Ramadhan akan datang lagi. Marhaban ya Ramadhan! Umat Islam menyambutnya dengan wajah-wajah ceria dan gembira. Memancarkan rona keimanan penuh pengharapan akan berkah-Nya. Tuhan pun menyapa penuh kelembutan, “Wahai orang yang beriman, berpuasa diwajibkan atas kamu sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa.” (QS 2:183). Laksanakanlah puasa itu dengan saksama, sebagaimana mereka melaksanakan, supaya engkau memperoleh pencerahan.
Puasa itu beberapa hari saja. Hanya sebagian kecil dari waktu yang demikian panjangnya dalam setahun. Masa berbuka lebih panjang ketimbang waktu puasa. Waktu makan-minum lebih banyak tinimbang waktu menahan diri. Puasa mengantarkan kepada ketakwaan; ketaatan dalam melaksanakan perintah, mematahkan nafsu amarah, belajar bersabar, menjauhi larangan, melawan hawa nafsu, dan memerangi setan, serta kesungguhan dalam beribadah.
Dasar-dasar pengorbanan kepentingan diri sendiri dengan berpuasa bukanlah hal yang baru. Para rasul beserta umatnya berpuasa. Nabi Zakaria berpuasa ketika hendak dikaruniai putra. Demikian pula Maryam, ketika menerima tanda-tanda kehamilan dari Tuhan tanpa proses biologis hubungan intim suami-istri. Ulat pun berpuasa untuk transmutasi menjadi kupu-kupu cantik. Ular juga berpuasa untuk salin jisim yang baru. Induk ayam berpuasa pula saat mengeram telur untuk menetaskannya.
Puasa bulan Ramadhan menghimpun bekal untuk mengarungi kehidupan dalam 11 bulan berikutnya. Puasa melatih kita untuk sederhana dalam makan dan minum, memelihara lisan dari ucapan keji, kata-kata bodoh, dusta, dan keributan; menjaga mata dari pandangan yang menimbulkan birahi, menahan hidung dari aroma yang menggoda, menjaga pendengaran dari suara tercela, serta menjaga tangan dan kaki dari perbuatan tak terpuji.
Puasa adalah pendidikan untuk ketahanan, keutamaan, dan kesempurnaan. Puasa melatih mukmin untuk giat beribadah, ikhlas, tobat, muraqabatullah, khauf, raja`, dan ridha dengan melakukan ibadah fisik qiyamullail, i’tikaf, shadaqah, dan amalan-amalan terpuji lainnya.
Inti puasa, sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, adalah tazkiyatun nafsi, yakni membersihkan jiwa dari segala kekurangan dan menjernihkan kalbu dari segala kekeruhan, serta menyiapkan diri menuju kesempurnaan insani.
Pengaruh puasa berbeda-beda menurut kadar kejujuran seseorang dalam menghadap Allah swt dan ketulusan hati menyatukan pikiran dan menghayati interaksi dengan-Nya. Sejauh mana kita mampu menangkap pesan-pesan Ramadhan, sejauh itulah keberuntungan kita. Jangan sampai kita berpuasa tanpa meraih manfaat dan hikmahnya. Cuma mendapatkan lapar dan haus semata.
Imam Al-Ghazali menggolongkan orang-orang yang berpuasa menjadi tiga: kaum awam, khawash dan khawashul khawash. Puasa awam ialah puasa sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri di siang hari. Puasa khawash ialah di samping menahan diri dari haus, lapar, dan hubungan seksual suami istri, ditambah dengan amalan yang utama. Sedangkan puasa khawashul khawash ialah puasa para nabi dan orang-orang shaleh.
Ramadhan adalah penghulu bulan, pusat pendidikan, medan perjuangan untuk kesabaran dan berlomba-lomba menuju kebaikan. Pada bulan itulah Al-Quran diturunkan, sebagai petunjuk bagi umat manusia, juga penjelasan mengenai petunjuk itu dan kriteria atau ukuran yang dengan itu kita dapat menilai antara yang baik dan yang buruk, antara hak dan batil.
Puasa mempunyai arti penting dari segi rohani. Tanpa itu maka puasa seperti tempurung kelapa kosong tanpa isi. Kalau kita dapat memahami ini, kita akan melihat Ramadhan itu tidak lagi sebagai beban, melainkan sebagai suatu rahmat. Kita akan bersyukur atas bimbingan yang telah diberikan oleh Allah swt kepada kita.
Allah begitu dekat kepada orang beriman, lebih-lebih di bulan Ramadhan. Dia mengabulkan permohonan setiap orang yang berdoa bila ia berdoa kepada-Nya. Maka hendaklah kita juga menjalankan perintah-Nya dan beriman kepada-Nya, supaya kita berada dalam jalan yang benar. Rasulullah saw bersabda, bahwa betapa banyak orang tak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.
Di bulan Ramadhan maupun di luarnya, istri adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian istri. Laki-laki dan perempuan menjadi pakaian satu sama lain. Mereka saling menopang, saling menghibur, dan saling melindungi. Menyesuaikan diri satu sama lain, seperti pakaian yang disesuaikan dengan badan kita. Pakaian juga untuk menjaga panampilan dan untuk menutupi.
Beriktikaf di masjid malam hari sangat dianjurkan menjelang akhir Ramadhan. Dengan demikian segala godaan dunia dapat dihindari. Tujuan puasa tidak lengkap sebelum sifat keserakahan dalam masyarakat terhadap makan, minum, seks dan harta kekayaan ditahan.
Orang biasa yang baik-baik sudah akan merasa puas bila dapat menahan diri tidak merampok, mencuri atau menipu. Dua bentuk keserakahan yang halus yaitu mempergunakan harta untuk menyuap orang lain – para hakim atau mereka yang berkuasa sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan materi, sekalipun dengan cara terselubung dan di bawah perlindungan hukum, juga harus dihindarkan.
Bentuk yang lebih halus lagi, bila kita menggunakan harta kita sendiri atau harta di bawah pengawasan kita itu untuk hal-hal remeh atau tidak keruan. Hal yang demikian itu termasuk keserakahan. Harta kekayaan itu mempunyai tanggung jawabnya sendiri. Kalau kita tidak berhasil memahami atau memenuhi semua itu, kita belum dapat menyerap sepenuhnya pelajaran mengorbankan kepentingan sendiri dengan berpuasa itu.
Seseorang pernah bertanya kepada syaikh Muhammad Mukhtar As-Sayinqiti tentang amalan apa untuk menyongsong datangnya Ramadhan. Beliau menjawab, “Sebaik-baik amalan yang dapat dilakukan dalam menyongsong datangnya musim ketaatan ialah memperbanyak istighfar.Sebab, dosa akan menghalangi seseorang dari taufiq Allah swt untuk melaksanakan ketaatan.”
Ibnu Katsir berkata, “Siapa yang menghiasi dirinya dengan banyak istighfar, Allah swt akan mempermudah rezekinya, memudahkan urusannya, dan menjaga kekuatan jwa dan raganya. Maka, apalagi yang kau tunggu?”
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Bila engkau ingin berdoa, sementara waktu begitu sempit, padahal di dadamu begitu banyak kebutuhan, maka jadikanlah seluruh isi doamu permohonan maaf dan ampunan kepada Allah swt. Karena, bila Dia memaafkanmu, semua keperluanmu akan dipenuhi oleh-Nya tanpa engkau memintanya.” “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni – Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai kemaafan, maka ampunilah aku.”
Baca tulisan-tulisan Muhammad Chirzin lainnya: Kumpulan Tulisan Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.
0 Comments