Cara Mengendalikan Nafsu Virtual: 5 Hikmah dari Al-Qur’an

Menilik pada pesatnya perkembangan teknologi saat ini, nafsu seakan telah dikemas menjadi bentuk digital. 5 min


Puasa memiliki makna tidak hanya sebatas dalam pengertian menahan diri dari makan dan minum serta dari segala perbuatan yang dapat membatalkan puasa, dari mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Lebih dari itu, puasa, terlebih puasa Ramadan yang sedang kita jalani saat ini mempunyai beberapa hikmah, salah satunya agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsu.

Ramadan sendiri, menurut Quraish Shihab, terambil dari akar kata yang memiliki makna“membakar”. Penamaan demikian karena penduduk Makkah menamai bulan-bulan sesuai dengan suasana iklim yang mereka alami ketika itu, atau tradisi yang mereka lakukan.

Terlepas dari awal mula penamaan Ramadan yang menyesuaikan iklim Makkah kala itu, boleh jadi, ia mempunyai makna “membakar semangat” kualitas ibadah, atau bisa juga “membakar” hawa nafsu.

Menurut kamus Al-Munawwir, nafsu secara etimologi berasal dari kata nafs yang bermakna jiwa, ruh, jasad, orang, diri sendiri, semangat, hasrat dan kehendak. Karenanya menurut Fuad Nashari dalam buku “Agenda Psikologi Islam” menyebutkan bahwa Al-Qur’an mengartikan nafsu sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tindakan. Tak heran juga jika kosa kata nafsu pada Al-Qur’an disebutkan beberapa kali.

Sementara, menurut Ibnu Qayyim, nafsu adalah kecenderungan tabi’at kepada sesuatu yang dirasa cocok. Kecenderungan ini merupakan satu bentuk ciptaan yang ada dalam diri manusia, sebagai urgensi kelangsungan hidupnya. Nafsu juga yang mendorong manusia kepada sesuatu yang dikehendakinya.

Sedangkan jika dilihat dari sisi tasawuf, seperti yang dikatakan oleh Sa’id Hawa, nafsu setidaknya mempunyai dua makna. Pertama, ia merupakan cakupan makna dari kekuatan amarah dan syahwat dalam diri manusia. Kedua, ia bisa juga sebagai perasaan yang halus.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa memang nafsu merupakan sesuatu yang ada pada diri manusia, entahnafsu baik atau pun buruk. Artinya, nafsu tidak murni berjalan sendiri, melainkan ia dapat dikendalikan.

Nafsu Virtual

Yang menarik, menilik pada pesatnya perkembangan teknologi saat ini, nafsu seakan telah dikemas menjadi bentuk digital. Bagaimana tidak, setiap saatnya, smartphone yang seakan tak pernah lepas dari genggaman kita, tanpa disadari di dalamnya telah terbungkus rapi beberapa peluang untuk melakukan tindakan nafsu yang buruk.

Memang, dengan beberapa fasilitas yang ditawarkan oleh smartphone dapat memudahkan beberapa kebutuhan sehari-hari. Namun bukan berarti ia sepenuhnya dapat menghasilkan manfaat, madarat nya pun cukup banyak. Tak heran jika ada beberapa orang yang mengatakan “Sekarang surga dan neraka ada pada genggaman mu”.

Yang tidak disadari dan kerap terjadi, yakni kita mudah termakan berita-berita bohong atau hoaxpada lalu lintas media sosialJika sudah demikian, ada dua tindakan nafsu yang kita lakukan, yaitu tindakan membantu penyebaran perbuatan buruk, dan tindakan terbawa nafsu yang buruk. Maka benar, nafsu lah penyebab mendorong manusia kepada sesuatu yang dikehendakinya.

Mirisnya, tidak sedikitorang yang lebih percaya dengan postingan tulisan darimedia sosial seperti Facebook daripada portal media online yang resmi dan mempunyai struktur redaksi yang bisa dipertanggungjawabkan. Padahal, di media Facebook semua orang dapat menulis tanpaperlu menggunakansusunan redaksi yang lengkap dengan proses kurasinya. Coba bandingkan dengan media online resmi yang menerapkan beberapa langkah untuk memuat sebuah berita.

Memang, media online resmi bukan malaikat. Artinya, ia bisa juga salah, seperti kesalahan data berita, atau human error lainnya. Namun setidaknya media online resmi lebih sedikit celanya dibanding media sosial.

Tips Cerdas Bermedsos: Mengambil Hikmah dari Al-Qur’an

Sangat tepat jika Al-Qur’an dikatakan sebagai kitab yang selalu relavan dengan semangat perubahanzaman. Al-Qur’an memang tidak selalu mengajarkan secara terperinci tentang segala hal, namun kita selalu bisa mengambil hikmah dari ajaran-ajaran universal Al-Qur’an untuk diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Tak terkecuali dalam bermedia sosial. Setidaknya ada beberapa tuntunan agar kita dapat cerdas melakukannya. Berikut adalah beberapa tips cerdas bermedsos yang dihikmahi dari ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an:

Pertama:Gunakan medsos sebagai ajang ber-silaturrahim

Allah menciptakan manusia dengan beraneka-ragam suku, agama, ras, dan golongan. Seperti yang disebutkan pada QS. Al-Hujurat [49] ayat 13.

Tafsir Muyassar menegaskan bahwa ayat tersebut memiliki makna bahwa manusia diciptakan dari satu ayah, yaitu Adam dan satu Ibu, yakni Hawa. Dalam tafsir itu pun dihimbau agar kita tidak merasa punya keturunan yang lebih unggul dibandingkan dengan orang lain karena pada hakikatnya kita berasal dari keturunan yang sama.

Wajar jika kata Syu’ub pada ayat itu diterjemahkan menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Karena menurut Ibn Katsir, kata itu merupakan penggunaan untuk menyebutkan kabilah-kabilah yang non-Arab saat itu. Ayat tersebut juga sangat mencerminkan kondisi bangsa kita, Indonesia, yang terdiri dari beribu suku dan bahasa, namun dapat hidup rukun berdampingan.

Namun bukan tidak mungkin, kesalahan bermedsos dapat menjadi awal perpecahan.Maka di sinilah pentingnya untuk memperbaiki dan membenahi niat kita dalam bermedsos, karenasegala sesuatu yang kita perbuat pada akhirnya sangat tergantung dengan niatnya.Jika niat bermedsos telah didasari untuk ber-silaturrahim, maka tentu harapannya dapat mempererat ke-bhinekaan yang sudah dirawat selama berabad-abad ini.

Kedua:Cek kebenaran suatu kabar

Al-Qur’an telah menyinggung bahwa manusia janganlah gegabah ketika mendapat suatu kabar, seperti yang disebutkan pada QS. Al-Hujurat [49] ayat 6.

Pakar tafsir Nusantara terkemuka, Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “Yang hilang dari kita; Akhlak”, memaparkan bahwa paling tidak ada dua hal baik yang digarisbawahi oleh pesan ayat itu. Yakni pembawa berita dan isi berita.

Menurutnya, pembawa berita yang tidak melakukantabayyun dalam pemberitaannya adalah seorang fasiq, yaitu orang yang aktivitasnya diwarnai oleh pelanggaran Agama. Adapun terkait isi berita, beliau menjelaskan bahwa istilah‘berita’dalam ayat di atas menggunakan redaksinaba’, yaitu berita yang penting. Ini karena jika semua berita yang penting dan tidak penting harus diselidiki kebenarannya, maka akan terasa menyita banyak waktu.Namun bukan berarti yang tidak fasiq tak perlu dilakukan tabayyun, bisa saja ia mempunyai daya ingat yang lemah, sehingga dapat mengurangi kualitas sebuah berita.

Keprihatinan bermedsos pada sekarang ini, juga memantik Nadhirsyah Hosen angkat bicara. Ia mengatakan dalam kata pengantar buku Saring Sebelum Sharing, bahwa kecepatan jempol kita mengklik tombol share membuat kita khilaf tidak melakukan verifikasi atau bertanya terlebih dahulu kepada orang yang lebih paham.

Tabayyun di medsos, lanjut dia, menjadi terlupakan hingga berita hoax dapat menyebar dengan cepat. Wal hasil, relasi kita dengan keluarga, sahabat, tetangga, dan kolega menjadi rusak. Bahkan suasana Negara pun menjadi tegang karenanya. Tentu hal tersebut sangat disayangkan.

Singkatnya, ayat ini memerintahkan kita untuk selektif menyaring sebuah informasi atau berita.

Ketiga:Membenahi makna “Sampaikanlah kebenaran walau satu ayat

Poin ketiga ini sesuai dengan sabda Nabi. Meski begitu, tentunya perintah tersebut harus setelah melalui proses checand recheck.

Jangan sampai kita menganggap sebuah kabar sebagai kebenaran padahal nyatanya berita itu merupakan kebohongan. Bisa ditebak, jika demikian dapat saja kita terjerumus ke jurang fitnah.

Keempat:Jangan membuat fitnah

Sudah sering kita dengar bukan tentang penggalan ayat “Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan” ?

Tanpa penjelasan tafsir pun saya kira penggalan ayat pada QS. Al-Baqarah [2] ayat 191 itu sudah cukup jelas. Betapa efek kerugian orang yang difitnahkan, mulai dari kerugian fisik, psikis, bahkan bisa saja terancam nyawanya.

Maka dari itu, berhati-hati lah saat memposting tulisan, gambar, meme, atau kutipan seseorang. Karena sekarang jejak digital dengan mudahnya dipecahkan.

Kelima:Berprinsip pada praduga tak bersalah

Sering kali kita jumpai di beberapa sosmed orang-orang yang menghujat yang dianggapnya salah, dengan kata-kata kasar dan makian. Tentu ini bukanlah cerminan dari ajaran Islam.

Terkait praduga tak bersalah, masih pada surat Al-Hujurat, pada yat ke 12 kita dihimbau untuk menjauhi sifat prasangka, karena pada ayat itu disebutkan tindakan berprasangka merupakan perbuatan dosa.

Jika Tabayyun tidak menghasilkan apa yang diharapkan, atau bila sebuah rumor melibatkan orang yang selama ini kita kenal baik, maka langkah yang tepat adalah dengan berprasangka baik. Seperti hikmah yang bisa kit abaca dari QS An-Nur [24] ayat 12.

Itu lah lima tips cerdas bermedsos yang penulis coba ambil dari hikmah-hikmah yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadis. Harapannya tentu saja, di bulan penuh ampunan ini kita ciptakan kesejukan tidak hanya di dunia nyata saja, namun menciptakan suasana tenang di jagat media sosial. Sehingga, suasana Ramadan dapat dirasakan sesungguhnya oleh masyarakat.

Selain itu kita hendaknya lebih bisa mengendalikan nafsu, apalagi terhitung saat ini, di bulan penuh ampunan, mari lah kita lebih cerdas menggunakan fasilitas media sosial, agar ibadah puasa kita tidak melulu lapar dan haus saja yang didapatkan. Namun juga mendapatkan hikmah menjadi insan yang piawai mengendalikan nafsu, termasuk nafsu virtual.Wallahu A’lam []

_ _ _ _ _ _ _ _ _

Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Apakah Anda menyukainya atau sebaliknya? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom bawah ya! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
1
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
6
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
3
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Sofhal Adnan

Master

Fasfah Sofhal Jamil, Lahir di Cirebon, 5 Oktober 1994, Mahasiswa Aktif di Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Jabatan sebagai Ketua HMJ IQTAF IAIN SNJ Cirebon, Founder Quraishian Cirebon. Pernah menyabet Juara 3 Karya Tulis Ilmiah Esay tingkat Institut dan Juara 2 Esay yang diselenggarakan jurusan PAI IAIN SNJ Cirebon.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals