Konflik Agama dan Upaya Mewujudkan Perdamaian

“..Sejauh konflik dibenarkan dengan alasan relegius, orang yang bersangkutan itu sebenarnya justru tidak setia pada iman dan agamanya..”3 min


3
13 shares, 3 points
Sumber Foto: kemenag.go.id

Konflik agama dewasa ini bermunculan dihadapan kita, ditambah dengan berbagai permasalahan besar lainnya, terutama yang menyangkut fenomena sosial. Keadaan ini memperlemah kondisi bangsa, termasuk kerukunan nasional dan imbasnya kerukunan antar umat beragama juga mengalami degradasi yang memprihatinkan. Oleh karena itu perlu keseriusan dalam menciptakan kerukunan nasional antar umat beragama di Indonesia agar terhindar dari disintegrasi bangsa.

Hal ini dilakukan dengan maksud agar masyarakat Indonesia dapat berintegrasi secara damai antar umat beragama berdasarkan kesadaran intelektual dan niat tulus melalui dialog dan kerja sama, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan hak kewajiban warga negara di depan hukum terlepas suku, budaya, agama, golongan dan ras, dengan tujuan mewujudkan kehidupan yang adil dan rukun.

Pertanyaan besarnya adalah mengapa konflik antar suku dan antar pemeluk agama terus berlangsung, peledakan bom (yang tidak ada di jaman Orde baru) justru saat ini muncul waktu demi waktu, penembakan secara brutal terjadi dan kekerasan semakin meningkat, apa faktor kesalahannya, apakah agama juga turut andil dalam kekerasan? Atau apa yang mendorong penyebab tindak kekerasan itu?

Baca Juga: Mengurai Konflik Etno-Religius dengan Pengalaman Keberagamaan Lokal

Fenomena Konflik Agama

Konflik antar umat beragama sama tuanya dengan umat beragama itu sendiri. Fenomena tersebut secara realistis dapat diketahui dari berbagai informasi termasuk melalui arsiparsip yang ada. Konflik agama dapat terjadi karena perbedaan konsep ataupun praktik yang dijalankan oleh pemeluk agama. Baik karena terdapat perbedaan tafsir atau memang sudah melenceng dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat agama, dari situlah biasanya awal mula terjadinya konflik.

Pada aspek yang lain konflik juga lazim muncul dari stereotype satu kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda agama dan berujung oleh upaya saling serang, saling membunuh, membakar rumah-rumah ibadah dan tempat-tempat bernilai bagi masing-masing pemeluk agama.

Salah satu stereotype yang muncul beberapa dekade terakhir ini, banyak umat agama lain memberikan label kepada umat Islam sebagai umat yang radikal, tidak toleran, dan sangat subjektif dalam memandang kebenaran agama lain. Sementara umat Kristen dipandang sebagai umat yang agresif dan ambisius, bertendensi menguasai segala aspek kehidupan dan berupaya menyebarkan pesan Yesus yang kerap disebut “kristenisasi”.

Berkaca pada penjelasan singkat di atas, pada dasarnya, Kecenderungan terjadinya konflik, perang dan terorisme tidak saja disebabkan oleh agama semata, tetapi oleh masalah sosio-ekonomi dan politik di antara kelompok agama, sejauh konflik dapat dicari pembenarannya dengan alasan religius.

Inilah wajah konflik agama yang sebenarnya kerap kita jumpai. Yakni agama sebagai justifikasi bukan sumber utamanya. Dengan begitu orang yang memperalat agama sebenarnya justru tidak setia pada iman dan agamanya. Agama digunakan secara serampangan, nama Tuhan dihinakan oleh egoisme dan kesombongan kolektif. Fenomena demikian sebenarnya bukan lagi atas nama agama, karena agama pada esensialnya adalah sikap menyembah, tunduk dan rendah hati pada yang transenden.

Konflik Agama Apa Penyebabnya?

1.    Truth Claim

Kecenderungan umat beragama berupaya membenarkan ajaran agamanya masing-masing, meskipun kadang ada pembela yang tidak paham terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam agama yang dibela tersebut. Namun semangat yang menggelora kadang kala telah mendorong keberanian untuk merendahkan orang lain yang tidak sepaham dengannya meskipun berasal dari satu agama. Harus diakui keyakinan tentang yang benar itu didasarkan pada Tuhan sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Namun ragam jenis manusia menyebabkan wajah kebenaran itu tampil beda sesuai tafsir masing-masing. Sebab perbedaan ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari berbagai referensi dan latar belakang orang yang meyakininya. Mereka mengklaim telah memahami, memiliki, bahkan menjalankan secara murni terhadap nilai-nilai suci itu.

2.    Doktrin Jihad

Pasca bom Bali I banyak orang tersentak ketika Imam Samudra, tersangka utama bom Bali, mengeluarkan pernyataan mencengangkan di hadapan wartawan. “Ini adalah perjuangan suci (jihad), bukan perjuangan hina. Insya Allah, Allahu akbar!” Tentu saja, pernyataan Imam Samudra tersebut menyisakan banyak pertanyaan dalam pikiran semua orang tentang konsep jihad dalam Islam. Dalam agama memang dikenal konsep jihad, namun bukan jihad sebagaimana yang dipahami oleh Imam Samudra seperti di atas, yaitu membunuh orang yang tidak berdosa karena disebabkan oleh doktrin-doktrin tertentu.

Baca Juga: Memahami Pluralisme dalam Wacana Indonesia Damai

Upaya Mewujudkan Perdamaian

Persoalan konflik antar umat beragama yang terjadi di Indonesia tidak bisa dipahami dan ditangani secara terisolasi. Gejala kekerasan antar pemeluk agama tidak bisa dilepaskan dari persoalan-persoalan asasi yang muncul di masyarakat, bangsa dan negara yang sedang mengalami krisis multidimensional.

Krisis itu kemudian memunculkan harapan perdamaian. Perdamaian tidak berarti membuat orang harus menghindari dari konflik, atau dari perbedaan, tetapi justru menghargai perbedaan. Dalam hal ini, penting bagi masyarakat untuk menghargai keanekaragaman, kemajemukan dan mengelola konflik. Konteks ini, masyarakat yang plural merupakan realitas manusiawi, konflik menjadi hal yang sulit dielak maka perdamaian harus dilakukan. Masalah konflik agama menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya di kalangan yang tengah menghadapinya tetapi juga perlu adanya kerja sama dari pihak pemerintah untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama.

Menurut Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Jakarta, Departemen Agama memiliki peran yang potensial untuk memelihara kerukunan antar umat beragama dan membangun etos serta etika bernegara. Apabila elemen yang ada di Departemen Agama mampu menangani masalah-masalah keagamaan yang muncul di beberapa wilayah Indonesia, maka konflik di dalam masyarakat kemungkinan mampu dicegah. Namun begitu, hal ini juga tidak bisa terwujud tanpa adanya peran dari komponen yang lain yaitu masyarakat itu sendiri dan pemuka agama. Menurut penulis ada beberapa dialog dan pendekatan yang dapat digunakan untuk menangani penyelesaian konflik antara lain:

Pertama, dialog teologis, yaitu salah satu dialog tentang keagamaan antara para pemuka agama yang eksis di Indinesia. Kedua, dialog intelektual, yakni dialog kalangan akademisi yang mumpuni dan memiliki kemampuan dalam menyelesaikan persoalan konflik (bukan orang awam). Ketiga, pendekatan kultural merupakan aspek penguatan ideologi negara secara terbuka dan sosialisasi nilai-nilai yang menekankan pada penghormatan terhadap HAM. Keempat, pendekatan hukum, yakni berupa penegakan norma-norma hukum yang mengandung asas keadilan dan kepastian secara konsisten, dan kelima, pendekatan struktural yang menekankan pada aspek rasional, baik pada tingkatan lembaga-lembaga negara, masyarakat, juga penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan.

Editor: Ahmad Mufarrih
_ _ _ _ _ _ _ _ _

Tulisan ini pertama kali diterbitkan Artikula pada: 19 Desember 2017

Disunting ulang untuk dilakukan beberapa penyempurnaan namun tidak mengubah substansi tulisan.

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

3
13 shares, 3 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
9
Sedih
Cakep Cakep
8
Cakep
Kesal Kesal
16
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
6
Tidak Suka
Suka Suka
27
Suka
Ngakak Ngakak
12
Ngakak
Wooow Wooow
19
Wooow
Keren Keren
10
Keren
Terkejut Terkejut
11
Terkejut
Muslim Pohan

Master

Muslim Pohan, S.Th.I. adalah mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia aktif di beberapa organisasi seperti HMI cabang Yogyakarta, IKPM Sumatera Utara, dan menjabat sebagai Wakil Ketua KMP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals
situs toto toto 4d toto 4d toto 4d idnslot slot88 toto 4d toto 4d togel viral dana toto scatter hitam