Kuasa Uang dalam Perspektif Al-Quran

"Di tangan orang-orang salih dan bijaksana uang menjadi ladang amal dan pahala, sedangkan di tangan orang-orang tak bertanggung jawab uang menjadi media kejahatan.."3 min


6
sumber foto: pixabay.com

Allah swt menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya (QS Al-Kahfi/18:7). Kehidupan dunia tidak lain adalah permainan yang melalaikan, perhiasan, dan kemegahan serta ajang berbangga-banggaan. Ayat-ayat tentang harta dan kekayaan pun bertebaran dalam Al-Quran.

Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan hiburan, kemegahan dan ajang saling berbangga di antara kamu, berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan. Diumpamakan bagai hujan, tanam-tanaman yang tumbuh menakjubkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi layu dan kau lihat menjadi kuning lalu kering dan rontok. Tetapi di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya bagi yang beriman. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang penuh tipu daya.(QS Al-Hadid/57:20).

Dalam ayat lain Allah swt berfirman: Menjadi tampak indah bagi manusia kecintaan terhadap yang diingininya: perempuan-perempuan, putra-putra, emas dan perak yang bertimbun-timbun, kuda pilihan, binatang ternak, dan tanah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, tetapi pada Allah itulah tempat kembali terbaik (surga). (QS Ali Imran/3:14).

Qarun demikian bangga dengan kekayaan yang dimilikinya. Ia sesumbar bahwa harta itu hasil curahan keringatnya sendiri, sehingga orang lain tidak berhak sedikit pun atas hartanya.

Bahwa Qarun adalah salah seorang dari kaum Musa, tetapi bertindak sewenang-wenang terhadap mereka, dan Kami berikan kepadanya sebagian perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya akan membuat bungkuk orang yang kuat-kuat. Perhatikanlah ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”. (QS Al-Qashash/28:76).

Qarun berkata, “Ini diberikan kepadaku karena kepandaian yang ada padaku.” Tidakkah ia tahu bahwa Allah telah membinasakan beberapa generasi sebelum dia yang lebih hebat daripada dia kekuatannya dan lebih besar jumlah kekayaan yang diperolehnya? Akan tetapi orang yang jahat tidak segera dimintai tanggung jawab atas segala dosanya. Maka Qarun keluar kepada kaumnya dengan segala kemegahannya. Orang-orang yang senang dengan kehidupan duniawi berkata, “Wahai, sekiranya kita yang mendapat apa yang diperoleh Qarun itu! Sungguh, dia beruntung sekali!” Mereka yang dikaruniai ilmu berkata, “Celakalah kamu! Balasan Allah di hari kemudian lebih baik bagi orang yang beriman dan beramal kebaikan. Akan tetapi hanya orang yang tabah dan sabar yang mencapainya.” Kami benamkan dia bersama rumahnya ke dalam tanah, maka tidak ada satu golongan pun yang akan menolongnya, selain Allah, juga dia tak dapat mempertahankan diri. (QS Al-Qashash/28:78-81).

Uang berbicara di mana-mana. Di darat, di laut, dan di udara. Di pasar, di rumah, di kantor, di jalan, dan tidak terkecuali di meja pengadilan, bursa kepemimpinan, dan panggung politik serta kancah kekuasaan. Seperti halnya kekuasaan, uang ibarat pisau bermata dua. Di tangan orang-orang salih dan bijaksana uang menjadi ladang amal dan pahala, sedangkan di tangan orang-orang tak bertanggung jawab uang menjadi media kejahatan dan bahan bakar api neraka. Al-Quran jauh-jauh hari telah mengingatkan dengan tegas.

Wahai orang-orang beriman, janganlah harta kekayaanmu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Siapa berlaku demikian, mereka itulah yang rugi.(QS Al-Munafiqun/63:9).

Kekayaan dan sumber daya manusia dari berbagai macamnya hanyalah kesenangan sepintas belaka. Semua itu jangan sampai membelokkan orang baik dari ibadah kepada Allah swt. Setiap pengabdian amal kita, segenap pikiran baik, dan perbuatan baik itulah yang diminta Allah swt dari kita. Kalau kita tidak mau, maka yang rugi kita sendiri, bukan orang lain, sebab ini menghambat pertumbuhan rohani kita.

Dalam ayat berikut Allah swt berfirman to the point,

Janganlah kamu memakan harta sebagian di antara sesama kamu dengan secara tidak sah dan janganlah kamu membawa harta untuk menyuap para hakim (yang berwenang memutus perkara), supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa padahal kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah/2:188).

Di samping hajat jasmani manusia yang pokok, yang berakibat ia menjadi serakah, ada sifat keserakahan lain dalam masyarakat, yakni serakah terhadap kekayaan dan harta. Suatu bentuk keserakahan yang halus disebutkan, yakni mempergunakan harta untuk menyuap orang lain – para hakim atau mereka yang berkuasa – sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan materi, sekalipun dengan cara terselubung dan di bawah perlindungan hukum, yang dalam diskursus politik zaman now disebut “mahar”.

Raja-raja zaman old cenderung menjajah tetangganya, sebagaimana diungkapkan Ratu Saba`. Ratu berkata, “Hai para pembesar! Ini aku diserahi sepucuk surat yang mulia. “Dari SuIaiman, dan sebagai berikut: ‘Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Janganlah kamu berlaku sombong kepadaku; datanglah kepadaku berserah diri kepada agama yang benar.” (QS An-Naml/27:29-31).

Dia berkata, “Raja-raja bila menaklukkan suatu negeri, akan merusakkannya, penduduknya yang mulia akan dijadikan hina. Demikianlah perbuatan mereka. Aku akan mengirimkan kepada mereka suatu hadiah, dan kita akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para utusan.” (QS An-Naml/27:34).

Penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan mengundang konsekuensi tertentu. Juga ingatlah Qarun, Firaun dan Haman. Musa sudah datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di bumi dan mereka tidak luput dari Kami. Masing-masing mereka Kami siksa karena dosanya. Di antara mereka ada yang Kami timpa dengan badai kencang dengan hujan batu, ada yang Kami cekam dengan bunyi yang dahsyat, ada yang Kami buat mereka ditelan bumi, dan ada yang tenggelam ke dalam air. Allah tidak sekali-kali menganiaya mereka, tetapi mereka yang menganiaya diri sendiri. (QS Al-‘Ankabut/29:39-40).

Kepemimpinan, kekuasaan dan harta kekayaan di dunia tidaklah abadi. Semua itu kelak akan diminta pertanggungjawabannya.[]

 

 


Like it? Share with your friends!

6
Muhammad Chirzin
Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag. adalah guru besar Tafsir Al-Qur'an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Anggota Tim Revisi Terjemah al-Qur'an (Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur'an) Badan Litbang Kementrian Agama RI.

5 Comments

Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals