan (unfreezing)melakukan perubahan (change)mengokohkan kembali (refreezing) (Dina dan Elfan, 2020, hlm. 144.).

Kedua, dengan menanamkan prinsip kebersamaan sebagai kesadaran asketik

Al-Qur’an menganjurkan kaum muslimin menjadi ummah wahidah atau umat yang bersatu, ketika satu merasa kekurangan maka yang lain juga merasakannya sehingga yang berlebih akan menyisihkan kepada yang berkekurangan sehingga mereka memiliki kesetaraan. Kasus pinjaman online diambil oleh masyarakat adalah ketika mereka terhimpit kebutuhan ekonomi. Jika umat Islam bersatu maka prosentase korban pinjaman online akan dapat ditekan. Penerapan hal tersebut adalah dengan pola 1) Semangat berkarya dan beretos kerja, 2) Hidup sederhana dalam berindividu, 3) Menyisihkan prosentase hartanya dalam terciptanya kesejahteraan sosial.

Dalam QS. Al-Baqarah 2:280 terdapat penjelasan mengenai konsep dan nilai falsafah Al-Qur’an mengenai pentingnya membantu dan memberi keringanan kepada orang yang kesulitan. Salah satu maqashid Syariah merupakan penjagaan terhadap Harta. Menggambarkan pentingnya asas saling melindungi dan berbagi. Sebagaimana ajaran Nabi Muhammad yang mengajarkan doa kepada Abu Umamah tentang etos produktif untuk kemaslahatan bersama.

Doa yang diajarkan Nabi tersebut adalah 1. Aku berlindung kepada Allah dari rasa malas (lemah mental), 2. Aku berlindung dari lemah fisik, dan 3. Aku berlindung dari rasa bakhil. Tiga dorongan ini merupakan kata motivasi untuk bangkit dan produktif dan mengajarkan nilai filantropi Islam.

Referensi:

Buku:

Ath-Thabari. 2009. Jami’ al-Bayan fi Tafsiril Qur’an Jilid 9, Terj. Ahsan Askan, Jakarta: Pustaka Azzam.

Baqi, Muhammad Fuad Abdul. 2007, Mu’jam Al Mufahras Li Al Fadh Al-Qur’an, Kairo: Darul Hadits.

Mandzur, Ibnu. 1985, Lisan Al-Arab Jilid 12, Qum Iran: Nasyru Adabil Hauzah.

Rahman, Fazlur. 1984, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition, Chicago: University of Chicago Press.

Saeed, Abdullah. 2014, Reading the Qur’an in the Twenty-first Century, London: Routledge Taylor and Francis Group.

Wehr, Hans. 1971, A Dictionary of Modern Written Arabic, London: George Allen and Unwin Ltd.

Jurnal:

Mellita, Dina. dan Elpanso, Elfan. “Model Lewin Dalam Manajemen Perubahan:  Teori Klasik Menghadapi Disrupsi Dalam Lingkungan Bisnis” dalam Jurnal Mbia, Vol. 19, No. 2, Agustus 2020. DOI: https://doi.org/10.33557/mbia.v19i2.989.

Pratiwi, Novita Rahayu. Biased behavior in borrowing from loan sharks”, dalam Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam,  Vol. 9, No. 1, 2023, DOI: https://doi.org/10.20885/JEKI.vol9.iss1.art3

Yu, Chai Xin. dan Tham. Chau Ling, “Drugs discovery and Development: A Historical Overview, Current Challenges, and Perspectives”, dalam Biome Journals, Vol. 8, No. 1, Tahun 2024, DOI https://doi.org/10.28916/lsmb.8.1.2024.137.


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Muhammad Barir
Muhammad Barir, S.Th.I., M.Ag. adalah redaktur Artikula.id. Ia telah menulis beberapa karya, diantaranya adalah buku Tradisi Al Quran di Pesisir.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals