Ampuh! Majelis Dzikir Sebagai Media Rekonsiliasi

"Peserta lomba menulis esai kebangsaan sempena HUT RI ke-74". 2 min


-2

Jalan panjang pesta demokrasi yang hanya terjadi satu kali dalam lima tahun seharusnya diwarnai dengan segala euforia kebahagiaan dan kedamaian. Namun di negeri ini yang terjadi justru sebaliknya. Ujaran kebencian, kabar bohong (hoax), dan kerusuhan demi kerusuhan saling susul menyusul selama pesta demokrasi berlangsung.

Ironisnya, entah berapa hubungan yang semula rekat menjadi berjarak, yang dulu akrab menjadi canggung dikarenakan beda pandangan politik. Belum lagi, kabar bohong (hoax) dan ujaran kebencian yang merajalela di dunia maya khususnya sosial media menjadi pemicu utama munculnya pikiran negatif dan buruk sangka terhadap kawan atau seseorang yang berbeda pandangan politik.

Maraknya politik identitas juga turut menjadi pemicu merenggangnya hubungan antar masyarakat yang memiliki selisih aspirasi politik. Maka kemudian tidak heran apabila pesta demokrasi beberapa bulan lalu turut diwarnai dengan rasisme. Masih jelas di ingatan, bagaimana kedua kubu saling berpacu dalam menggaet suara dari tokoh-tokoh agama terkenal di negeri ini.

Dari hal di atas kemudian terjadilah seperti tembok pemisah yang begitu tebal antara NU dan partai PKS yang berafiliasi dengan organisasi terlarang HTI. NU yang pro petahana dan partai PKS serta kawan-kawannya yang oposisi. Sehingga terjadilah semacam serangan-serangan yang tidak ditujukan terhadap kubu sebelah saja melainkan juga ditujukan kepada tokoh-tokoh agama yang memiliki perbedaan pandangan politik.

Hingga pesta demokrasi usai ternyata hal-hal negatif di atas tidaklah ikut usai. Segala hal di atas mulai dari hoaks, ujaran kebencian masih terus digaungkan di media sosial oleh gerombolan provokator. Berbagai bentuk provokasi masih merjalela hingga puncaknya terjadi kerusuhan 21 dan 22 Mei di Jakarta yang menelan korban jiwa. Ibu kota mencekam dan masyarakat terpecah belah. Kita butuh media rekonsiliasi masyarakat agar bisa bersatu kembali dan hubungan sosial yang erat seperti sedia kala.

Majelis dzikir merupakan salah satu bentuk media rekonsiliasi yang ampuh dalam masyarakat. Hal tersebut dikarenakan dalam sebuah majelis, mengundang semua masyarakat tanpa melihat latar belakang organisasi atau lainnya, dalam artian untuk umum.  Secara tidak langsung majelis dzikir dapat disebut sebagai tempat berkumpul dan bertemunya masyarakat luas.

Di sinilah peran tokoh agama, dalam hal ini pemimpin majelis dzikir memberi pencerahan dan upaya untuk kembali mengingatkan masyarakat agar kembali bersatu dan saling memaafkan serta menghilangkan prasangka buruk. Selain itu, dalam majelis dzikir semua masyarakat pastinya memilki satu tujuan yaitu kembali mengingat Tuhan dan hakikat hidup ini. Dari hal tersebut akan timbul kesadaran masing-masing akan kesalahan yang telah dilakukan.

Sebagai contoh, adalah Majelis Dzikir Fatihah dan Tahlil at-Taqwa Pleret Bantul Yogyakarta yang dilakukan rutin setiap malam kamis. Majelis dzikir at-Taqwa ini dirintis oleh bapak KH. Abdul Khalik Syifa pada tahun 1990 dan diikuti atau terbuka untuk masyarakat umum. Uniknya, walaupun majelis ini dirintis dan berada pada lingkup mayoritas masyarakat NU, namun banyak jamaahnya juga dari kalangan Muhammadiyah bahkan ‘kaum celana cingkrang’ yang sering dikenal konservatif.

Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu pengurus majelis yaitu bapak Jamzuri, beliau mengatakan bahwa salah satu tujuan dibentuknya majelis dzikir ini adalah untuk mempererat silaturahmi antar masyarakat. Mengingat pada tahun-tahun itu, sekitar 1990-an adalah masa pasca runtuhnya orde baru dan banyak muncul oragnisasi-organisasi keagamaan. Kondisi sosial tidak stabil.

Dengan itu, majelis ini bisa mengontekstualisasi nilai dan tujuan yang ada dengan situasi sekarang ini. Merangkul dan mengayomi masyarakat yang sempat terpecah belah karena perbedaan pandangan politik seperti yang telah penulis sebutkan di atas. Karena baik disadari ataupun tidak, tradisi bersalaman ketika saling bertemu dalam sebuah majelis itu secara tidak langsung menghadirkan semangat kekeluargaan dan kasih sayang sehingga mengaburkan segala konflik yang ada.

NB: Hal-hal yang terkait dengan Majelis Dzikir at-Taqwa penulis ketahui dari hasil wawancara dengan perintis dan pengurus Majelis Dikir at-Taqwa yang dilakukan pada hari Rabu 21 Agustus 2019 di Pleret Bantul Yogyakarta.

#LombaEssayKebangsaan #Lomba EssayArtikula


Like it? Share with your friends!

-2
Siti Muliana

Mahasiswi STAI Sunan Pandanaran

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals