Dalam kehidupan sehari-hari, jamak kita saksikan terjadinya perbedaan pendapat, bahkan sampai ada yang berujung pada konflik hingga perkelahian. Kelompok A mengatakan “merah”, kelompok B mengatakan “merah muda”, kelompok C mengatakan “merah hati”, dan seterusnya. Kelompok A menegaskan bahwa menurutnya, yang paling benar.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya: sederhana. Karena masing-masing kelompok itu menggunakan cara pandang yang tidak sama. Oleh karena itu, ketika kita berada dalam kondisi demikian, kondisi perbedaan pendapat, maka langkah yang paling bijak, adalah: berupaya mencari tahu kelompok lainnya itu menggunakan cara pandang dari sudut yang mana? Dalam bahasa agama, Tabayyun.
Supriyanto (2015) dalam Disertasinya “Konflik dalam Perspektif Alquran”, mengatakan bahwa secara fundamental Alquran menyuguhkan langkah-langkah mengatasi konflik. Menurutnya, ada enam langkah untuk mengatasi konflik, yaitu pertama, membangun dan membuka ruang komunikasi. Kedua, menjalin persaudaraan. Ketiga, melakukan klarifikasi (tabayyun) dalam setiap masalah. Keempat, menahan diri dan menghargai pihak lain. Kelima, tidak memaksakan kehendak. Keenam, perang (jika tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah dan merupakan pilihan terakhir). Jika perang telah menjadi pilihan satu-satunya, maka perang yang dilakukan harus berlandaskan fi sabilillah, yakni dalam rangka membela diri dan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dengan etika-etika perang yang wajib dipenuhi.
Terkait dengan konflik yang terjadi, manusia membutuhkan petunjuk yang benar dan lurus. Sebagai hamba Allah yang beriman kepada-Nya; manusia seharusnya yakin bahwa al-Qur’an yang adalah petunjuk lurus bagi manusia (hudan li al-nas) yang akan memberikan bimbingan.
Dalam menjalani kehidupan, kita dianjurkan untuk memiliki prinsip yang tegas, yaitu selalu berpikir positif. Berpikir positif berarti selalu memiliki prasangka yang baik (husnudhan). Dalam buku terbarunya, Didi Junaedi (2017:80) menerangkan bahwa sikap husnudhan adalah menganggap setiap peristiwa serta kejadian yang kita alami, baik berupa kesenangan atau kesedihan, kebahagiaan atau kesengsaraan, merupakan rencana Allah yang ditujukan agar kita dapat mengambil suatu pelajaran (hikmah) dari peristiwa serta kejadian tersebut.
Kita, sebagai makhluk Allah harus yakin Allah selalu memberikan yang terbaik kepada setiap hamba-Nya. Mari kita renungkan firman Allah dalam surat Yunus ayat 44: “Sesungguhnya Allah tidak pernah berbuat dzalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusialah yang berbuat dzalim kepada diri mereka sendiri”. Dengan demikian, kita sadari bahwa dalam kondisi apapun, Allah pasti memberikan yang terbaik. Sekarang tinggal bagaimana kita memandang (melakukan) nya?
Nah, terkait hal ini, jawabannya hanya satu, yakni tiada lain kecuali bersikap positif, husnudhan. Sebagaimana dalam hadits qudsi: “Aku sesuai persangkaan hamba-Ku kepada-Ku…” (HR. Bukhari wa Muslim). Berlaku hukum implikasi, apabila kita berbaik sangka kepada Allah, maka Allah pun akan berbaik sangka kepada kita. Semoga kita semua senantiasa mendapatkan kekuatan untuk selalu berprasangka positif. Amin.
Menurut Ibrahim Elfiky (2009:239), sebagaimana yang diulas dalam bukunya Quwwat al-Tafkir, terdapat tujuh prinsip dalam berpikir positif. Ketujuh prinsip tersebut adalah:
1. Masalah dan kesengsaraan hanya ada dalam persepsi.
Jika Anda mengubah persepsi Anda tentang masalah, memikirkannya sebagai hadiah dari Allah, lalu berkonsentrasi pada upaya mencari solusi, maka Anda akan menemukan harapan terbuka lebar di hadapan Anda.
2. Masalah tidak akan membiarkan Anda dalam kondisi yang ada. Ia akan membawa Anda pada kondisi yang lebih buruk atau yang lebih baik.
Orang yang berkepribadian positif akan memusatkan perhatian pada upaya mencari solusi dengan cara-cara yang rasional dan perasaan yang tenang. Maka, ia mempelajari masalah yang ada dan memperbaiki sikapnya hingga berperilaku positif. Baginya, masalah justru mengantarkannya kepada kondisi yang lebih baik.
3. Jangan jadi masalah. Pisahkan dirimu dari masalah.
Masalah hanya salah satu kondisi aktivitas hidup yang harus dihadapi secara wajar dan disikapi dengan tenang, hingga kita menemukan solusinya. Karena itu berhati-hatilah. Kuasailah masalah dan jangan sampai masalah yang menguasai Anda. Pisahkan Anda dari masalah.
4. Belajarlah dari masa lalu, hiduplah pada masa kini, dan rencanakanlah masa depan.
Anda dapat membersihkan masa lalu dengan selalu bertanya pada diri sendiri, ” pelajaran apa yang bisa aku petik dari masa lalu?”. Dengan demikian, Anda dapat mengidentifikasi masa lalu sebagai pelajaran dan kekuatan, bukan kelemahan dan kegagalan.
Tentang masa kini, hadapilah dengan segenap makna positif. Bisa jadi saat inilah akhir perjalanan hidup Anda. Jangan sampai hidup Anda dihantui perasaan negatif masa lalu. Jangan terlena menunggu masa depan yang belum datang. Dengan demikian, hidup Anda akan berjalan normal dan stabil. Selama Anda menjalani hidup ini dengan tulus pada Allah, Anda dapat menjadikan masa lalu sebagai kebahagiaan dan masa depan sebagai proyeksi yang indah.
5. Setiap masalah ada solusi spiritualnya.
Ketika kita tawakal kepada Allah, masalah sesulit apapun bisa diatasi. Firman Allah dalam QS. Al-Thalaq ayat 3: “Barang siapa tawakal pada Allah niscaya Dia akan mencukupkan (keperluan)nya.” Jadi, mari, mulai hari ini, bertawakallah pada Allah dengan sungguh-sungguh dan berusahalah dengan kemampuan Anda yang tidak terbatas itu. Dengan demikian Anda akan mencapai tingkatan tawakal yang benar.
6. Mengubah pikiran berarti mengubah kenyataan. Pikiran baru menciptakan kenyataan baru.
Jika Anda benar-benar ingin menciptakan perubahan positif dalam hidup, mulailah mengubah bagian dalam diri Anda. Allah berfirman dalam QS. al-Ra’d ayat 11: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
7. Ketika Allah menutup satu pintu, pasti Dia membuka pintu lain yang lebih baik.
Kadangkala Allah menutup pintu yang ada di depan kita, tapi Dia membuka pintu lain yang lebih baik. Namun, kebanyakan manusia menyia-nyiakakan waktu, konsentrasi, dan tenaga untuk memandang pintu yang tertutup daripada menyambut pintu impian yang terbuka di hadapannya.
Ketujuh prinsip dalam berpikir positif di atas, harus menjadi rujukan kita semua dalam menjalani kehidupan keseharian, dalam membangun ukhuwah islamiyah. Dengan berpegang pada ketujuh prinsip di atas, maka kita akan meyakini bahwa apapun yang kita jalani adalah pemberian yang terbaik dari Allah. Karena itu, marilah terus mengembangkan berpikir positif. Perlu diketahui bahwa kata ganti “Anda” dalam tulisan di atas sesungguhnya mencakup “saya dan pembaca sekalian”. Ayo hidup positif. [ahf]
2 Comments