Berkasih Sayang Ala Rasulullah

Sebagai umat Islam, tentunya kita mencintai dan mengagumi sosok Rasulullah ﷺ. Beliau adalah sosok yang lengkap, merupakan manusia sempurna (insan kamil). 4 min


0

Sebagai umat Islam, tentunya kita mencintai dan mengagumi sosok Rasulullah . Beliau adalah sosok yang lengkap, merupakan manusia sempurna (insan kamil). Kesempurnaannya tergambar dalam setiap pola pikir (worldview) dan perilaku (behavior) keseharian.

Hingga ia disebut oleh Aisyah ra laksana al-Qur’an berjalan. Bermakna, seluruh pola pikir dan perilakunya sejalan dan melingkupi seluruh aturan dan nilai-nilai dalam al-Qur’an (Quranic values).

Bahkan, ia dinobatkan oleh Allah Swt sebagai tokoh teladan (uswatun hasanah) bagi umat manusia (QS. Al-Ahzab: 21). Maka kepribadian Rasulullah dari berbagai aspek kehidupan dapat menjadi teladan, baik aspek personal, kehidupan berumah tangga maupun pergaulan sosial.

Kehadiran Rasulullah dengan keagungan karakternya merupakan rahmat bagi alam semesta sekaligus sebagai pembawa ajaran Islam. Islam hadir ke permukaan bumi tidak hanya untuk mengenalkan tauhid, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kebaikan terhadap sesama.

Karenanya, hampir seluruh doktrin keislaman, mengajarkan hubungan yang seimbang antara Tuhan dengan makhluknya. Manusia tidak diminta hanya untuk beribadah, tetapi juga berbuat baik dengan sesama manusia, bahkan binatang dan tumbuhan.

Diantara sifat terpuji yang diajarkan Islam adalah rahmah atau kasih sayang. Rahmah (رَحْمَةٌ) atau Rahmat berasal dari akar kata rahima-yarhamu-rahmah (رَحِمَ ـ يَرْحَمُ ـ رَحْمَةً) kata ini terulang sebanyak 338 kali di dalam al-Qur’an.

Kata rahmah ini berarti “kelembutan hati”, “belas kasih”, dan “kehalusan”. Dalam konteks manusia kasih sayang dapat kita artikan sebagai suatu sikap saling menghormati dan mengasihi semua ciptaan Tuhan baik mahluk hidup maupun benda mati seperti menyayangi diri sendiri sendiri berlandaskan hati nurani yang luhur.

Sebagai pengemban risalah Islam, Rasululullah secara tuntas dan lugas mempraktekkan sifat kasih sayang, baik dalam keluarga, kepada sahabat, masayarakat maupun lingkungan sekitar.

Diriwayatkan  bahwa beliau sangat dekat dengan anaknya Fatimah ra, setiap hari beliau tidak segan untuk memperlakukannya dengan penuh kasih, meskipun kala itu masyarakat Arab tidak familiar dengan perlakuan penuh kasih sayang antara ayah dan anak meskipun si anak telah beranjak dewasa.

Rasulullah juga sering kali bercanda dengan cucu-cucunya Hasan dan Husein. Beliau pernah bermain kuda-kudaan dengan cucunya yang lain, Hasan dan Husain.

Ketika Rasulullah sedang merangkak di atas tanah,sementara kedua cucunya berada di punggungnya, Umar datang lalu berkata,“Hai Anak, alangkah indah tungganganmu.” Rasulullah menjawab, “Alangkah indahnya para penunggangnya!”.

Abu Hurairah ra juga pernah menceritakan, “Rasulullah pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan al-Hasan bin Ali ra. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu segera menghambur menuju Rasulullah dengan riang gembira.

Tentang mencintai anak, Rasulullah saw pernah bersabda, “Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi mereka rezeki.” (HR. ath-Thahawi).

Bahkan beliau memendekkan salatnya ketika mendengar tangis anak. Karena anak pula, Rasulullah pernah bersujud sangat lama. Begitu lamanya Rasulullah bersujud sampai-sampai para sahabat mengira Rasulullah sedang menerima wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla. Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah, ada cucu yang sedang menaiki punggungnya.

Hal yang sama beliau praktekkan bersama istrinya. Beliau biasa memanggil Aisyah dengan sebutan Humaira, yang kemerah-merahan pipinya. Kadang juga Aisy, yang dalam budaya Arab, pemenggalan huruf terakhir dari nama itu menunjukan panggilan manja sebagai tanda sayang.

Tidak ada wanita yang tidak tersanjung dipanggil demikian oleh suaminya. Ada banyak lagi riwayat laiinya yang mengisahkan perlakuan penuh kasih Nabi terhadap keluarga.

Sikap penyayang Rasulullah tidak hanya terbatas kepada keluarga, namun juga sahabat dan umatnya bahkan manusia seluruhnya. Dikisahkan pada perang Uhud, gigi antara gigi seri dan taring Nabi patah, wajahnya terluka.

Para sahabat tak tega melihatnya. “Andai engkau mendoakan agar mereka tertimpa bencana,” usul mereka. Namun dengan sabar Nabi menjawab, “Aku tidak diutus oleh Allah sebagai pelaknat. Aku adalah seorang penyeru dan rahmat bagi manusia.” Selanjutnya Nabi berdoa, “Ya Allah, berilah petunjuk pada kaumku, karena sesungguhnya mereka tak mengetahuinya.” (HR. Al-Baihaqi)

Pada masa kehidupannya diceritakan ada seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sudut pasar Madinah al-Munawarah selalu mengatakan “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya,” Ssetiap ada orang yang mendekatinya.

Pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah pun mendatanginya setiap pagi, bukan untuk membalas segala hal yang dilakukannya, melainkan untuk membawakannya makanan.

Beliau selalu menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu tanpa berkata sepatah kata pun. Kebiasaan ini berlangsung hingga menjelang Beliau wafat. Hingga tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu karena Rasulullah telah wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah, tindakan ini digantikan Abu Bakar ra. Namun, Ketika Abu Bakar menyuapinya, pengemis itu marah dan berteriak, “Siapakah kamu?” Abu Bakar pun menjawab, “Aku orang yang biasa,” pengemis buta itu kembali berteriak mengatakan “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku.

Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku”.

Seketika, air mata Abu Bakar tidak dapat terbendung dan kemudian menangis seraya mengatakan “aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada.

Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.” Pengemis itu pun ikut menangis setelah mendengar cerita Abu Bakar r.a dan mengatakan “Benarkah demikian?. Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.” Dan dihadapan Abu Bakar r.a, pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat.

Selain penyayang kepada sesama manusia, Rasul juga sangat penyayang terhadap hewan. Suatu hari, Nabi melihat seorang lelaki merebahkan kambing di tanah, menginjakkan kakinya di leher hewan itu, sambil memegangnya untuk disembelih.

Dalam waktu bersamaan, dia masih mengasah pisaunya. Melihat hal ini, Rasulullah marah dan bersabda, “Apakah kamu ingin membunuhnya dua kali? Tidakkah kamu asah dulu pisaumu, sebelum kamu merebahkannya?”

Di waktu lain, Nabi Muhammad melewati dua lelaki yang tengah berbincang. Masing-masing menaiki ontanya. Rasulullah merasa kasihan kepada kedua hewan itu. Dia pun melarang keduanya menjadikan hewan tunggangannya sebagai tempat duduk.

Dengan kata lain, janganlah menaiki onta kecuali saat kamu memerlukannya saja. Jika keperluanmu untuk menaikinya telah selesai, maka turunlah dan biarkan dia beristirahat.

Beberapa cerita di atas menunjukkan bahwa sosok Rasulullah adalah seorang yang penyayang terhadap makhluk ciptaan Allah, baik manusia maupun hewan. Sudah sepantasnya kita sebagai umatnya untuk contoh sifat-sifat mulia Nabi dan bukan hanya sekedar cara berpakaian beliau.

Berkasih sayanglah, karena dengan kasih sayang maka kehidupan dunia akan menjadi lebih baik dan mampu mebawa kita kepada kebaikan akhirat. Rasulullah pernah bersabda: “Sayangilah yang ada di bumi, niscaya Yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Di Thabrani)”

 


Like it? Share with your friends!

0
Muhammad Rafi

Nama saya Muhammad Rafi. Saya berasal dari Kalimantah selatan, lebih tepatny kota Amuntai, sebuah kota yang terkenal dengan itik panggang dan apamnya. Saya dilahirkan di sebuah desa kecil yang bernama Kaludan Besar, pada tanggal 19 Juli 1997 bertepatan dengan 11 Rabiul Awal. Saya adalah anak pertama dari 4 orang bersaudara dari pasangan Abdul Gani Majidi dan Maimunah. Dalam perjalanan pendidikan dan keilmuan, saya memiliki 2 basic, sekolah negeri dan pondok pesantren. Mulai dari MI dan SD, MTs, Aliyah dan Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidyah Amuntai. Saat ini say sedang berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Jurusan Ilmu al-Qur'an dan Tafsir sekaligus sebagai Mahas Santri di Pondok Pesantren LSQ ar-Rohmah Bantul.

2 Comments

Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals