Nama Ustazah Nani Handayani sedang viral diperpincangkan oleh netizen di media sosial semenjak munculnya sebuah foto yang memperlihatkan sang ustazah sedang memberikan penjelasan mengenai sebuah ayat Al Quran. Foto tersebut sendiri diambil dari tayangan acara “Syiar Kemuliaan” di Metro TV pada Selasa, 5 Desember 2017.
Adapun yang menjadi pusat perbincangan warga net adalah tulisan Arab yang dimaksudkan untuk menunjuk ayat Al Quran yang berada di layar di belakang ustazah. Tulisan dengan huruf Arab itu merupakan penggalan Surat Al Ankabut ayat 45 surat Al Ahzab ayat 21.
Bagi orang yang mengetahui tata cara penulisan huruf Arab, akan dengan mudah melihat kesalahan fatal yang terdapat dalam tulisan tersebut apalagi yang ditulis adalah ayat suci al-Qur’an.
Tak lama kemudian ia pun mengklafirikasi di dalam sebuah grup WhatsApp Alumni Al Azhar Mesir. Ia mengungkapkan jika kesalahan ada pada produser Metro TV. Ia juga menyalahkan papan tulis karena tiba-tiba mati.
Klarifikasi sang Ustazah juga di-amin-kan oleh pihak Metro TV secara resmi lewat Press Release yang terbit tidak lama kemudian. Permohonan maaf yang ditulis pihak stasiun TV tersebut juga diakhiri dengan pernyataan keyakinan pihak Metro TV bahwa Ustazah Nani Handayani adalah seorang yang berkompeten di bidangnya.
Kesalahan penulisan yang dilakukan uztazah tersebut mendapat komentar dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mahmud MD.
Komentar tersebut pada awalnya merupakan balasan atas cuitan di twitter dengan akun @Bungongez yang menulis “Hadeuhh..nih Media nggk ad hbs menghina Islam..!” sembari me-mention sejumlah akun termasuk @mohmahfudmd, akun resmi dari Mahfud MD.
“Kalau itu benar, itu kesalahan fatal oleh @Metro_TV dlm memilih narsum dakwah. Sy sdh lama usul agar setiap stasiun TV punya Tim seleksi pengisi acara agama yg kuat. Selama ini bnyk TV yg mengambil sembarang orang seakan hanya mensyaratkan pandai omong dan wajah kamera. Hati2,”
Cuitan tersebut kemudian dikomentari akun @badikrfai, “Kalau ada orang ngaji salah lebih baik ditemui dan diingatkan. Mungkin tidak sengaja salah kita juga tidak tahu. Mencaci tidak menyelesaikan masalah”.
Mahfud pun menjawab: “Itu memang pasti tidak sengaja salah melainkan benar2 salah. Tulisan2 ayat yg salah itu menunjukkan penulisnya tdk tahu bhs Arab sama sekali. Makanya kita bilang kpd TV yg mengundang, bkn langsung nemui orangnya. Mengapa? Krn ini bkn lg personal melainkan sdh ke ruang publik.”
Mahfud juga menulis, “Dari 6 kata di potongan ayat Qur’an sj salahnya ada 3. Kita hormati, mungkin ybs punya semangat ibadah yg baik. Tp itu sj tdk cukup utk berceramah di ruang publik dgn menggunakan teks nash,”.
Mahfud berharap agar pihak Metro TV bisa lebih selektif dalam memilih narasumber. “Mohon perhatian @Metro_TV ini kesalahan fatal. Kesannya, asal mencari narsum krn yang mencari tidak paham. Acr syiar kemuliaan @Metro_TV sangat digemari, jgn salah kelola,” tulisnya.
Mahfud juga menegaskan bahwa kesalahan penulisan tersebut tidak mungkin disengaja oleh pihak televisi bersangkutan. Penilaian ini berdasarkan pengalaman pribadinya yang juga pernah mengisi acara Syiar Kemuliaan di Metro TV.
“Tdk mungkin ada kesengajaan dari @Metro_TV Sy jg pernah mengisi beberapa kali di Syiar Kemuliaan di Metro TV, jd tulisannya langsung, tak mungkin direkayasa scr digital oleh teknisi,” tulis Mahfud sebagai jawaban atas cuitan akun lain yang mengatakan bahwa bisa saja kesalahan itu adalah kesengajaan dari pihak TV.
Menurut Mahfud kesalahan seperti ini tidak hanya terjadi di Metro TV karena sejumlah stasiun televisi, baik swasta maupun TVRI juga kerap menampilkan narasumber yang tidak kompoten. “Bkn hny di TV Swasta. Di TVRI jg ada narsum yg tdk bs baca ayat Qur’an. Dia nyuruh org lain membaca ayat lalu membuat tafsir sambil melawak,” tulisnya.
Diskusi lewat media sosial terkait masalah tersebutpun ditutup Mahfud setelah ada netizen yang melampirkan surat permintaan dari pihak televisi dan ustazah Nani Handayani. Mahfud menuliskan “OK, kita akhiri diskusi koreksinya. Kita jg mhn maaf kpd ustadzah dan @Metro_TV krn melakukan koreksi terbuka sbb masalahnya di ruang publik,”.
Komentar Prof. Machasin
Kesalahan penulisan yang dilakukan Nani Handayani yang tercatat sebagai salah satu pengurus BPKK (Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga) DPP PKS tersebut juga mendapat komentar dari Dirjen BimbinganMasyarakat Islam yang juga merupakan Guru Besar Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. H. M. Machasin, MA meskipun tidak menyebutkan pihak terkait secara eksplisit.
Berikut komentar Prof. Machasin yang ia tulis di beranda facebook milkinya sekitar enam jam sebelum ulasan ini ditulis:
Membaca beberapa status Facebook seminggu terakhir ini, muncul di pikiranku sebuah hadis yang kami pelajari lebih dari 40 tahun yang lalu:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمُ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، فَإِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا»
“Diceritakan dari Abdullah bin al-‘Ash bahwa Rasululah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menarik ilmu dengan cara mencerabutnya begitu saja dari manusia, melainkan dengan menarik orang-orang yang berilmu. Ketika tidak ada lagi orang yang berilmu, orang-orang pun menjadikan pemimpin orang-orang tak berilmu. Ketika mereka (para pemimpin yang tak berilmu itu) ditanya, mereka memberikan fatwa tanpa ilmu; maka mereka pun sesat dan menyesatkan.”
Dulu kata bi-qabḍ al-‘ulamā’ diterjemahkan dengan mengambil nyawa para ulama. Dalam konteks masa kini, kiranya kata ini lebih tepat dimaknai dengan membuat (atau membiarkan) orang-orang yang tak berilmu tidak tampil menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya.
Ketika ini terjadi, maka yang akan tampil adalah orang-orang yang tidak berpengetahuan cukup tentang agama, tetapi dengan percaya diri dan kadang-kadang pongah, menyampaikan “ajaran agama”. Apa yang disebut “ajaran agama” atau “petunjuk Allah”, “tuntunan Islam” dan sebagainya yang disampaikan orang-orang seperti ini sebenarnya tidak lain adalah pikirannya sendiri.
Bisa jadi itu diambilnya dari orang lain sesuai dengan daya pahamnya, dibaca dari sumber ajaran dan dari tempat-tempat lain sebatas kecakapannya untuk memahami.
Dalam keadaan seperti ini semestinya umat tidak mudah percaya dengan apa yang dikatakan para da’i. Lihat dan dengarkan dengan cermat apa yang mereka katakan, pertimbangkan dengan akal sehat dan tanyakan kepada orang yang mempunyai track-record baik dalam memberikan pendapat.
Orang-orang yang punya ilmu wajib tampil untuk menyampaikan ilmunya. Diam pada saat ruang publik dipenuhi ketidakbenaran adalah dosa.
0 Comments