Identifikasi Ya’juj dan Ma’juj
Secara terminologi, Ya’juj dan Ma’juj dibentuk dari akar kata yang bisa berarti nyala api, sesuatu yang sangat panas, atau air yang sangat asin. Selain itu, ia juga bisa berarti berjalan dengan cepat layaknya sedang menyerang musuh (Ibn Mandzur: 30-31). Sedangkan posisinya sebagaimana dimaksud dalam al-Quran, ia bermakna dua umat atau dua qabilah yang hidup di belakang tembok penghalang yang dibangun Dzul Qarnain (Ath-Thabari: 388).
Pada dasarnya, pendapat tersebut masih bersifat problematis. Belum ada kesepakatan final. Misalnya, ada juga yang berpendapat bahwa Ya’juj dan Ma’juj mempunyai akar kata bahasa China, yakni “Ya Jou” (Ya: Asia, Jou: Benua) dan “Ma Jou” (Ma: Kuda, Jou: Benua). Pendapat ini diungkapkan oleh Hamdi bin Hamzah Abu Zaid. Perbedaan pendapat ini bisa dibilang wajar, sebab al-Quran sendiri tidak pernah menjelaskan secara spesifik.
Akan tetapi, di balik ragam pendapat itu, ada kesepahaman bahwa Ya’juj dan Ma’juj berasal dari bangsa manusia. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah disebutkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj merupakan anak keturunan Nabi Nuh dari jalur Yafits. Pendapat ini diperkuat oleh beberapa argumentasi mufasir yang menyebutkan ciri Ya’juj seperti bangsa Turki, atau seperti bangsa Tatar dan Mongol.
Keterangan tersebut jelas memperkuat klaim kemanusiaan Ya’juj dan Ma’juj, dan menolak penisbatan karakteristik Ya’juj dan Ma’juj yang digambarkan layaknya monster. Penggambaran Ya’juj dan Ma’juj layaknya monster di antaranya dibahas dalam Jewish Encyclopedia yang ditulis Emil G. Harch dan Mary W. Montgomery.
Dalam ensiklopedia tersebut disebut Ya’juj dan Ma’juj memiliki tubuh yang ‘berbeda’ dengan manusia normal lainnya. Misalnya disebutkan bahwa saking lebarnya daun telinga mereka, satu sisinya bisa dijadikan alas, sementara sisi yang lain bisa dijadikan selimut. Terkesan berlebihan, tetapi nyatanya memang terdapat pendapat yang demikian.
Proses Identifikasi (1)
Identitas Ya’juj dan Ma’juj bisa diketahui melalui pelacakan ke wilayah mana Dzul Qarnain melakukan perjalanan. Menurut Imran Hosein, mulanya Dzul Qarnain menempuh perjalanan ke wilayah Laut Hitam. Sedangkan perjalanannya yang kedua ke wilayah Laut Kaspia. Bagaimana Imran Hosein bisa berkesimpulan demikian?
Menurutnya, lokasi di mana tembok penghalang tersebut dibangun harus berada di sebelah utara Yerusalem. Hal ini didasarkan pada informasi dalam sebuah hadis yang menyebut Ya’juj dan Ma’juj akan melewati Danau Tiberias untuk selanjutnya menuju ke Yerusalem. Secara geografis, Danau Tiberias berada di antara Yerusalem dan Laut Hitam-Laut Kaspia. Lalu untuk apa Ya’juj dan Ma’juj menuju Yerusalem? Tiada lain kecuali untuk merebut kembali ‘Tanah Terjanji’.
Proses Identifikasi (2)
Lalu ke mana Dzul Qarnain dan pasukannya melakukan perjalanan yang ketiga? Keterangan yang bisa digali dari al-Quran hanyalah Dzul Qarnain menempuh perjalanan hingga sampai di celah di antara dua gunung. Di sana ia bertemu dengan suatu kaum yang tidak memahami pembicaraan.
Berangkat dari keterangan tersebut, Imran Hosein mengambil kesimpulan bahwa perjalanan ketiga Dzul Qarnain adalah ke wilayah Pegunungan Kaukakus. Ada dua syarat yang harus dipenuhi jika menetapkan lokasi perjalanan Dzul Qarnain yang ketiga. Pertama, pegunungan tersebut harus mempunyai celah (antara dua gunung) yang membentang jauh. Kedua, harus ada suatu kaum yang bahasanya terisolir dari daerah sekitarnya.
Pegunungan Kaukakus memenuhi syarat pertama. Pun demikian dengan syarat yang kedua.
Proses Identifikasi (3)
Menurut Imran Hosein, arah perjalanan Dzul Qarnain yang ketiga adalah utara. Implikasinya adalah, di sebelah selatan Pegunungan Kaukakus harus ada suatu kaum yang tidak memahami pembicaraan. Di sekitar Pegunungan Kaukakus terdapat satu bahasa yang terisolir dari daerah lainnya, yakni bahasa Georgia. Diduga, bahasa Georgia masuk dalam rumpun bahasa pra-Indo-Eropa, dan terisolir selama kurang-lebih 5000 tahun.
Komunikasi mereka terputus sebab masing-masing di antara mereka tidak memahami pembicaraan satu sama lain. Ada yang mengatakan, mereka kemudian berkomunikasi melalui bahasa isyarat. Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa mereka berkomunikasi setelah berusaha memahami pembicaraan satu sama lain.
Setelah mampu berkomunikasi, kaum tersebut meminta Dzul Qarnain dan pasukannya untuk membuatkan tembok penghalang (saddun) yang mampu melindungi mereka dari perilaku merusak Ya’juj dan Ma’juj dengan menawarkan imbalan. Sebagai pemimpin yang bijaksana, Dzul Qarnain menolak tawaran imbalan tersebut, namun tetap membangunkan sebuah tembok penghalang yang lebih kuat (radmun) dari yang diharapkan kaum tersebut.
Proses Identifikasi (4)
Setidaknya ada dua informasi dari al-Quran yang tidak bisa/boleh dikesampingkan ketika hendak melanjutkan proses indentifikasi Ya’juj dan Ma’juj. Pertama, di QS. Al-Kahfi: 85 dijelaskan bahwa Allah Swt. memberi anugerah kekuatan kepada Dzul Qarnain. Kedua, di ayat 94 dan seterusnya, dikabarkan bahwa Dzul Qarnain sepakat untuk membuatkan tembok penghalang sebagaimana diminta oleh kaum yang bersangkutan.
Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa Dzul Qarnain tidak menindak tegas pelaku pengrusakan (Ya’juj dan Ma’juj), alih-alih membuatkan tembok penghalang? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu kiranya menaruh perhatian pada informasi yang ada dalam hadis. Disebutkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj merupakan makhluk yang tidak ada kekuatan manapun yang mampu mengalahkannya kecuali Allah Swt. sendiri sebagai Sang Maha Pencipta.
Lalu siapa Ya’juj dan Ma’juj? Berangkat dari identifikasi lokasi tadi, Imran Hosein menyimpulkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj berasal dari suku Khazar Eropa Timur. Mereka dikenal sebagai suku penunggang kuda yang ganas. Terbukti mereka mampu menghentikan laju ekspansi umat Islam (dan Bizantium) di wilayah Eropa Timur.
Dalam artikelnya “Khazars”, Roman K. Kovalev menyebut agama Shamanist-Tari sebagai agama yang dipeluk mayoritas suku Khazar. Meskipun, sekitar abad 8 dan 9 masehi, banyak di antara mereka yang beralih ke agama Yahudi (Eropa). Dalam analisisnya, Kovalev menyatakan beralihanya mereka ke agama Yahudi merupakan bentuk ‘independensi’ dari dua kekuatan besar saat itu (Nasrani dan Islam).
Baca juga: Penafsiran Imran Hosein tentang Ya’juj dan Ma’juj (Bagian 1)
Baca juga: Lepasnya Ya’juj dan Ma’juj dan Rusaknya Tatanan Dunia Modern (Bagian 3)
2 Comments