Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang dan kepribadian sendiri yang terwujud dalam kebudayaan, perekonomian, watak, dan lain-lain, kata Bung Karno. Menurut John Gardner, tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika tidak percaya kepada suatu pandangan hidup yang memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar.
Pluralitas suku bangsa, bangsa, agama, dan golongan merupakan pendorong untuk berkompetisi dalam kebaikan dan penuntun perjalanan menggapai kemajuan. Manusia beriman mempunyai dua dimensi hubungan yang harus dilaksanakan secara seimbang dan harmonis, yakni hubungan vertikal dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama.
Interaksi manusia dengan sesamanya didasari keyakinan bahwa semua manusia adalah saudara. Semakin banyak persamaan, semakin kokoh pula persaudaraan. Sebagai makhluk sosial, manusia tenang dan nyaman bersama jenisnya. Dorongan kebutuhan ekonomi, budaya, politik, dan agama menunjang persaudaraan dan titik temu antar para pemeluknya.
Dimensi persaudaraan manusia sekurang-kurangnya lima, yakni persaudaraan sesama manusia; persaudaraan nasab dan perkawinan; persaudaraan suku dan bangsa; persaudaraan pemeluk agama; dan persaudaraan seiman.
Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, dan menghargai kesetaraan dalam kehidupan. Agama tidak mengenal pemisahan antara soal yang sakral dengan yang sekular. Siapa yang memisahkan antara ekonomi, politik, dan agama berarti tidak mengerti apa itu agama, kata Mahatma Gandhi.
Antara persaudaraan iman dan persaudaraan nasional bukan persoalan alternatif, ini atau itu, tetapi sekaligus. Seseorang yang beriman adalah nasionalis dengan paham kemanusiaan universal. Pengakuan keberadaan agama-agama lain merupakan pengakuan hak hidup di dalam hubungan sosial yang saling menghargai dan menghormati dengan prinsip agree in disagreement.
Persaudaraan sesama pemeluk agama mendorong untuk ko-eksistensi dan kooperasi: bekerja sama dalam program sosial dan budaya yang lebih praksis. Iman niscaya mengejawantah dalam perbuatan, baik dalam dataran kehidupan individual maupun sosial dengan keluarga dan Rukun Tetangga sebagai basis kebajikan. Iman bukan sekadar kata-kata. Kita harus menghayati kehadiran Tuhan dalam segala kebaikan yang datang dari hadirat-Nya.
Setiap agama memiliki nilai kasih sayang, persaudaraan, perdamaian, toleransi, dan non-kekerasan yang harus dipelihara. Prinsip belas kasih di jantung seluruh agama mengimbau kita untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Keyakinan setiap agama tidak membenarkan tindak kekerasan apa pun terhadap pemeluk agama yang sama atau agama yang berbeda. Setiap pemeluk agama niscaya menghormati kepercayaan yang lain.
Iman mendorong kita untuk menghapus penderitaan sesama dan memperlakukan setiap orang dengan keadilan dan kehormatan. Para pemimpin agama hendaknya menyumbangkan pemikiran untuk mewujudkan perdamaian dan mengembangkan peran pemeluknya. Pemuka agama niscaya menampilkan agama yang hakiki sebagai anugerah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Para pemuka agama adalah penjaga gawang moralitas dalam segala aspek kehidupan umat dan tidak boleh mendiamkan kebijakan penguasa yang menyimpang dari dasar negara. Fungsi tokoh agama ialah memberi perspektif baru pembangunan; memberikan kesadaran kritis untuk mengubah nasib; memanggil kepada kebenaran; dan memberikan pencerahan akal budi.
Tips menjaga kerukunan dan persaudaraan iyalah: (1) membangun persahabatan, karena sesama pemeluk agama adalah bersaudara; (2) saling menolong, membantu, melengkapi, dan bekerja sama dalam kebaikan; (3) menjaga kehormatan saudara; (4) saling memaafkan dan berbaik sangka; (5) saling mendoakan.
Ada perbedaan antara toleransi dan sinkretisme. Toleransi artinya sikap toleran; tenggang rasa; tepo seliro; mengakui perbedaan; menghargai keberadaan kelompok lain yang beda agama untuk menjalankan tuntunan agama masing-masing tanpa menyalahkan, merendahkan, mengolok-olok, membenci, dan mencaci-maki. Prinsip toleransi dalam beragama ialah setuju dalam perbedaan. Landasan utama sikap dan ekspresi toleransi dalam Islam ialah, “Bagimu agamaku dan bagiku agamaku.”
Sinkretisme ialah paham campuran berbagai unsur aliran, kepercayaan, keagamaan, kebudayaan, dan pandangan hidup menjadi satu paham baru tertentu. Tujuannya menemukan keharmonisan, keseimbangan, keserasian, dan perpaduan sikap, serta pandangan hidup. Sinkretisme membuahkan pandangan bahwa semua agama sama.
Seorang muslim boleh mengucapkan, “Selamat merayakan Hari Natal” kepada pemeluk agama Katholik dan Kristen, sebagaimana pemeluk Hindu, Budha, dan Konghucu juga boleh mengucapkan, “Selamat merayakan Idul Fitri” kepada orang-orang Islam. Ucapan selamat merayakan kedua pihak tersebut termasuk sebentuk sikap toleransi beragama, bukan sinkretisme agama.
Muslim yang mengucapkan, “Selamat merayakan Hari Natal” tidak berarti meyakini dan memercayai bahwa Nabi Isa lahir pada tanggal 25 Desember; bahwa Nabi Isa adalah anak Tuhan; dan bahwa Nabi Isa mati disalib.
Berkenaan dengan keberadaan Nabi Isa, Allah swt berfirman dalam Al-Quran, “Wassalamu ‘alaiyya yauma wulidtu wa yauma amutu wa yauma ub’atsu hayya – Salam sejahtera bagiku, tatkala aku dilahirkan, tatkala aku mati, dan tatkala aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS Maryam/19:33).
One Comment