Menggugah Kembali Kesadaran Manusia sebagai Manusia

Manusia barangkali lalai bahwa dia berada di muka bumi bukan tanpa tujuan3 min


-1
Kesadaran-sebagai-manusia
Sumber Ilustrasi: rumahfilsafat.com

Unik. Satu kata yang menurut saya bisa merepresentasikan atau menggambarkan karakteristik manusia. Sudah banyak para sarjana dengan berbagai latar konsentrasi keilmuan yang mendefinisikan manusia. Para filsuf dan teolog menyebut manusia dengan “hayawân nathiq”, binatang yang berakal. Para sosiolog menyifati manusia dengan “kâin ijtimâ’îyy”, makhluk sosial. Para moralis lebih suka menyebut manusia dengan “kâin akhlâqiyy”, makhluk yang beradab. Dan sudah tentu, para pakar di bidang lain juga mempunyai definisi atau penjelasan sendiri terkait manusia berdasarkan latar belakang keilmuan  masing-masing.

Terlepas dari berbagai sudut pandang dalam mendefinisikan dan menjelaskan apa itu manusia, manusia diciptakan oleh Allah Swt dengan dianugerahi keistimewaan. Kalau kita amati dan cermati, segala ciptaan Allah Swt di muka bumi, mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sumber daya alam dan sebagainya, tidak lain adalah bentuk ‘suguhan’ dari Allah Swt bagi kebutuhan manusia.

Baca Juga: Era Baru Pasca-Pandemi: Mengembalikan Manusia Ruang yang Mulai Usang

Manusia dijadikan subjek sentral di muka bumi. Dia menjadi tokoh utama dalam panggung kehidupan di bumi. Ia diberi ‘kewenangan’ untuk mengurus dan merawat apa saja yang ada di bumi. Di dalam Al-Quran, dia dikenal dengan sebutan ‘khalifah’. Khalifah inilah yang mukallaf, bertanggung jawab atas keberlangsungan kehidupan di muka bumi.

Namun demikian, tidak semua manusia sadar bahwa tugas sebagai khalifah tersebut amatlah berat. Tanggung jawab untuk merawat, melestarikan dan menjaga keharmonisan makhluk-makhluk di bumi banyak diabaiakan, atau bahkan dilupakan. Permasalahan dan persoalan yang dihadapi oleh penghuni bumi kian hari kian bertambah.

Satu hal yang belum banyak disadari oleh manusia, bahwa problematika kehidupan yang terjadi di muka bumi tidak lain adalah disebabkan oleh manusia itu sendiri. Kerusakan yang timbul di bumi, baik di darat, laut atau udara, semua berasal dari ulah tangan-tangan manusia. Dan hal tersebut sudah disinggung oleh Al-Quran.

Manusia barangkali lalai bahwa dia berada di muka bumi bukan tanpa tujuan. Satu pertanyaan yang kiranya perlu direnungkan bersama adalah, jika segala apa yang ada di langit dan bumi diciptakan untuk ‘suguhan’ bagi manusia, lalu manusia diciptakan untuk tujuan apa? Pertanyaan tersebut menggugah kesadaran bahwa keberlangsungan hidup manusia di muka bumi bukan tanpa alasan dan tujuan. Jika sebelumnya manusia diberikan mandat sebagai khalifah di bumi, maka dipastikan ada tujuan lain dari keberadaannya di bumi. Dengan kalimat lain, ada out-put dari dalam diri manusia yang harus memberikan kontribusi bagi eksistensi lain selain manusia itu sendiri.

Ya, ada tugas lain bagi manusia selain menjalankan amanat sebagai khalifah. Secara tegas dan eksplisit Al-Quran 51:56, menyatakan bahwa manusia diciptakan dan diletakkan di muka bumi ini untuk beribadah kepada Allah. Jika demikian, satu pertanyaan lain muncul dan perlu kita temukan jawabannya, apa yang dimaksud dengan ‘ibadah’ di dalam Al-Quran tersebut?

Jawaban dari pertanyaan ini akan menjadi titik tolak bagaimana manusia memosisikan dirinya dari sekian makhluk Allah di muka bumi. Jawaban tersebut juga bisa menjadi pedoman bagi manusia dalam berperilaku dan bersikap kepada selain dirinya, baik berupa makhluk hidup sesama manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, atau makhluk tak hidup yang berupa tanah, air, udara dan sumber-sumber alam serta semesta yang semuanya tercipta sebagai suguhan bagi manusia.

Kalau kita membaca tafsir-tafsir para ulama terkait ayat tersebut, kita akan menemukan, misalnya di dalam al-Tafsîr al-Kabîr, bahwa ibadah mempunyai cakupan makna yang sangat luas. Al-Râzî menyatakan bahwa ibadah berarti al-ta’dzîm li amrilLâh wa al-syafaqah li khalqilLâh, mengagungkan perintah Allah dan mengasihi makhluk-Nya. Dengan kalimat lain, penafsiran Al-Râzî atas makna ibadah tersebut menunjukkan adanya dua elemen dalam ibadah yang tidak bisa dipisahkan.

Pertama, ibadah yang sifatnya melakukan ritual peribadatan kepada Allah, seperti shalat, puasa, haji dan sebagainya. Kedua, ibadah yang sifatnya mengasihi, menghormati, melakukan kebaikan dan kebajikan terhadap segala makhluk Allah yang ada di muka bumi. Dan sudah tentu, semua ibadah tadi dilandasi dengan niat tulus ikhlas karena menjalankan perintah Allah.

Baca Juga: Spirit Sosial dalam Ibadah-ibadah Mahdhah

Ketika kita sudah menyadari bahwa keberadaan manusia di muka bumi  memikul tanggung jawab sebagai khalifah di satu sisi dan mengemban tugas beribadah di sisi lain, maka kesadaran itu sudah seyogyanya mampu mengantarkan kita kepada sebuah kewaspadaan.

Waspada yang artinya selalu menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan horizontal dengan makhluk-makhluk-Nya. Waspada yang berarti lahirnya kesadaran kehadiran Allah di setiap aktivitas kita, baik tatkala bersujud kepada-Nya atau ketika kita mengulurkan tangan membantu antar sesama manusia. Waspada yang berarti kalau diri kita siap mengagungkan perintah-perintah-Nya, maka diri kita juga harus siap menghormati, mengasihi dan menyayangi segala makhluk-Nya tanpa memandang ras, suku, agama, warna kulit dan status sosial. “fa-aynamâ tuwallû fa-tsamma wajhulLâh”, di setiap jengkal bumi yang kita injak, di setiap hembusan udara yang kita hirup dan di setiap titik arah yang kita lihat, di situlah bersemayam keberadaan Allah. Waspadalah!

Editor: Ainu Rizqi
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!

 


Like it? Share with your friends!

-1
Nurul Ihsannudin
Peminat Kajian Studi Islam, terutama Studi al-Quran Dan Hadis. Pernah 'nyantri' di Al Azhar Cairo Dan UIN Suka Yogyakarta.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals