SIAPAPUN di antara kita, pasti ingin memiliki tabungan amal yang terus mengalir. Amal Jariyah. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara): shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa baginya.” Pertanyaannya, bisakah beramal 3 perkara itu dilakukan dengan buku sebagai wasilahnya? Jawabannya, bisa.
Pertama, shadaqah jariyah. Umumnya, shadaqah jariyah selalu diidentikkan dengan orang yang kaya, memiliki uang banyak. Padahal, dalam praktiknya, shadaqah jariyah tidak selalu dengan uang atau harta. Dengan buku juga bisa menjadi sarana untuk shadaqah jariyah. Misalnya, bagi orang yang pernah menulis buku (atau menulis dalam bentuk apa saja). Maka, buku yang berisikan ilmu pengetahuan tersebut bisa kita distribusikan (berikan) bagi orang-siapapun yang sedang membutuhkan (thalibul ilmi). Apalagi, ada penulis yang menerbitkan bukunya secara indi (self publishing), tentu memiliki stok banyak akan ketersediaan buku. Buku-buku tersebut dapat disedekahkan kepada orang yang sedang menuntut ilmu.
Kedua, ilmu yang bermanfaat. Keberlanjutan dari sedekah buku tersebut, adalah buku yang sudah disedekahkan tentu akan dibaca, dipelajari, dan diamalkan bagi pembacanya. Misal, buku yang ditulis tentang amalan shalat-shalat sunnah. Setelah membaca, lalu pembaca tersebut mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tentu, praktik yang demikian, bisa menjadikan ilmu yang bermanfaat. Lebih-lebih, pembaca tersebut menggunakan buku yang tadi untuk diajarkan kepada para santri dan muridnya. Luar biasa dobelnya untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Ketiga, anak shalih. Anak yang shalih, tentu –salah satunya- dipengaruhi oleh hasil bacaannya. Nah, jika buku yang telah ditulis dan diterbitkan tadi, yang sudah disedekahkan, lalu diamalkan oleh penerimanya. Dan, buku tersebut turun-temurun bosa dimanfaatkan sampai pada anak cucu, maka walhasil, anak yang membaca buku tersebut pasti menyerap ilmu. Dan, hal inilah bisa menjadi wasilah untuk menjadikan sebagai anak yang shalaih. Anak yang selalu berbuat baik dan mendoakan orangtuanya. Jadi, sudah tidak perlu diragukan lagi, ternyata buku bisa menjadi sarana untuk beramal yang pahalanya terus mengalir, amal jariyah. Subhanallah.
“Oleh-oleh Akademik”
Bagi sivitas akademika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, atau siapapun yang pernah berkunjung (silaturrahim) ke kampus yang berlabel “ulul albab” tersebut, tentu pernah mengalami atau mendapatkan pengalaman terkait dengan buku. Pengalaman apa itu? Sejak kampus ulul albab tersebut dipimpin Prof. Dr. H. Imam Suprayogo (yang saat ini juga mengemban amanah sebagai Anggota Dewan Pembina Yayasan Universitas Islam Malang), setiap ada tamu yang berkunjung ke kampus, maka selalu diberi “oleh-oleh”. “Oleh-oleh akademik”. Ialah berupa buku-buku hasil karya para dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang diterbitkan UIN-Maliki Press.
Tidak diberi “oleh-oleh” berupa makanan khas atau buah-buahan, tetapi berupa buku, “buku khas UIN Malang”. Tentu pemberian hibah buku tersebut disambut riang gembira oleh para tamunya.
Saking semangatnya memberi “oleh-oleh” buku tersebut, maka tidak heran jika kampus UIN Malang pada setiap ada kegiatan penting, selalu menerbitkan buku-buku baru, yang menjadi “souvenir” bagi para tamu undangannya. Seperti halnya saat peresmian nama “Maulana Malik Ibrahim” pada nama kampus, tahun 2009 yang lalu. Kemudian pada saat pengukuhan guru besar kepada KH. Ma’ruf Amin. Dan, pada saat penganugerahan gelar doktor kehormatan kepada Gus Sholah (Pengasuh Pesantren Tebuireng), Suryadharma Ali (Menteri Agama era SBY), Drs. Sinyo Harry Sarundajang, Grand Syekh Al-Azhar Prof Dr Ahmad Muhammad Ahmad Al-Thayyib, dan yang lainnya. Semua tamu undangannya mendapatkan ‘jatah souvenir berupa buku. Bahasa jawanya ‘dapat berkat buku’.
Tentu, penerbitan buku karya dosen UIN Malang, tidak hanya dilakukan pada saat ada kegiatan tersebut, tetapi dilakukan secara rutin dan kontinu, sebagaimana penerbit pada umumnya. Mengapa perlu ada “proyek” penerbitan buku ini? Mengapa perlu menjadikan buku sebagai “oleh-oleh akademik”? Salah satu alasan yang mendasarinya adalah hibah buku tersebut sebagai sarana strategis untuk promosi kepakaran keilmuan para dosen. Promosi kepakaran ini, tidak lain adalah sebagai bentuk penyebaran ilmu, agar menjadikan ilmju yang bermanfaat. Selain sebagai bentuk shadaqah jariyah, dan menjadikan anak yang shalih.
Di akhir tulisan ini, sekali lagi, penulis ingin menegaskan bahwa buku merupakan sarana dan media yang sangat strategis untuk beramal jariyah. Dari satu buku dapat memperoleh ketiga amal jariyah. Subhanallah.
2 Comments