Pembahasan mengenai masalah kajian hadis tidak akan pernah selesai untuk dibahas, baik pembahasan mengenai sanad (orang-orang yang meriwayatkan hadis dari satu orang ke orang yang lain) maupun matan (redaksi atau isi suatu hadis), baik dikaji oleh umat muslim maupun dikaji oleh non-muslim.
Problem hadis bisa dikatakan lebih kompleks ketimbang Al-Qur’an, karena setiap ayat di dalam Al-Qur’an telah terjamin keotentikannya (baik dari segi huruf maupun kalimatnya) karena diriwayatkan secara mutawattir (diriwayatkan oleh lebih dari 10 orang dan mereka semua sepakat dengan lafaznya) dan Allah SWT, sendiri yang telah menjaga dan menjamin keasliannya.
Sebagaiman dalam firman Allah yang berbunyi:
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Sedangkan hadis tidaklah demikian, perlu dilakukan penelitian untuk menentukan apakah hadis tersebut memang berasal dari nabi, karena dari segi periwayatan cukup bervariasi, ada yang diriwayatkan secara lafdzi (redaksinya diriwayatkan sama persis dengan perkataan nabi) dan ada yang maknawi (hadis yang diriwayatkan berdasarkan kesesuaian maknanya saja sedangkan redaksinya disusun oleh yang meriwayatkan).
Adapun hadis jika dilihat dari segi kuantitas jalur periwayatan sangatlah beragam mulai dari hadis mutawatir dan hadis ahad (hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua orang atau sejumlah orang tetapi jumlah perawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir).
Begitulah singkat betapa kompleksnya persoalan dalam kajian hadis. Bahkan Imam Al-Bukhari yang dijuluki sebagai Amirul Mukminin fil Hadis (gelar tertinggi seorang muhaddis) oleh para ulama mengatakan bahwa “Di antara satu juta hadis yang dihafal oleh Imam Al-Bukhari, dan setelah disortir olehnya ternyata hanya terdapat kurang lebih tujuh ribu hadis yang beliau anggap benar-benar sahih (hadis yang status keontentikannya paling tinggi).
Salah satu persoalan yang berkaitan langsung dengan keotentikan hadis, yakni untuk membuktikan status sahih atau tidaknya sebuah hadis, adalah masalah sanad. Hal inilah kenapa bagi sebagian orientalis, keberadaan sanad adalah masalah yang urgen dalam pembahasan hadis
Melihat dari problem tersebut, banyak para orientalis yang kemudian berusaha untuk menjatuhkan kedudukan hadis itu sendiri dengan menilai negatif terhadap hadis. Bahkan banyak orientalis yang tidak objektif dalam penelitiannya dengan hanya memandang sisi buruk dari hadis dan mengabaikan sisi baiknya.
Baca Juga: Orientalis dan Kajian Hadis |
Akan tetapi tidak semua orientalis berpandangan demikian, salah satunya adalah Harald Motzki yang justru melakukan penelitian secara objektif dengan membandingkan sisi baik dan sisi buruk terhadap hadis.
Adapun melalui penelitiannya terhadap hadis, Motzki telah membuktikan bahwasanya hadis adalah sumber keagungan ilmu dalam agama Islam, khususnya dalam ilmu sanad hadis.
Motzki melakukan penelitian terhadap kitab hadis Mushannaf Abdur Razaq karya Abdurrazzaq As-Shan’ani yang merupakan dokumen hadis tertua. Motzki berkesimpulan bahwasanya kitab hadis otentik ternyata telah ada sejak abad pertama Hijriyah dengan bukti temuan dari penelitiannya pada kitab Mushannaf Abdur Razaq karya Abdurrazaq As-Shan’ani.
Hasil temuan Motzki tersebut kemudian meruntuhkan teori dan kesimpulan para peneliti sebelumnya yang beranggapan bahwa hadis adalah buatan atau rekayasa para ulama abad ketiga Hijriyah.
Selain itu ia juga mempunyai kontribusi dalam mengembangkan ilmu hadis dengan memperkenalkan teori Isnad Cum Matn.
Dari penjelasan singkat di atas, kita sekarang mungkin bertanya-tanya, apa aja sih kontribusi Halard Motzki dalam pengembangan kajian hadis dan bagaimana bentuk teori Isnad Cum Matn yang digadang-gadang telah meruntuhkan hipotesis-hipotesis orientalis terdahulu tentang hadis? Tulisan ini akan menjelaskan sekaligus menjawab dua pertanyaan di atas.
Biografi Harald Motzki
Harald Motzki lahir di Berlin, Jerman Barat pada 25 Agustus 1948.
Merupakan seorang peneliti yang multidisipliner dan Guru Besar di bidang Metodologi studi Islam di Universtitas Nijmegen, Belanda.
Adapun jejak akademiknya dalam proses studi bachelor/sarjana, dia pernah menekuni berbagai bidang ilmu seperti: ilmu Perbandingan Agama, studi Islam, bahasa Arab, bahasa-bahasa dan budaya-budaya Semit, studi tentang Jerman, sejarah dan filsafat kuno di Universitas Bonn, Jerman.
Kemudian dalam proses studi magister, dia juga mempelajari kitab Perjanjian Baru di Ecole Pratique des Hautes Etudes dan belajar bahasa Yahudi di Ecole Nationale des Langues Orientales Vivantes di Paris, Perancis.
Setelah menyelesaikan studi magisternya, Motzki pun melanjutkan studi doktoral di Universitas Boon, Jerman. Dia mengkaji Islam, bahasa Arab, sejarah dan sosiologi modern di universitas tersebut.
Dia meraih gelar Ph.D. di bawah bimbingan Prof. Albrecht North di Universitas Bonn dengan disertasinya yang berjudul “Aimma und Egalite – Die Nichtmuslimischen Minderheite Agyptens in der Zweiten Halfte des 18 jahrhunderts und die Expeditions Bonapartes” di Bonn/ Wiesbaden, 1979.
Dia juga mendapat penghargaan dari Departemen Ilmu dan Kebudayaan dari Republik Jerman dikarenakan disertasinya memberikan pengaruh yang besar dan mengharumkan nama baik Republik Jerman.
Karyanya di bidang Hadis
Karya-karyanya secara keseluruhan mencapai puluhan yang juga sudah banyak dibahas di media massa baik dalam bentuk artikel, buku, dan video di beberapa media massa.
Di antara semua karyanya, ada dua karya yang berkaitan langsung dalam kajian hadis dan cukup populer di kalangan akademisi yang konsen terhadap kajian hadis, yakni:
Pertama; “The Origins of Islamic Jurisprudence” yang diterbitkan pada tahun 1991 oleh Brill. Dalam buku ini, Motzki menjelaskan secara detail mengenai penelitiannya dalam membuktikan keotentikan hadis yang terdapat di dalam kitab Mushannaf Abdur Razaq.
Kedua; “Hadith: Origins and the Developments” yang diterbitkan pada tahun 2004 oleh Ashgate. Sesuai dengan judulnya, buku ini menjelaskan bagaimana asal-usul dan pengembangan hadis.
Sekilas Mengenai Teori Isnad Cum Matn
Sederhananya teori isnad cum matn adalah sebuah teori kritik tentang sanad dan matan.
Akan tetapi yang membedakan teori isnad cum matn dengan teori kritik sanad dan matan lainnya adalah terletak pada pendekatan dan metode-metodenya.
Sebelum mengaplikasikan teori isnad cum matn, Motzki terlebih dahulu menggunakan teori dating hadis.
Teori dating adalah teori yang mempertanyakan bagaimana melakukan penanggalan atas suatu hadis untuk menilai asal-usul ataupun sumbernya yang kemudian memunculkan pertanyaan kapan, dimana, dan siapa yang menemukan hadis tersebut.
Selain itu, Motzki mengusulkan metodetradition–historical (“uberlieferungsgeschichlicht”) yang dipromotori oleh Julius Wellhausen (Mufid, 2017).
Metode ini bekerja dengan cara menarik sumber-sumber masa awal dari berbagai kompilasi yang ada, yang tidak terpelihara sebagai karya terpisah, dan menfokuskan diri pada materi-materi para periwayat tertentu ketimbang pada hadis-hadis yang terkumpul tentang topik tertentu.
Jadi, jika teori dating hadis dan isnad cum matan dikolaborasikan, maka akan menghasilkan sebuah penelitian terhadap penanggalan hadis dari segi sanad dan segi matan. Dengan begitu porsinya akan seimbang karena mempertimbangkan dua aspek mengenai asal-usul sanad dan matan dalam suatu hadis.
Dengan teori yang telah Motzki kembangkan kemudian dapat membantah pendukung mazhab skeptis para orientalis sebelumnya, dia mengkritik metode, premis dan kesimpulan mereka.
Sebagai seorang pakar studi Islam dalam kajian transmisi hadis, Motzki melalui berbagai karyanya memberikan argumen-argumen yang kuat, ia menggunakan teori dating dan isnad cum matn, sehingga dapat meruntuhkan teori-teori pendahulunya.
Adapun mengenai teori dating (penanggalan) isnad, sebenarnya Motzki bukanlah satu-satunya yang menggunakan pendekatan ini, akan tetapi telah dimulai oleh Hendrik Kramers dalam artikelnya yang terbit tahun 1953, serta juga digunakan oleh Joseph van Ess dalam bukunya Zwischen Hadits and Theologie terbit pada tahun 1975 (Junaidi, 2015).
Namun posisi Motzki lebih diperhitungkan oleh para peneliti hadis karena keseriusannya dalam mengkaji hadis, maka tidak heran teori ini lebih dikenal sebagai teori Harald Motzki.
Untuk singkatnya, teknis dari penelitian Motzki adalah membuat skema yang menggambarkan jalur-jalur sanad yang menyokong matan hadis yang dikaji.
Kemudian jalur-jalur sanad yang berasal dari berbagai kitab hadis yang dikaji kemudian digabung menjadi satu sehingga membentuk satu gabungan sanad yang menggambarkan perjalanan periwayatan matan hadis dari generasi masa Rasulullah hingga ke masa pengumpul hadis semisal Imam al-Bukhari, Abdur Razaq, dan lainnya (Junaidi, 2015).
Dengan membandingkan sanad dan matan, maka dapat diambil kesimpulan mengenai kapan dan di mana hadis tersebut disebarkan, siapa yang menjadi perawi hadis tertua sebagaimana teks-teks dapat berubah pada jalur periwayatan tertentu dan siapa yang bertanggung jawab atas perubahan periwayatan tersebut.
Kontribusi Harald Motzki dalam Pengembangan Kajian Hadis
Konsep teori dating (menentukan umur dan asal muasal terhadap sumber sejarah) yang didasarkan pada sumber sejarah orisinil yakni berupa kitab Mushannaf Abdur Razaq ditambah dengan kolaborasi metode Isnad Cum Matn dan pendekatan traditional-historical dapat digunakan sebagai konsep analisis yang bisa dipertanggung jawabkan secara akademis.
Konsep dan metode Motzki sering menjadi rujukan dari berbagai universitas Islam di seluruh dunia.
Dalam banyak hal Motzki sebenarnya telah mensejajarkan sekaligus menguatkan basis ilmu yang dibangun oleh para muhaddisin seperti pendekatan traditional historical dapat disejajarkan sekaligus menguatkan ilmu al-rijal al-hadis.
Sedangkan teorinya tentang external criteria dan argument internal formal criteria of autehticity dalam periwayatan hadis dapat disejajarkan dengan ilmu al-tahammul wa al-‘ada al-hadis.
Baca Juga: Mengenal Proses serta Metode Penerimaan dan Periwayatan Hadis |
Teori dan metode yang ditawarkan oleh Motzki setidaknya dapat menutupi sedikit celah dari kekurangan metodologi ulama muhaddisin klasik.
Sebagai contoh ulama klasik hanya menguatkan hadis melalui sanad-sanad pada kutub at-tis’ah saja (semacam sembilan kitab hadis yang dianggap paling sahih).
Sedangkan teori isnad cum matn yang Motzki kembangkan jauh lebih kompleks dengan tidak membatasi penguatan sanad pada kutub at-tis’ah saja, akan tetapi juga menggunakan selainnya seperti kitab Mushanaf Abdur Razaq, Musnad al-Bazzar, dan lain sebagainya.
Dengan begitu terlihat bahwa Harald Motzki sejatinya dapat dikatakan sebagai seorang peneliti yang handal, dikarenakan penelitiannya menggunakan pijakan yang jelas dan kuat dalam keilmuan.
Metode dan teori analisisnya bisa dianggap sangat penting dalam pengembangan kajian ilmu hadis.
Jika hanya menggunakan metode ulama muhaddis klasik saja dalam penelitian sanad dan matan akan dirasa kurang cukup, karena semakin memasuki masa depan membuat problem hadis semakin kompleks dikarenakan tantangan zaman semakin bertambah.
Untuk itu, pengembangan kajian hadis harus terus dilakukan agar ilmu hadis tidak hilang ditelan zaman. [AS]
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
Sangat membantu memperjelas secara detail tentang kelebihan serta penggunaan teori isnad cum matan