Di antara Negara Eropa yang pernah menjajah Nusantara adalah Belanda. Dia adalah satu-satunya yang berhasil mewujudkan pemerintahan yang kuat di Indonesia. Hal tersebut menjadikan Belanda berhasil membuat kebijakan-kebijakan politik salah satunya kebijakan terhadap umat Islam.
Terhitung mulai bulan April tahun 1595, empat armada kapal Belanda di bawah komando Cornelis De Houtman berlayar menuju kepulauan Melayu, dan tiba di Jawa barat (pelabuhan Banten) pada bulan juni 1596. Menurut Dr. Muqaddam Khalil M.A mereka sengaja mendarat di Banten, karena daerah tersebut dianggap tidak ada pengaruh portugis.
Adapun tujuan mereka datang ke Indonesia ialah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mencari rempah-rempah yang kemudian akan dijual di negara mereka. Keberhasilan orang Belanda dibawah komando De Houtman membuat orang Belanda makin tertarik untuk mengembangkan dagangannya di Indonesia. Maka pada tahun 1598 angkatan kedua diahwah pimpinan Van Nede Van Haskerck dan Van Warwisk datang ke Indonesia.
Kedatangan Belanda yang bertepatan dengan melemahnya pertahanan maritim dari kesultanan-kesultanan Indonesia yang diakibatkan banyaknya peperangan yang dilakukan oleh kesultanan Indonesia dalam usahanya menutup lautan Indonesia dari perluasan wilayah imperialis Portugis, menjadikan Belanda lebih Mudah menguasai perdagangan di Indonesia. Sehingga pada tahun 1599 armada Belanda kembali datang ke Indonesia di bawah pimpinan Van der Hagen dan pada tahun 1600 dibawah pimpinan Van Neck.
Melihat hasil yang diperoleh begitu besar, pada bulan Maret 1602 Pemerintah Belanda memberi hak khusus kepada para perseroan gabungan dan mengesahkannya. Perseroan gabungan tersebut diberi hak penuh untuk berdagang, dan memegang kekuasaan antara tanjung harapan dan kepulauan Solomon, termasuk kepulauan nusantara yang dikenal dengan V.O.C (Vereenedge Oost Indische Compagnie), dan diberi hak untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka menunjang usaha perdagangannya, dan sejak itulah Belanda perlahan-lahan menguasai wilayah Indonesia.
Hak politik itu diberikan bisa jadi merupakan sebuah strategi Belanda untuk memudahkan dan bisa memegang kekuasaan di wilayah yang didudukinya termasuk Indonesia. Oleh karena itu, betul jika dikatakan bahwa sejak petengahan abad ke-16 Imperialis Belanda berusaha mewujudkan pemerintahan yang kuat di Indonesia yang dapat melindungi transportasi dan perdagangannya. Akan tetapi, umat Islam melalui kesultanan-kesultananya dan juga perlawannya berhasil menunda keinginan Belanda tersebut hingga dua abad kemudian.
Keberhasilan Umat Islam menunda keinginan Belanda untuk mewujudkan sebuah pemerintahan yang utuh banyak disebabkan oleh adanya perlawanan kesultanan-kesultanan Islam di Indonesia, salah satunya ialah yang terjadi pada masa Sultan Agung, yang secara berturut-turut melakukan penyerangan ke Batavia. Selain itu, sifat Sultan Agung Tritayasa yang sangat membenci Belanda adalah sebuah bentuk perlawanan Islam yang juga dapat menunda keinginan Belanda.
Belanda menganggap umat Islam di Nusantara memiliki hubungan dengan ke-Khalifahan Turki Usmani, sama halnya dengan agama Katolik yang memiliki hubungan dengan Paus di Roma. Untuk itu Belanda memilih sikap untuk tidak ikut campur terhadap urusan Islam, karena takut akan mendapat ancaman dari Khalifah Turki apabila Belanda mengusik ketenangan umat Islam yang ada di Nusantara.
Pada awalnya, dalam menghadapi Islam di Nusantara, pemerintah Belanda belum mempunyai kebijaksanaan yang jelas mengenai urusan yang berhubungan dengan Islam. Kebijaksanaan untuk tidak mencampuri urusan agama Islam tersebut, pada kenyataannya tidak memiliki garis kerja yang jelas.
Pada tahun 1859, Gubernur Jenderal dibenarkan untuk mencampuri masalah agama, bahkan harus mengawasi setiap setiap gerak-gerik para ulama, bila dianggap perlu demi kepentingan ketertiban dan keamanan. Ketakutan Belanda terhadap Islam muncul karena pada kenyataannya Islam seringkali melakukan perlawanan kepada pemerintah Belanda yang dapat menimbulkan bahaya terhadap kekuasaan pemerintah Belanda di Nusantara.
Islam dilihat memiliki fungsi sebagai titik pusat identitas yang melambangkan perlawanan terhadap pemerintah asing dan beragama Kristen, yang ingin menguasai Nusantara. Pemerintah Kristen tersebut adalah pemerintahan kafir yang harus dilawan, karena berusaha untuk mengambil alih wilayah kekuasaan Islam.
Banyaknya perlawanan-perlawanan rakyat Nusantara kepada pemerintah Belanda membuat ketakutan Belanda terhadap kekuatan Islam menjadi semakin besar. Pemerintah Belanda terus mencari jalan keluar dalam usaha menguasai wilayah Nusantara. Maka di hampir seluruh lembaga pendidikan di Negeri Belanda, dilakukan kajian dalam mempelajari Islam.
Banyaknya perlawanan yang dilakukan masyarakat Islam Nusantara tersebut, mengharuskan pemerintah Belanda melakukan pemisahan antara agama dan politik dalam Islam. Setelah terjadinya pemisahan tersebut, diharapkan masyarakat Islam yang fanatik terhadap agama, tidak akan mencampuri urusan politik, sehingga perlawanan terhadap pemerintah Belanda akan dapat ditekan dan diatasi. Pemerintah Belanda tidak bisa mentolerir timbulnya gerakan-gerakan fanatisme Islam yang dinilainya dapat menggoyahkan kekuasaan Belanda di Nusantara.
Akan tetapi kekuatan militer Belanda yang dilengkapi dengan senjata canggih dapat menggagalkan perlawanan umat Islam, sehingga Belanda berhasil mewujudkan pemerintahan yang utuh, yaitu setelah dibubarkannya VOC pada tahun 1798, yang kemudian dikenal dengan pemerintahan Hindia Belanda. Keberhasilan tersebut membuat Belanda lebih leluasa menentukan sebuah kebijakan politik di Indonesia. Dalam hal kebijakannya terhadap umat Islam terdapat tokoh yangat berperan dalam menentukan kebijkan tersebut yaitu Snouck Hurgronje.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Sistem tanam paksa ini adalah salah satu kebijakan yang diterapkan Hindia Belanda kepada masyarakat Indonesia secara umum.
Meskipun di Jawa pemberontakan besar-besaran di bawah panji Islam telah berhenti setelah perang Diponogoro, frekuensi pemberontakan petani-petani di bawah pimpinan Islam setempat makin meningkat, sehingga pemerintah Hindia Belanda dengan demikian mengaharuskan membuat arah politik baru tentang masalah-masalah-masalah Islam.
Berdasar latar belakang itulah, pada tahun 1889 seorang negarawan kolonial Belanda “Snouck Hurgronje” yang mengetahui secara mendalam tentang Islam diangkat menjadi penasehat untuk masalah-masalah Arab-Pribumi. Pemahaman Snouck Hurgronje tentang hakikat Islam di Indonesia sangat membantu terhadap keberhasilan Hindia Belanda untuk mengarahkan kebijakan politiknya terhadap Islam.
Baca tulisan-tulisan Rizal Mubit lainnya: Kumpulan Tulisan Rizal Mubit, S.HI., M.Ag.
0 Comments