Kasian Gemes 2018

"Meskipun sialnya semacam Asian Games ini saja masih ada juga pihak-pihak yang mencoba mempolitisasi.."3 min


3
FeedMe.id

Orang-orang kebanyakan, atau masyarakat pada umumnya, suka hal yang “berbau olahraga”. Ini ditunjukan dengan gairah atau antusias masyarakat terhadap segala apapun yang “mengandung” unsur olahraga. Meskipun sukanya beda-beda, entah itu suka yang olahraga dengan format regu seperti sepakbola, voli atau hockey. Atau juga yang tunggal, seperti archery, terjun bebas, lompat indah. Atau yang tidak berurusaan sama sekali dengan “olah-raga”, tiki-takanya lebih cenderung mengolah akal dibanding raga, seperti catur atau yang lebih “gak ngeh” lagi seperti E-Sport. Atau juga olahraga fantasi duel tengah malam.

Masyarakat desaku juga suka olahraga. Dikarenakan tiap hari enggak pernah absen olahraga, rutin menggerakkan badan, maka tubuh mereka terposturkan sangat sehat dan bugar, meskipun toh tiap harinya makan kerikil, asupan gizinya adalah kekerasan hidup. Pagi dele, sore sak anane. Jan. Dan itu olahraganya ada 2: ada yang paksaan, ada yang hiburan. Paksaan, karena orang-orang desaku hampir semua terkena dampak himpitan ekonomi, pecutan mencari nafkah, maka mencangkul atau memanggul-manggul batu gunung kapur yang super berat itu, adalah olahraga yang paling terpaksa bisa dilakukan ketika terbentrok susahnya mencari lapangan kerja.

Atau juga yang “lebih normal”, ialah olahraga yang umum dilakukan semua orang. Misalnya, sepakbola. Dan tak tanggung-tanggung, begitu pertandingan semeriah perlombaan Agustusan itu di selenggarakan di lapangan desa kami, atau home-away di entah bagian mana lapangan desa yang dipakai, dan desa kami menang dalam kejuaraan tersebut, piala kemenangan akan dikobarkan tinggi-tinggi, dipawaikan hingga sampai ke ujung gang-gang kecil, sambil dimerdui oleh suara-suara terompet knalpot motor menggaung-gaung memekik kegembiraan masyarakat desa kami.

Karena Tuhan sayang dan “pangertos datheng manah” masyarakat desa kami, untuk menunjang dan mengasupi kebutuhan perihal adanya hasrat dan kesukaan masyarakat desa kami tentang olahraga, maka dengan Kemurahan Hati-Nya, dibikinlah melewati tangan-tangan orang-orang lain: orang-orang penting yang mengurus hal-hal perolahragaan, dengan dibentuk sebuah ajang mewah yang sejumlah olahraga bergengsinya dikolektifkan perlombaannya pada satu momentum bersejarah, dinamai Asian Games, agar bisa dinikmati masyarakat desa kami.

Lebih-lebih kami sangat bersyukur bukan hanya kami sejak lahir ternyata ditakdirkan sebagai masyarakat desa kami, masyarakat Jawa, yang pandai bersyukur, yang hatinya ketika lembut sangat lembut, dan ketika tegas sangat trengginas, tapi kami juga ditakdirkan sebagai Orang Asia, bagaimana tidak hebat menjadi orang asia macam kita, lihat saja semua medali emas di ajang perlombaan akbar Asian Games direbut semua oleh atlet-atlet Asia.. atlet Amerika, atlet Afrika, atlet Eropa, semua bahkan gagal tidak mendapat medali samasekali, jelas kami ini adalah orang-orang yang hebat luar biasa.

Paling tidak, kami sedesa ini bersyukur dengan acara akbar ini. Apalagi ajang ciamik Asian Games 2018 ini: mendadak semua suka olahraga. Tidak perlu orang-orang desa kami atau yang suka olahraga, mulai dari saat kemanapun aku pergi ke sejumlah daerah, kota, tempat-tempat umum dan landmark, atau di sejumlah gedung penting: satpam, tukang pos, petugas gedung, dosen, professor, kapolres, pimpinan perusahaan, pokoknya semua ikut “ndelengin” tiap-tiap pertandingan yang ada jadwal Indonesianya main.

Yoo yo ayoo, yo ayo yoo, yo ayoo, yo ayo yoo, yo ayo, yo ayoo yooo. Kita semua orang di rumah mabuk dalam sihir nyanyian “theme song”nya Asian Games 2018 ini untuk kemudian teriak semenjeritnya: Indonesia Juaraaaaaaaaaaaaa!!!!! Merdeka! Merdekaa!! Merdekaaa!!! Dan listrik padam.

Baca juga: Asian Games: Prestasi dan Masa Depan Atlet

Jarang-jarang ada pesta olahraga. Jarang-jarang pesta itu bernama Asian Games. Lebih jarang lagi diselenggarakannya di Indonesia. Hahaha. Ini jelas kelangkaan momentum yang sangat sukar dicari. Maka melangkahlah beberapa orang dari jauh tempat untuk tandang menyambanginya. Tentunya semua orang suka hal semacam itu. Termasuk saya.

Meski kesukaan saya terhadap olahraga, kucoba modulasikan dari sudut pandang yang berbeda dari orang pada umumnya. Saya memutuskan suka olahraga bukan karena saya sendiri suka, sering atau gemar berolahraga: bakat sepakbola saya terbengkalai, hobi futsal saya telantar, talenta semacam olahraga lain luntur tak keurus, sebab kutemui saya lebih fokus dan intens kepada bidang-bidang lain di luar dunia olahraga.

Saya pengen juga sebenarnya kayak Messi gitu. Walaupun saya penggemarnya C. Ronaldo. Pengen jadi Messi, kok penggemarnya Cak Ro, Bah karepmu, ra mashoook blass. Jangan gitu. Ini perihal disebabkan adanya faktor pendukung. Mumpung, saya punya modal: “postur tubuh yang ideal untuk menjadi Messi”.  Tapi sudahlah, saya biarkan “Messi” itu diembat untuk ditempati orang lain. Sambil nungguin Indonesia ini berbenah, bongkar-pasang, macak lagi, memperbaiki dalam bidang olahraganya, saya menarik diri dari olahraga fisikal macam gitu. Biar saya berolahraga di bidang lain. Biar saya berkeringat dingin di stadion lain.

Untuk itulah saya dari dulu sebenarnya nggandrungi olahraga maka saya tidak pernah meninggalkan cinta saya untuk olahraga. Saya sangat menyukai dan menghormati olahraga sebab olahraga adalah satu-satunya ruang publik yang kuamati paling sportif dibanding ruang publik lain. Dunia olahraga “sangat independen” dibanding sejumlah dunia-dunia lain. Dunia olahraga “sangat berdaulat” tak pernah terintervensi oleh hal-hal yang riskan dan punya kuasa otonomi untuk mengintervensi. Meskipun sialnya semacam Asian Games ini saja masih ada juga pihak-pihak yang mencoba mempolitisasi.

Lebih anehnya lagi, melihat betapa asyiknya memeriahkan pagelaran Asian Games ini, malah ada yang masih saja ribut-ribut mengajak-ajak orang dan khalayak umum untuk kehilangan momentum yang langka ini. Ada yang ribut hashtag #GerakanSini. Ada yang sibuk tagar #GerakanSono. Mbok istirahato ndisek to lek, lek… istirahat sejenak dong, kita ini didatangi tamu-tamu dari luar negeri, ayuk semua pada rukun. Jangan saling tumbuk terus seperti ini. Kita sebangsa. Kita bersaudara. Kita tidak sedang dalam arena permusuhan 2019.

Apalagi, ini jelas-jelas mau nyaingin siklus-siklus semacam Asian Games yang pola pengadaannya diselenggarakan 4 tahunan. Asian Games 2018, Asian Games 2022, Asian Games 2026. Mungkin ada juga yang mau niru tapi konsepnya 5 tahunan: #2019GantiPresiden, #2024GantiPresiden, #2029GantiPresiden, #2034GantiPresiden, #2039GantiPresiden, #2044GantiNegara, #2049GantiAlamAkhirat. Wus karepmu Dul, Dul. Kamu ituloh kok tingkah dan polahmu bikin Kasian dan Gemes orang yang melototin pertunjukan silat akrobatik dari atraksi strategis politis kamu yang penuh kegaduhan dan provokasi. Oke. Saya tak tidur dulu. Nanti malam ada jadwal Asian Games lagi.

Arsyad Ibad
Bintaro Sektor 8,
29 Agustus 2018 08:03.


Like it? Share with your friends!

3
A. Irsyadul Ibad
A. Irsyadul Ibad atau Arsyad Ibad melakukan restorasi humanisme, arketipe ketauhidan dan cara pandang interpretasi.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals