Akar Kekerasan

Judul: Akar Kekerasan
Penulis: Erich Fromm
Penerbit: Pustaka Pelajar
Tebal: 755 Halaman

(Catatan: Harga di Luar Ongkos Kirim)

Order via WA:
0853 6435 6131

Rp200,000.00

Sebuah upaya memahami agresivitas manusia. Menerapkan psikoanalisis untuk mengobati penyakit budaya sosial. Sosok tokoh Nazi Jerman, Adolf Hitler, tidaklah pernah benar-benar mati. Ia hidup sebagai simbol kekerasan terbesar dalam sejarah kemanusiaan. Adalah kepribadian Adolf Hitler itu yang coba dibedah oleh psikoanalis dan filsuf sosial, Erich Fromm (1900-1980), lewat buku yang aslinya ditulis pada 1973 ini Fromm berusaha menjelaskan hubungan antara karakter dan naluri dalam diri manusia.

“Tujuan utama buku ini menganalisis sifat dan kondisi agresi destruktif…,” tulis Fromm (halaman xxi). Karena itu, untuk mengetahui secara jelas agresi defensif-lunak dan destruktif-jahat, perlu dicari perbedaan fundamental. Yaitu, antara karakter dan naluri. Perbedaan itu bisa juga dilihat pada dorongan yang berakar dari kebutuhan fisiologis manusia, dan hasrat yang berhulu dari karakternya.

Fromm mencontohkan struktur karakter itu dengan menganalisis karakter beberapa pelaku sadisme dan destruktif ternama. Misalnya Joseph Stalin, Himmler, dan Hitler tadi. Namun, barangkali contoh yang paling menonjol adalah watak diktaktor Nazi itu. Fromm membeberkan agresi jahat karakter Adolf Hitler sebagai kasus klinis nekrofilia (halaman 545-646).

Dengan metode psikoanalisis Sigmund Freud, Fromm berusaha membedah kandungan kekerasan dalam diri manusia. Menurut dia, semua hasrat manusia dapat dipahami sebagai hasil naluri. Misalnya cinta, benci, tamak, sombong, ambisius, kedekut, dan cemburu. Seluruhnya dipaksa masuk ke dalam satu skema, dan secara teoretis dibahas sebagai sublimasi dari bermacam perwujudan libido narsistik oral, anal, dan genital.

Fromm sendiri berpendapat, semua hasrat manusia, “baik” atau “jahat”, cuma bisa dipahami sebagai upaya seseorang untuk menghayati dan mempertahankan hidup. “Manusia yang paling kejam sekalipun tetaplah manusia… Dia bisa disebut orang yang kurang waras… juga sebagai orang tersesat dalam upayanya mencari jalan keselamatan,” kata Fromm (halaman xxviii).

Ulasan

Belum ada ulasan.

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals