Sebagai sebuah aksi, Reuni 212 yang diadakan di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, baru-baru ini tidak terlepas dari pro dan kontra. Ada sebagian kalangan yang mendukung aksi tersebut dengan berargumen bahwa ini merupakan momen persatuan umat Islam. Di samping itu, tak sedikit pula yang menolak dan menyayangkan aksi itu dengan berbagai argumen pula. Sebagai contoh, “ini (Reuni 212) merupakan gerakan yang bermuatan politik,” demikian argumen mereka yang kontra terhadap aksi tersebut.
Jika ditinjau lebih lanjut, dalam menyikapi aksi Reuni 212 ini, setidaknya bisa diklasifikasikan kepada empat kelompok, dengan rincian dua kelompok pro dan dua kelompok yang kontra. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
Pertama, kelompok yang mendukung aksi ini dengan membuktikan bahwa mereka hadir dan mengikuti segala bentuk rangkaian kegiatan Reuni 212 pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Mereka rela datang jauh-jauh dari tempat masing-masing menuju Monas, di Jakarta, sebagai tempat kegiatan tersebut berlangsung. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan hadangan dan rintangan, tetapi karena tekad dan niat yang sudah bulat, apa pun itu mereka akan tetap melanjutkan perjalanan itu.
Sebagai contoh misalnya, berbagai sumber berita menyebutkan, bahwa kelompok yang berasal dari daerah Sumatera Barat tidak mendapatkan izin untuk menyewa bus untuk berangkat ke Jakarta. Namun, karena niat dan tekad yang sudah bulat dan kuat, kalaupun menyewa bus tak diizinkan, akhirnya mereka menyewa pesawat untuk berangkat ke Jakarta.
Ini merupakan bukti bahwa mereka memiliki ghirah dan semangat yang luar biasa untuk mengikuti acara Reuni 212 tersebut, apa pun halangan dan rintangannya tidak jadi persoalan bagi mereka. Mereka bukan hanya sekadar mendukung, tetapi juga ikut berpartisipasi dengan hadir dan mengikuti berbagai rangkaian kegiatan yang diadakan di Monas tersebut.
Kedua, ada kelompok yang juga mendukung, tetapi tidak ikut hadir mengikuti rangkaian acara di Monas tersebut. Mereka yang termasuk ke dalam kelompok ini merupakan pasukan-pasukan pendukung yang bergerilya di dunia maya. Mereka begitu aktif di berbagai medsos, baik itu di facebook, whatsapp, twitter, dan lain sebagainya.
Makanya, beberapa hari yang lewat media sosial kita dipenuhi dengan kiriman-kiriman, baik berupa foto, video, dan berita yang berkaitan dengan Reuni 212 di Monas tersebut. Mereka tak bisa datang langsung ke Monas, mungkin karena ada sesuatu dan lain hal, tetapi tetap mendukung aksi tersebut dengan cara bergirilya di berbagai media sosial.
Ketiga, kelompok yang menolak aksi Reuni 212. Kelompok ketiga ini menitikberatkan kritikan mereka berdasarkan kepada alasan, bahwa aksi ini akan menimbulkan kegaduhan, kekacauan, dan bahkan perpecahan di negeri ini. Mereka memiliki ketakutan jika aksi itu ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu. Mungkin saja aksi itu menjadi kesempatan bagi kelompok-kelompok radikal yang ingin mengganti ideologi bangsa ini dengan selain Pancasila.
Maka oleh karenanya, mereka tidak setuju dengan aksi-aksi semacam ini, bahkan mereka menolak dan menuntut agar pemerintah setempat tidak memberikan izin untuk melaksanakan aksi itu. Tapi, karena negara ini adalah negara demokrasi, semua warga memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pendapat, selagi masih sesuai dengan aturan yang sah dan tidak melanggar undang-undang, maka hal itu dibolehkan dan dijamin oleh konstitusi.
Ada pula argumen mereka yang menolak ini dengan mengatakan bahwa, aksi itu syarat dengan muatan politik. Karena tahun ini dan ke depannya adalah tahun-tahun politik, maka mereka beranggapan bahwa aksi itu merupakan kampanye terselubung bagi pasangan calon tertentu. Ditambah lagi dengan kehadiran salah satu calon yang notabene lawan politik mereka, hal ini tentu menambah prasangka dan dugaan mereka tersebut.
Oleh karenanya, mereka tidak setuju dan menolak aksi ini dan yang semacamnya, karena akan menimbulkan kegaduhan dan syarat dengan muatan politik di dalamnya.
Keempat, kelompok yang menolak dengan menilik dari sudut agama. Kelompok ini menolak aksi Reuni 212 dengan melihat dari sudut pandang agama. Salah satu yang menjadi bahan kritikan mereka adalah, “kumpulan masa yang berada di Monas itu menutup jalan yang seharusnya menjadi tempat berjalan bagi orang, sedangkan Rasulullah Saw menganjurkan untuk memberikan hak bagi para pengguna jalan.”
Ada juga kritikan mereka, “di Monas itu laki-laki dan perempuan bercampur atau ikhtilat. Bahkan ketika shalat, antara laki-laki dan perempuan saling berdekatan tanpa ada pembatas antara mereka.” Maka bagi mereka hal ini tentu telah melanggar aturan-aturan yang ada dalam agama.
Oleh karenanya, kelompok ini tidak setuju dan bahkan menolak aksi Reuni 212 yang diadakan di Monas tersebut. Bedanya dengan kelompok ketiga, mereka yang termasuk kelompok keempat ini mengkritik dengan menggunakan kaca mata agama.
Nah, itulah kira-kira empat kelompok dalam memaknai dan menilai aksi Reuni 212 yang diadakan di Monas tersebut. Ada dua kelompok yang pro dan ada pula dua kelompok yang kontra. Munculnya pro dan kontra ini pada hakikatnya hanyalah perbedaan sudut pandang dalam melihat dan memaknai aksi Reuni 212 tersebut.
Bagi yang pro misalnya, mereka memiliki tujuan yang baik dan mulia. Salah satu tujuan itu adalah, melalui aksi reuni 212 itu dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan antara umat seagama. Yang kontra pun demikian pula, mereka memandang aksi itu syarat dengan pelanggaran-pelanggaran, baik itu pelanggaran yang melanggar aturan negara maupun aturan agama.
Kendati demikian, sikap kedewasaan dalam menyikapi perbedaan itu sangat diperlukan. Karena bangsa ini merupakan bangsa yang tumbuh dan berkembang dalam perbedaan dan kemajemukan. Jika ditelisik lebih jauh, fakta sejarah menunjukkan bahwa bangsa ini didirikan bukan hanya oleh satu kelompok, satu suku, satu ras, maupun satu agama, akan tetapi berbagai macam, yang antara satu dan lainnya itu berbeda.
Oleh karenanya, bagi siapa pun, baik pihak yang pro mapun yang kontra, tetaplah mengedepankan cara-cara yang beradab dan sopan dalam mengemukakan pendapat. Jangan sampai perbedaan ini menimbulkan perpecahan di tubuh bangsa ini. Andai itu terjadi, maka betapa ruginya bangsa ini.
Jadi, sekali lagi, kedewasaan dalam menyikapi perbedaan itulah kunci utamanya. Semoga bangsa ini terjaga dan terpelihara dari segala rongrongan yang akan merusak dan menghancurkannya. Semoga anak bangsa bisa melanjutkan cita-cita para pejuang yang telah mengorbankan harta bahkan juga nyawa, demi tegaknya sang pusaka di bumi nusantara.
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments